Fleur de Cerisier

1K 45 2
                                    

Hinata senang menggambar.

Dia senang membayangkan dirinya menjadi seorang putri dan seorang pangeran datang menjemputnya dengan kereta mewah, kuda yang menariknya memiliki warna seputih salju di musim dingin.

Hinata selalu mewarnai mata sang putri dalam gambarnya dengan warna salju dan rambutnya dengan warna ungu kebiruan. Sementara sang pangeran akan memiliki rambut berwarna merah menyala seperti api. Sementara matanya…

Hinata selalu membuatnya menunduk. Setiap orang mencelanya dengan mengatakan pangeran pemalu itu membosankan.

Hanya saja mereka tak tahu apa yang dipirkan Hinata.

Gadis indigo itu menunduk.

Andai saja ia mengingat warna mata pangerannya, tentulah segalanya akan lebih mudah baginya.

.

…*…

.

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Saya tidak menerima keuntungan berupa material apapun dari pembuatan fanfiction ini.

Warning: OOC, Modern!AU, Typo(s), etc

Kesalahan data sangat mungkin terjadi akibat kurangnya materi yang membahas setting dan detail mengenai kehidupan seorang model. Nama brand hanya imajinasi semata, kalau ada kesamaan dengan brand dunia nyata, hanya kebetulan semata.

.

…*…

.

Neji tengah membaca ulang dokumen perusahaan keluarga saat sebuah pesan singkat masuk ke handphone-nya. Nama Haruno Sakura dengan foto selfie seorang gadis merah muda terpampang indah di layar. Setengah merutuki diri, mengapa dia mau-maunya meminjamkan handphone-nya pada sang gadis amazon, Neji membuka pesan tersebut.

Neji, kau mau menjadi sepupuku tidak?

Mengernyitkan alis. Seratus persen tidak paham. Neji memasukkan kembali handphone-nya ke dalam saku. Menebak-nebak permainan apalagi yang tengah dilakoni oleh model muda sekaligus temannya sejak SMA itu.

Ia mengangkat bahu tak peduli. Bukankah Haruno Sakura memang selalu bersikap penuh teka-teki seperti itu?

Dokumen perusahaan kembali ditelusuri. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, grafik demi grafik ditangkap matanya, namun tak ada satupun yang masuk ke dalam kepala. Otaknya masih terus berputar, berusaha mencari jawaban dari pesan berisi enam kata Sakura. Pikirannya bercabang, tidak dapat fokus.

“Hinata?” Entah kenapa nama sang adik sepupu tiba-tiba terlintas di benaknya. Perutnya bergejolak, rasanya sama persis seperti saat dia menyeret pulang Hinata dari pesta selepas peragaan busana dua tahun lalu.

Ada yang tidak beres.

Katakan saja itu intuisi sebagai kakak sepupu yang kelewat protektif.

Dia menghela napas panjang. Mungkin minta cuti pada pamannya dan memesan tiket ke Paris bukan pilihan buruk.

.

…*…

.

Hinata memutar blue moon dalam gelasnya dengan gelisah. Matanya melirik was-was pada dua orang berwajah tegang yang duduk saling berhadapan. Aura berat menyelubungi mereka, membuat pengunjung lain bar tak ada yang sudi mengambil tempat duduk di dekat meja mereka.

PrimadonaWhere stories live. Discover now