Meaningless (NoRen)

5K 443 122
                                    

Penyesalan memang selalu berada di titik akhir. Tapi Renjun tidak tahu rasanya akan se-sesak ini.

.

.

.

Renjun tidak ingin mengerti kabar yang baru saja disampaikan kepadanya. Menyebabkannya terus berada di antara gelisah dan harapan. Sol sepatu bergerak mengetuk-ketuk tempatnya berpijak secara tidak sadar begitu pula jari jemarinya meremat seatbelt yang terpasang melindungi badannya.

Berita yang datang di tengah latihan olah vokal untuk duetnya dengan Chenle telah menghancurkan fokusnya. Renjun ingin pergi dan memastikan dengan mata kepalanya sendiri tetapi ia tertahan sejenak kala menerobos pintu latihannya. Melalui beberapa perdebatan dan alasan kecil, Renjun pun dapat segera memacu kakinya berlari. Tergopoh-gopoh menghampiri mobil van-nya untuk meminta pulang.

Perasaannya sedang tidak menentu. Kebanyakan rasa cemas menggerogoti hatinya. Terlebih lagi saat mobil van terasa berjalan lambat semakin melemahkannya. Sampai beberapa menit setelahnya tampak bangunan dengan tinggi menjulang tempat ia bernaung selama tiga tahun belakangan ini.

Renjun masih terburu-buru bahkan berharap lift yang ia naiki sekarang lekas sampai. Kaki-kakinya seolah tidak lelah terus berlarian di lorong yang sunyi. Hingga pintu dengan nomor 268 tepat di hadapannya.

'Tidak mungkin! Kau akan terus bersamaku kan?'

Tak perlu menunggu lebih lama lagi, Renjun membuka pintu mencari entitas yang mengelilingi kepalanya sejak tadi. Kedua kakinya bergerak impulsif menuju kamarnya. Tempat kemungkinan dia berada.

'Tidak ada tempat selain bersamaku kan?' Renjun terus bergumam dalam hati. Mengucapkan janji tersirat yang selalu berkemelut di pikirannya.

Sampai akhirnya Renjun menangkap pemandangan menyesakkan mata. Pintu kamarnya terbuka begitu saja menampilkan punggung kokoh yang diam-diam suka memeluknya saat malam, tengah merapikan sebagian barang miliknya.

Renjun kehilangan senyumnya, "tidak mungkin, hiks~!" ia memasuki kamarnya dengan tungkai yang melemas dan titik air mata yang hampir terjatuh dari pelupuknya. Dia masih belum menyadari keberadaan Renjun di belakangnya-terlalu sibuk melakukan kegiatan yang Renjun benci.

Atau sebenarnya tidak menganggap kehadiran Renjun?

Ya dia seperti menganggap eksistensi Renjun setelah berbalik dan melewatinya tanpa melihat. Mengambil barang lainnya tanpa berujar sepatah kata pun.

Renjun geram. Ia tidak ingin dianggap layaknya demikian. Tangan Renjun kemudian aktif mengeluarkan kembali barang yang disimpan. Begitu juga sosok satunya kembali menyimpan barangnya di dalam tas besar tak menghiraukan ulah Renjun.

Terus begitu sampai salah satu diantara mereka berteriak menghentikan, "cukup Renjun!" tatapannya berang kepada Renjun namun sedetik kemudian menghela napasnya dan mencoba tidak peduli.

Renjun belum mau menyerah, ia melakukannya lagi.

"RENJUN CUKUP! APA MAKSUDMU?"

"MAKSUDKU? MENGHENTIKANMU PERGI DARI SINI, JENO! hiks~" Renjun meringis. Pergelangan tangannya digenggam kuat, benar-benar menghalaunya untuk mengeluarkan barang-barang Jeno. Setitik air mata kanannya menetes cepat kala menyadari perbuatan Jeno.

Jeno yang berbuat kasar padanya.

Pergelangan tangannya dihempas. Dia menghela napas sangat berat. Tetapi tidak pula menjawab jerit pilu Renjun.

A Daily Doze of Renjun (All X Renjun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang