[25] Gone?

3.6K 401 22
                                    

"Hai, Jimin."

Jimin mengeraskan rahangnya. Ingin membunuh orang yang membuat sang boss sekarat begini. Tapi, percuma juga sebenarnya. Orang itu bahkan sudah mati.

"Ada apa, boss?"

Di ruangan ini hanya ada mereka berdua. Ruangan khusus memang, yang hanya boleh di masukin oleh satu orang. Itupun harus dengan pakaian hijau hijau —yang jujur saja Jimin tidak tau apa namanya.

"Kurasa, ajalku sudah dekat."

"Apa yang kau bicarakan? Kau bukan boss yang kukenal, hyung."

"Memang bukan. Aku ingin berbicara padamu sebagai Kwon Jiyong, bukan sebagai boss mu."

"Jangan asal bicara, boss."

"Santai saja, Jim. Semua manusia pasti akan mati, kau tau itu, kan?"

"Iya, boss. Aku tidak sebodoh itu untuk tidak tau."

"Jadi, berhubung Chanyeol akan memegang Park Company, tugas di dunia bawah tanah resmi ku berikan padamu, Jimin."

"Apa sih, boss? Kau itu akan sembuh, dan kembali menjadi pemimpin dunia bawah. Jangan bercanda, boss."

Jiyong terkekeh. Geli juga sebenarnya, kenapa Jimin itu tidak mau mengerti keadaannya, sih?

"Kau tau hidupku tak akan panjang, Jimin. Racun ini sama dengan racun yang diberikan ke ibumu. Mungkin sekarang, Tuhan masih membiarkanku bernafas untuk melakukan hal hal yang berguna. Yeah, seperti upacara pengangkatanmu menjadi ketua perkumpulan bawah tanah, mungkin?"

"Lucu sekali, boss. Kau tau, sedari dulu aku benci acara formal."

"Baiklah, tidak akan ada upacara pengangkatan. Pesta, mungkin?"

"Sembuhlah dulu, lalu kita berpesta sampai pagi."

Sang boss mafia tersenyum kecil. Terselip kesedihan di dalamnya. Jimin ini, benar benar tak mau mengerti atau sengaja tidak mengerti?

"Waktuku tidak banyak, bocah."

"Kau bukan Tuhan, boss. Dokter juga bukan Tuhan. Kau ataupun dokter tak akan tau kapan kematian menjemputmu."

"Karena itulah, Jimin. Aku rasa, Tuhan sayang padaku. Karena itu, Dia ingin mengambilku lebih cepat. Dia ingin aku kembali berkumpul dengan ayah, ibu, Junsu hyung  di atas sana."

"Berhenti bicara tentang kematian, boss. Kau tidak akan kemana mana, oke?"

"Iya, iya. Aku memang di sini saja. Memangnya aku mau kemana? Susah bergerak dengan puluhan alat ini."

Jimin meringis. Merasa miris dengan keadaan Jiyong. Dari dulu, ia benci Rumah Sakit dan segala tetek bengeknya.

"Oit, Jimin."

"Hm?"

"Aku serius. Kau harus menggantikanku untuk mengurus dunia bawah. Aku sudah tidak sanggup lagi."

"Apa maksudmu tak sanggup lagi?"

"Racun ini benar benar menyiksa. Akh—"

"Akan ku panggilkan dokter."

"Percuma, Jimin. Ini memang sudah waktunya. Akh—ingat apa yang kuucapkan padamu."

Si Park buru buru keluar dari ruangan itu dan berteriak memanggil dokter. Dokter bersama beberapa perawat masuk ke ruangan Jiyong. Saat kaki Jimin hendak melangkah ikut masuk, salah seorang perawat menahannya dan menggeleng pelan. Tidak boleh, seperti itu.

DANGEROUS [my]Where stories live. Discover now