0.2

39 5 0
                                    

*Lagunya diputer saat baca part yang bawah*

= = =

"Hi."

"Hi?" Robin tersenyum canggung. Dia menutup buku novelnya dan menatap wanita yang berdiri di depannya.

"Kita sekelompok." Ujar Rowan datar.

"Oh kamu Rowan?" Tanya Robin.

Rowan merasa aneh menggunakan kata aku-kamu,apalagi dengan si anak baru ini.

"Kita gak harus bahas sekarang, kan tugasnya buat minggu depan. Gimana kalo kita mending ngenalin diri masing-masing." Rowan hampir tidak berfikir sangat mengatakannya. Robin terdiam, namun akhirnya setuju mengingat dia belum punya teman dan dia sebenarnya tidak percaya ada yang mau berteman dengannya. "Kamu dulu."

"Gak ada yang menarik."

Rowan menggigit bibirnya, ini akan berlangsung sangat lama. Dia tidak ingin hanya berdiam diri dan menunggu sampai guru datang.

"Ga mungkinlah, itu baca apa?" Rowan mendudukan dirinya di bangku di depan Robin.

"Gak tau, intinya tentang putri kerajaan Irlandia. Cuma itu." Robin menerangkan, "Lets talk about you."

Rowan mengangkat alisnya, dia juga tidak tahu apa yang menarik dari hidupnya. Dia tidak ingin menceritakan masa lalunya, apalagi menyebutkan semua rahasianya. "Aku suka gambar, gak bagus banget sih. At least I'm trying."

"Boleh liat?"

"Enggak! Maksudnya jangan sekarang."

Sisa waktu pelajaran mereka habiskan dengan bercanda dan bercerita sedikit tentang diri mereka, seperti hewan peliharaan dan alamat rumah mereka.

"Loh, itu kan deket rumahku. Kamu tetangga baru yang pindah di sebelah rumah aku ya?" Robin tersenyum, Rowan tersenyum lebih lebar, dia punya tetangga baru yang bisa menjadi temannya.

Bel istirahat berbunyi, guru seni tidak pernah kembali ke kelas. Taha menghampiri Rowan yang masih mengobrol dengan teman barunya. "Ayo ke kantin!"

Rowan menoleh ke Taha, lalu kembali menatap Robin. "Kamu mau ke kantin gak?" Robin menggelengkan kepalanya. "Aku enggak deh, kamu sama Salma aja." Taha menyipitkan matanya, merasa ada yang salah.

"Yaudah." Dengan itu, Taha keluar kelas dan menghilang dari pandangan dua anak yang baru saja menjalin sebuah pertemanan.

"Makasih ya." Ucap Robin singkat.

"Buat?"

"Gak ngetawain aku pas jatuh."

"Kamu liat?"

"Aku kesandung kaki sendiri, jatuh, langsung berdiri, ngeliatin seluruh kelas, mengobservasi, aku liatin mereka satu-satu. Ada yang ketawa paling keras, artinya dia yang "berkuasa" di kelas ini. Ada yang ketawa sambil ngeliat temennya, artinya dia cuma ikut-ikut. Ada yang ketawa tapi setengah-setengah, biar dia gak ketinggalan asiknya ngetawain orang jatuh." Robin berhenti beberapa saat, "Dan ada yang sama sekali gak ketawa, yang artinya, cuma dia yang tau."

Pipi Rowan memerah dan berkata, "Kalo aku jadi kamu, pasti aku udah nangis dan lari ke toilet."

Robin tersenyum, membuat Rowan semakin kehilangan akal sehatnya. Terjadi keheningan beberapa saat, sebelum bel masuk berbunyi dan Rowan berkata,

"Bolos yuk!"

Mata Robin melebar, tidak yakin harus berkata apa. Dia memang tidak suka berada di sekolah, tapi dia bukan tipe orang yang melanggar peraturan.

"Why not?"


🌹🌹🌹

*puter lagunya saat baca part ini*


"Bunganya bagus." Rowan terduduk memandangi bunga yang menarik perhatiannya. Saat ini mereka berada di suatu lapangan di dekat taman, mereka tidak tahu dimana tepatnya, yang pasti jauh dari sekolah. "Namanya apa?"

Robin yang sedang terbaring di rerumputan membuka matanya dan melihat ke arah bunga berukuran kecil yang berwarna putih. "Itu baby breath. One of my favorite flowers."

Rowan ikut berbaring di sebelah Robin, "Well, me too."

Mereka hanya seperti itu, terbaring di lapangan dengan bunga di sekitarnya, sampai langit sudah berubah warna. Oranye, ungu, kuning, peach, semua berpadu. Rowan tersenyum sangat lebar sampai pipinya terasa sedikit sakit, namun dia tidak masalah. Dia hanya ingin seperti ini selamanya, melupakan semua rasa sakit yang menghantuinya selama ini. Dia senang berada di dekat Robin, begitu juga bagi si lelaki berkacamata itu, dia bahagia berada di sini. Mereka tidak berkata sepatah katapun, yang terdengar hanya kicauan burung yang terbang kembali ke sarangnya dan hembusan angin yang membuat dedaunan pohon saling bergesekan.

Tanpa ia sadari, Robin juga tersenyum. Senyum bahagia dan rasa sedih menjadi satu. Dia tidak ingin hari ini berakhir, dia tidak ingin Rowan meninggalkannya sendirian. Dia menatap Rowan yang masih tersenyum, matanya terpejam.

"Rowie.."

Rowie.

"I-i'm glad I met you."

Wajah Rowan berubah menjadi datar seperti tak ada emosi yang terlihat, namun, semua rasa bergejolak di hatinya. Dia ingin berteriak, meloncat, bahkan berlari kalau dia bisa. Kenyataannya dia hanya bisa tersenyum, cairan basah menghiasi matanya. Menyadari hal itu, Robin mendudukkan dirinya dan raut wajah khawatir nampak di dirinya.

"I'm sorry, salah ya?" Rowan menggeleng, dia juga ikut bangkit dan menghapus air matanya.

"I don't know why. Aku cuma seneng, terlalu seneng. Aku pengen ngelakuin ini setiap hari, sama kamu, Robie."

Robie.

Rowan tidak menyesal dengan perkataannya. Dia menyadari Robie yang berdiri dan berjalan menuju rangkaian bunga baby breath yang tumbuh liar di taman. Robie tersenyum sejenak, memandangi indahnya bunga itu. Ia memetik beberapa tangkai dan kembali duduk di depan Rowan.

"Nih." Rowan tersenyum, lagi.

"Oh iya, aku denger setiap bunga punya makna sendiri. Kalo baby breath artinya apa?"

Wajah Robie memucat, dia tahu apa makna bunga itu, dia hanya tidak bisa mengatakannya. Cinta, ketulusan. Robie memang merasakannya, dia tahu betul kupu-kupu yang bertebangan di dadanya menandakan hal itu.

"Robie?"

"Friendship." Senyum di wajah Rowan menghilang dalam sekejap.

"Oh."

Rowan mengutuk dirinya beberapa kali, dia merasa sangat bodoh. Mana mungkin lelaki yang baru saja dikenalnya akan merasakan hal yang sama dengannya. Rowan adalah wanita paling bodoh di abad ini, begitu pikirnya.

I thought you feel the same as me, Robie.

🍋lemon boy🍋Where stories live. Discover now