Prolog SiD

569 20 20
                                    

Jangan lupa meninggalkan vote, komen, saran dan kritik

Published on. 09 April 2021

Selamat membaca ^^


Suara erangan lirih sayup-sayup terdengar memecah kesunyian rumah yang sebagian penghuninya melakukan aktifitas di siang hari. Hanya ada dua orang yang tersisa di dalam rumah itu. Seorang perempuan yang baru beranjak dewasa, yang bekerja sebagai pembantu dan pria paruh baya pemilik rumah itu. Erangan yang terdengar dari kamar di bagian belakang rumah itu, kini digantikan desahan-desahan lirih yang bersahutan.

"Sudah, Tuan," pinta perempuan yang terlentang tidak berdaya di atas kasur kamarnya yang kecil.

"Kau yakin?" pria paruh baya itu tersenyum miring. Kejantanannya yang memenuhi liang peranakan pembantunya itu, bisa merasakan kedutan milik perempuan yang sejak setengah jam lalu dijamahnya.

Perempuan itu mengangguk ragu-ragu. Antara takut perbuatan mereka akan diketahui pemilik rumah lainnya dan juga rasa ingin memenuhi kebutuhannya yang terasa mendesak ingin dituntaskan, terlebih tuannya itu menghentikan gerakannya sekarang.

"Kau menginginkannya juga bukan?" ejek pria paruh baya itu merasakan pinggul perempuan yang tadi diperkosanya, kini justru bergerak tanpa sadar menginginkan kepuasan.

"Tuan..."

Pria paruh baya itupun kembali meneruskan apa yang sudah mereka lakukan tadi, hingga hasratnya terpuaskan. Perbuatan laknat mereka pun berlanjut tanpa ada yang mengetahuinya, tidak hanya hari itu saja karena hari-hari setelahnya pria itu kembali melakukan aksi bejatnya tanpa memandang waktu dan ruang yang mereka gunakan. Tanpa malu pria itu juga sering melakukannya di ranjang istrinya, saat istrinya berada di luar kota untuk urusan bisnis. Hingga suatu hari perbuatan mereka pun akhirnya terbongkar, karena pembantunya itu hamil.

"Bagaimana kamu bisa hamil? Anak siapa yang ada di dalam perutmu itu?" tanya Ibu Sukma dengan suara bergetar, takut apa yang dipikirkannya menjadi kenyataan.

"Maafkan saya, Nyonya, saya benar-benar minta maaf," ucap pembantu itu sambil menangis tersedu merasa bersalah, takut dan bingung.

"Katakan anak siapa itu?" Ibu Sukma mengguncang bahu pembantunya itu gusar.

Dengan menunduk ketakutan, pembantu itupun akhirnya mengakui perbuatannya, "Tuan... Tuan yang sudah menghamili saya."

Sebuah tamparan keras langsung mendarat di pipi pembantu itu. Ibu Sukma terduduk lesu mendengar pengakuan itu. Ia tidak menyangka suami dan pembantunya akan berselingkuh di belakangnya. Jelas itu sebuah pukulan telak di hatinya yang sangat mencintai suaminya. Saat keadaan masih memanas, Pak Subroto yang merupakan suami Ibu Sukma pulang dari kantor. Pria paruh baya itu memandang penuh selidik pembantunya yang menangis tersedu dengan memar merah di pipi dan istrinya yang terduduk dengan wajah kosong.

"Ada apa ini?" tanya Pak Subroto.

Mendengar suara suaminya, Ibu Sukma menoleh. Tanpa menunggu lama, ia langsung menghambur mendekati suaminya dan memukuli pria itu tidak terima.

"Teganya kamu, Mas. Apa kekuranganku sampai kamu tega berselingkuh dengan pembantu kita?" teriak Ibu Sukma histeris.

"Jangan sembarangan menuduhku seperti itu," elak Pak Subroto tidak terima.

"Sembarangan katamu? Dia hamil, Mas. Dia hamil anakmu!" bentak Ibu Sukma sembari menunjuk pembantunya yang dia ketakutan.

Mendengar hal itu, Pak Subroto tampak terkejut. Dipandanginya pembantu itu dengan tajam. Dalam hati ia memaki pembantunya yang sangat bodoh, hingga ia harus mendengar caci-maki istrinya. Butuh waktu cukup lama untuk meredakan amarah istrinya, walau akhirnya istrinya itu memilih meninggalkan rumah karena tidak tahan melihat wajah pembantunya masih di sana. Dengan rasa penuh kekesalan, Pak Subroto membiarkan istrinya pergi untuk sementara hingga keadaan kembali tenang. Sekarang yang harus ia lakukan adalah menyingkirkan pembantunya itu.

"Saya mau dibawa ke mana, Tuan?" tanya pembantu itu ketakutan saat Pak Subroto mendorongnya ke dalam mobil.

"Jangan banyak bicara, cepat masuk!" bentak Pak Subroto.

Setelah pembantunya masuk, Pak Subroto langsung meluncurkan mobilnya menuju kawasan pelabuhan. Ia tidak berminat untuk bertanggung jawab pada bayi yang berada di dalam perut pembantunya itu. Akan jauh lebih baik menyingkirkannya, terutama setelah perempuan itu membuat kekacauan dalam rumah tangganya.

Sesampainya di pelabuhan, Pak Subroto berhenti di antara peti kemas yang berjajar rapi di sana. Ia memberikan sinyal lampu pada anak buahnya untuk mendekat. "Singkirkan perempuan sialan ini," perintahnya setelah beberapa anak buahnya datang.

"Jangan, Tuan. Kasihani saya, Tuan," raung si pembantu yang diseret paksa keluar dari mobil.

"Untuk apa aku mengasihanimu. Kamu sudah tidak berguna dengan bayi di dalam perutmu," maki Pak Subroto.

"Tuan... saya mohon, Tuan," pinta si pembantu bercucuran air mata, tetapi permohonannya itu diabaikan oleh Pak Subroto.

"Harus kami apakan perempuan itu, Bos?" tanya anak buah Pak Subroto.

"Kalian bisa menjualnya, setelah menyingkirkan isi di dalam perutnya atau bunuh saja. Aku tidak peduli!"

Pak Subroto langsung angkat kaki meninggalkan tempat itu. Tidak dipedulikannya lagi raungan pembantunya yang meminta tolong diseret anak buahnya. Ia memang tidak akan segan-segan menyingkirkan orang yang mengacau hidupnya atau orang-orang yang sudah tidak berguna baginya. Yang ia inginkan hanyalah hidup mewah dan terpuaskan.


A.N :

Cerita ini aku rombak dan hanya beberapa part nantinya yang bakal up di wattpad. Sisanya bakal aku up sampai tamat di KBM.

OK

OK

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Kissing My NightmaresWhere stories live. Discover now