S I X T E E N🔫

1.7K 117 2
                                    

Freya memandang Blace dengan tatapan mencela. Perasaan tidak sukanya terhadap Blace semakin berkembang, dan siap meledak kapan pun. Namun, Freya harus menahannya, karena kali ini rencananya harus berhasil. 

Ia sudah menyiapkan segalanya untuk melukai Blace, membuat Blace menjerit ketakutan seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya. Mungkin sedikit melukai harga diri dan fisik wanita itu, tetapi tidak akan jadi masalah. Karena Freya dengan senang hati melihat penderita yang akan diterima oleh Blace.

Sebenarnya rencananya ini, sangat memuakkan bagi Freya. Karena ia harus mengambil peran penting dalam bersandiwara yang akan ia lakukan, agar semuanya berjalan lancar. Tanpa orang tahu jika semuanya dari awal memang sudah ia persiapkan. 

Freya menghilang ekspresi mencela di wajahnya, menggantinya dengan senyuman tipis ke arah Blace. Ekspresi yang tidak akan disadari orang lain jika ia punya rencana yang sangat licik untuk melukai wanita yang baru saja turun bersama Havrelt dari tangga. Menghela napas, mencoba menyabarkan dirinya, Freya menahan diri agar tidak berlari ke depan anak tangga paling bawah, dan mendorong wanita itu menjauh dari Havrelt, saat mereka tiba di lantai dasar.   

Seharian ini James tidak terlihat di mana pun, jadi sedari tadi Archer-lah yang menemani menunggu mereka turun. Seperti biasa, Archer selalu tidak banyak bicara, tetapi sekali bicara ia bisa sangat kurang ajar padanya. Persis saat terakhir kali mereka bicara saat ia ingin mengejar Havrelt. Entahlah Freya tidak terlalu peduli dengan pria itu lagi, apalagi dengan James Alexis yang tidak terlihat, hal itu bukan urusannya.

Dengan langkah anggun, Freya mendekati Havrelt, merangkul leher dan memeluk kakaknya dengan manja. Di mata Freya, Havrelt selalu menjadi seseorang yang paling sempurna, yang selalu ia kagumi setiap hari. Pria itu memakai setelan rapi bergaya casual berwarna biru navy. 

Sekilas matanya melirik Blace yang tidak menoleh sedikit pun ke arahnya. Matanya menajam mengetahui jika Blace memakai gaun selutut simpel dengan warna yang sama seperti Havrelt. Damn it! Apa mereka janjian memakai warna baju!

Freya sendiri ia hanya memakai gaun putih tertutup, yang memberinya kesan klasik dan anggun. Bagi Freya ia terlihat seperti malaikat dalam pakaian itu. Warna putih itu adalah warna kesukaannya. Bersih, bersinar dan polos. Warna itulahnya yang menggambarkan dirinya. Walaupun sebenarnya ia tidak sebersih yang terlihat.

Senyum itu hadir di bibir Freya, saat merasakan Havrelt membalas pelukannya walau hanya sekilas. 

"Kau terlihat cantik," suara Havrelt melembut, sambil melepaskan tangan Freya dari lehernya. Karena kakaknya tahu jika Freya memang sedang menunggu pujiannya. 

Mata abu-abu milik Freya berbinar, bibirnya menyungging senyuman yang jauh lebih manis dari sebelumnya. Seketika, kebahagiannya mengalah kebencian pada si penyihir. Ia bahkan melupakan keberadaan si penyihir. Sebagai balasannya, Freya langsung merangkul lengan Havrelt dan mengajaknya ke luar. Ternyata, di sana Archer sudah menunggu mereka di depan mobil SUV mewah hitam. 

Tiga hari yang lalu, Freya selalu merengek pada Havrelt, untuk menemaninya menonton pertunjukan di teater, tetapi saat itu ia hanya mendapatkan penolakan dari kakaknya. Tentu saja Freya tidak menyerah begitu saja. Ia tetap keras kepala meminta Havrelt agar menurutinya, mengatakan alasan yang masuk akal jika ia belum menghabiskan waktu bersama kakaknya sama sekali. Bahkan Freya mengajukan jika Blace juga akan ikut bersama mereka. Freya juga mengatakan jika ia memesan tiket lebih untuk si penyihir. 

Kembali ke realita, Freya menoleh ke arah si penyihir, yang mengikuti mereka dalam diam dan tak banyak bicara. Senyum penuh arti hadir di bibir Freya. "Jangan bersikap sungkan, kita akan menikmati malam ini bersama, Bi---" Freya menggigit pipi dalamnya saat ia ingin mengucapkan kata 'Bitch' untuk wanita itu. Sebagai gantinya ia melanjutkan. "Maksudku, Witch."

My Witch GangsterWhere stories live. Discover now