lima: stay?

2.8K 436 19
                                    

Sonia POV

Nana tidak main - main dengan keputusannya. Dia mengurus izin tinggal gua yang baru di Singapore. Dia juga memindahkan gua dan Tabi ke hotel, bahkan semua barang gua dia yang packing. Alasanya karena kemarin ada tamu ke rumah dan itu Nadya. Kebetulan Nana yang membuka pintu.

"Na, kamu udah ngelakuin semuanya. Kayaknya ga perlu mindahin aku sama Tabi ke hotel segala. Sayang Na uang kamu."

"Perlu Mbak, soalnya dari gelagat Nadya yang sampai nyamperin apartemen Mbak itu udah pasti ada maunya. Jadi, aku ga nerima protes. Semua aku lakuin buat lindungin kalian." Ujar Nana.

"Na, makasih banget ya. Tanpa kamu Mbak ga tahu harus gimana. Terlalu banyak hutang budi Mbak sama Tabi ke kamu."

"Mbak sama sekali ga berhutang apapun. Kita saudara kan." Kata Nana.

Kebaikan Nana tidak pernah bisa gua ganti sampai kapan pun. Nana memang saudara terbaik yang gua miliki. Tabi kamu beruntung nak. Ada Tante Nana yang sayang sama kamu seperti Ibu. Gua pun mencium kening Tabi yang tengah pulas tertidur.

🎆🎆🎆

"Semua udah siap kan?" Tanya Nana.

"Udah aku cek lengkap kok Na." Jawab gua.

"Kita bakalan ninggalin Jakarta dan aku harap Mbak ga akan balik lagi kesini." Kata Nana.

Gua pun berharap sama Na. Pergi dari Jakarta sejauh - jauhnya sampai Julian dan Nadya tak bisa lagi menemukan gua.

"Mbak Tabi tidur ya?" Tanya Nana.

"Iya Mbak gendong aja Na." Jawab gua.

"Aku aja deh sesekali biar keliatan keibuan." Katanya.

"Bilang aja biar koper kamu Mbak yang bawa." Ujar gua.

"MBAAAAK TABI DEMAMMM." Teriak Nana.

"Na jangan teriak." Kata gua.

Segera gua ke kamar dan mengecek kondisi Tabita. Benar dia demam tinggi sekali. Gua langsung mengambil termometer, ternyata suhu tubuhnya 39 derajat celcius. Nana jadi ikut panik. Apalagi penerbangan kita tinggal tiga jam lagi. Jujur gua ingin menunda penerbangan. Namun, gua merasa tidak enak hati ke Nana karena dia yang menanggung semua biayanya.

"Mbak ayo ke rumah sakit." Kata Nana.

"Penerbangan kamu?" Tanya Gua.

"Jangan mikirin soal itu dulu Tabi lebih penting. Ayo." Jawab Nana.

Hanya dua puluh menit gua sampai di Rumah Sakit terdekat. Selama diperjalanan dia menangis. Gua ga tega liat Tabi sakit begini. Jika bisa biarlah gua yang tersiksa. Asal jangan Tabita. Nana penepuk pundak gua berusaha menenangkan. Namun, gua ga akan bisa tenang sebelum kondisi Tabi kembali normal.

Tabi langsung diperiksa dokter di IGD. Gua takut ada penyakit serius. Demam tinggi mengindikasikan banyak penyakit. Gua ga mau hal lebih buruk sampai terjadi. Disini gua hanya bisa menunggu, berdoa, dan menangis. Kali ini gua masih bersyukur ada Nana yang menemani. Jima tidak, mungkin gua akan panik sendiri.

"Orang tua Bayi Tabita." Kata Suster.

"Saya sus. Anak saya kenapa?"
Tanya gua.

"Selamat pagi Bu. Putri anda di diagnosis terkena demam berdarah. Namun, perlu kita pastikan dengan cek darah." Jawab seorang dokter yang tiba - tiba muncul.

"Belum parah kan Dok? Masih bisa sembuh?" Tanya gua.

"Bisa Bu. Mungkin beberapa hari harus opname disini." Jawab dokternya.

Single Mom ✔️Where stories live. Discover now