The Truth Untold -4

275 21 0
                                    

Wangi khas pohon pinus terbawa bersama angin, suara burung-burung berkicau merdu, suasananya begitu tenang. Sojung duduk di sebuah batang pohon yang hampir lapuk dengan mengenakan gaun satin berwarna putih, tak ada orang lain disana selain dia. Tiba-tiba suara langkah seseorang terdengar ditelinga nya, suara itu terhenti tepat disekitarnya. Perlahan ia membuka matanya, ia melihat seorang laki-laki berdiri dihadapannya sambil mengulurkan tangan nya pada Sojung, dengan penuh keyakinan Gadis itu menyambutnya, menggenggam tangan laki-laki itu lalu seketika itu juga kakinya langsung mengikuti langkah kaki orang itu, terus dan terus kaki Sojung melangkah hingga sampai disebuah padang rumput yang di penuhi dengan tanaman mawar putih yang indah dan bermekaran.
" ini dimana? " tanya Sojung, pria itu hanya diam. Ia tersenyum dan memetik setangkai mawar berwarna putih disana lalu memberikannya kepada Sojung. Setetes cairan berwarna merah mengalir dari sela-sela jarinya yang lentik itu.
Tidak, jarinya berdarah.. Jari pria itu berdarah. Ia terus tersenyum pada Sojung tanpa mempedulikan jarinya yang terluka karena duri mawar itu.
" A... J.. Jari mu.. "
" Sojung ah.. " baru saja ia ingin memberitahu pria itu kalau jarinya berdarah, tiba-tiba ia mendengar ada seseorang yang memanggil namanya dari belakang punggungnya, Sojung hendak menoleh tapi,
" itu hanya halusinasi.. " seorang pria berambut pirang itu terus menerus menatap mata Sojung, gadis itu mulai sadar.. Laki-laki dihadapannya sekarang sangat mirip dengan Jungkook, ya.. pria yang berdiri di hadapannya itu adalah Jungkook.
" Sojung ah.. " suara itu kembali menggema di telinganya..
" Jangan menoleh, itu hanya halusinasi.." kata Jungkook
" Tapi... "
" Sojung ah... Pria didepanmu hanya halusinasi pikiranmu. Itu hanya ilusi .. " suara itu membuat Sojung penasaran, di hadapannya kini hanya ada Jungkook. Lalu suara siapa lagi yang didengarnya? Selain suara Jungkook..
" hanya ilusi? " batin nya, Sojung tak mengerti dan benar-benar bingung. Ia hanya diam dan kembali menatap mawar ditangannya..
Merah?
Tunggu, mawar itu berubah menjadi
merah.
" Jeon So Jung... " suara itu terus memanggil manggil namanya, Jungkook terdiam dan tak bicara lagi, ia hanya menatap Sojung lalu menggeleng gelengkan kepalanya. Jungkook benar-benar tak ingin Sojung menoleh untuk mencari sumber suara yang terus memanggil namanya, gadis itu tak tahu lagi harus bagaimana. Ia tak tahu lagi harus mendengarkan siapa dan percaya pada siapa? Pelan-pelan, gadis itu menoleh. Ia kaget melihat siapa orang yang ada di depannya sekarang..
" Jimin? " ucap Sojung terkejut, pria itu menghampirinya, perlahan jari jemarinya mengusap lembut pipi nya.
" untuk mu.. " Jimin memberikan setangkai mawar kepada Sojung. Gadis itu mengambilnya dan merasa sangat heran..
" Kenapa mawarnya berwarna hitam?"
Jimin hanya tersenyum, ia membalikan tubuh Sojung kearah Jungkook..
Perlahan-lahan pria itu menjauh selangkah demi selangkah kebelakang..
" A, Jungkook a...  Jangan pergi.. " SoJung berlari kecil, ia tak ingin pria itu pergi meninggalkannya namun Jungkook sudah terlalu jauh sekarang. Gadis itu tak menyerah, ia berlari lagi mengejarnya hingga terhenti saat menyadari kini kakinya sudah terluka dan berdarah terkena duri mawar. Dengan mata berkaca-kaca Sojung menatap kembali kearah dimana Jungkook pergi dan kini
ia sungguh sudah tak ada disana, ia benar-benar sudah menghilang. Entah kenapa saat itu Sojung merasa sangat kalut, sakit rasanya ketika ia mengetahui Jungkook sudah pergi meninggalkan nya. Rasa itu begitu saja datang, begitu alami.. Apakah rasa ini tentang CINTA?
Tapi apakah cinta harus seperih dan sesakit tertusuk duri? Lalu bagaimana dengan Jimin?
Sojung menoleh, kini matanya terbelalak kaget saat melihat kondisi dibelakangnya. Ada peti mati, dengan lunglai gadis itu berdiri dan pergi ke arah peti itu, ia melongok kedalam. Jimin tak ada disana, ada setangkai mawar hitam yang sama persis seperti yang tadi pria itu berikan kepadanya, hanya saja mawar hitam itu berlumuran darah dan tergeletak diatas kain putih. Dengan lemas Sojung terjatuh, ia juga berlumuran darah, sama seperti mawar itu. Ia begitu takut, hingga air matanya mengalir dengan deras. Kini ia benar-benar tersiksa dengan kesendirian yang dirasakannya, mawar itu memberikan teori yang membingungkan dikepalanya. Entah teori buruk atau pun teori yang baik..
" Jungkook ah...  " Sojung meringgkuk, ia menangis, air matanya deras saat kehilangan sosok pria itu. Sojung bahkan kembali tak merasa tenang, ada sesuatu yang hilang bersamaan dengan perginya Jungkook hingga membuat Sojung teringat akan kesendiriannya.
----------------------------------------------------
" Aniya... Jebal, tolong aku" suara itu keluar dari mulut Sojung, Jimin mengamati nya sebentar, gadis itu bermimpi. Entah apa yang dimimpikannya hingga membuatnya tidur dengan gelisah dan mengigau terus. Jimin bingung, apakah ia benar-benar harus membangunkan gadis itu agar segera sadarkan diri atau membiarkannya saja seperti itu.
" Jungkook ..." Sojung semakin terisak,Jimin mendengar kalau gadis itu baru saja mengigau memanggil nama Jungkook.
" Apakah dia bermimpi begitu buruk " gumam Jimin, ia mendekati Sojung dan mengoncangkan tubuh gadis itu beberapa kali agar ia segera bangun dari mimpi buruknya.
" A... Nona.. Bangunlah.. " ucap Jimin, ia terus menggoncang-goncangkan tubuh gadis dihadapannya itu. Sekali lagi..
Brukkkkk...
Sojung bangun dan tanpa sengaja langsung memeluk Jimin dengan erat..
" Jungkook ah... " Sojung masih terus memanggil Jungkook, ia masih terisak dan menangis.
" a.. Tunggu sebentar.. " ucap Jimin gugup, pria itu benar-benar terkejut saat Sojung tiba-tiba bangun dan memeluknya. Jimin hanya diam mematung, ia tak bisa bicara apa-apa dan bahkan tidak bisa berpikir lagi, tiba-tiba ia mendengar gadis itu terisak sedih, Sojung menangis dan tangisannya itu seolah menggema ditelinganya. Entah apa yang terjadi, tangisan itu juga membuat hati Jimin tersentuh, hatinya langsung terasa begitu ngilu. Tanpa sengaja Jimin balik memeluk gadis itu, dalam benak nya ia sama sekali tak punya niat jahat lain, Jimin hanya ingin menenangkannya..
" itu hanya mimpi buruk " kata Jimin sambil mengusap lembut punggung gadis itu...
" mimpi? " tanya Sojung sambil terisak..
" Ne, kau hanya bermimpi.. Jangan menangis lagi" kata Jimin terus menenangkannya.
Perlahan pelukan erat gadis itu melonggar, Sojung melepaskan pelukannya dan menatap Jimin.
" Kau? " kata Sojung, ia kaget.. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya, melihat kesekeliling ruangan rawatnya dan kembali menatap pria dihadapannya.. Benar saja, barusan Sojung pasti sudah mengigau. Wajah gadis itu memerah, ia malu..
" A.. Mianhe.. " Sojung gugup sekarang, ia menjauh dan duduk diranjangnya.
Oh, tidak.. Matanya terasa sangat sembab dan berair, suaranya juga serak.
" a,.. Kau mengigau tadi, dan terus memanggil nama.. Seseorang " ucap Jimin, ia tersenyum saat mengetahui wajah gadis itu memerah karena malu.
" memanggil nama seseorang? " tanya Sojung tak percaya, ia berusaha kembali mengingat-ingat mimpi yang membuatnya sampai mengigau dan menangis seperti itu.
" Ne.. Kau tidak ingat? " kata Jimin bingung. Sojung menggelengkan kepalanya..
" kau terus memanggil, Jung.. Umm.. Jungkook.. Iya Jungkook" ucap Jimin yakin.
" Jungkook? " Sojung terperanggah, ia tak percaya, bagaimana bisa ia memanggil nama itu. Apakah barusan ia baru memimpikan pria itu?
" Ne.. Biar ku tebak kalau Jungkook adalah pacarmu " kata Jimin, ia menebak-nebak. Mendengar itu wajah Semakin merona malu, kemudian menghela nafas panjang.
" Aniya, bahkan aku baru bertemu dengan pria itu sekali..." ucap Sojung sambil tersenyum malu.
" Benarkah? " seru Jimin tak percaya
" Ne.." jawab Sojung lemas
" Kalau begitu, chemistry diantara kalian berdua benar-benar kuat bukan, hingga membuat mu bisa langsung merindukannya... " ledek Jimin
" Rindu? Yang benar saja... Aku, bahkan tak pernah memikirkan untuk bertemu lagi dengannya... Hahahaha" Sojung menyangkal, ia tertawa begitu saja. Ia berbohong, padahal dalam hatinya Sojung selalu bertanya-tanya dan sangat berharap pertemuan kedua akan terjadi lagi, ia selalu yakin kalau hal itu tak akan terjadi lagi...
Ceklek.
Suara pintu terbuka, dokter Kim masuk bersama Mirae. Hari itu tepat 1 minggu Sojung dirawat disana, hari terakhir nya di rumah sakit dan kemarin pagi Dokter Kim sudah menyuruh Sojung untuk Rotgen kaki nya agar tahu perkembangan kesembuhan nya. Dan Jimin, dia bahkan sudah boleh istirahat dirumah sejak 2 hari yang lalu.
" Nona Jeon, hasil rotgen mu menyatakan kalau Anda sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Tapi aku mau menyampaikan kalau kakinya belum sembuh total, jadi usahakan jangan beraktifitas terlalu banyak dulu.. " kata Dokter Kim, ia tersenyum dan menatap Sojung.
" Ah, Ne.. Terima kasih banyak karena sudah merawat ku dengan baik.. " ucap Sojung sambil tersenyum
" Aahh~ Aku senang sekali akhirnya kau sudah bisa pulang.. " seru Mirae senang, ia memeluk sahabatnya itu.
" Baiklah, sekarang aku ingin lihat seberapa persen kesembuhannya dengan latihan berjalan.. Katakan padaku kalau kaki mu masih terasa sakit atau ngilu nanti.. " kata Dokter Kim lagi..
" Ne.. " jawab Sojung
" Biar aku bantu... " kata Jimin, ia membantu Sojung turun dari ranjang dan berdiri. Perlahan-lahan, kemudian selangkah demi selangkah Sojung berjalan, sementara itu Jimin masih membantu menyangga tubuh mungilnya. Rasanya lebih baik dari yang kemarin, hari itu Sojung hanya merasakan ngilu sedikit dikakinya dan agak bergetar.
" Pelan-pelan.. " bisik Jimin, pria itu menuntun Sojung dengan baik. Wangi parfum yang lembut tercium dari baju Jimin, wangi nya yang lembut cocok dengan kepribadian pria itu. Paduan English Pear dengan buah-buahan nya membuat mood Sojung membaik, entah sudah sejauh apa ia berjalan. Tapi, ketika tatapan nya bertemu dengan mata laki-laki itu, Sojung berubah gugup..
" Argghh... " keluh Sojung, ia tak sadar kalau kakinya tersandung dengan sepatu milik Jimin. Untung nya pria itu segera menanggap pinggang Sojung agar tidak terbanting ke lantai.
" Gwenchana? Gwenchana? " tanya Jimin khawatir, wajah gadis itu merona lagi..
Jantungnya berdetak lebih kencang, ia benar-benar sudah tak berdaya saat menatap sorot mata pria itu. Rasanya berbeda dari saat menatap Jungkook.. Lebih lembut dan membuat Sojung lebih percaya diri sedang saat menatap Jungkook, gadis itu melihat ada keberanian dan kenyamanan yang amat sangat..
" a.. Gwenchana.. " jawab Sojung, semua orang di dalam ruangan itu menatap mereka berdua. Dokter Kim masih terus tersenyum, ia memperlihatkan lesung pipinya yang begitu manis, sedangkan Mirae? Akh, dia tentu saja sedang terkekeh saat melihat Sojung begitu gugup didepan laki-laki itu.
" Jinja? Kau baik-baik saja? " tanya Jimin lagi dengan nada khawatir..
" Ne.. Aku baik-baik saja.. " jawab Sojung lagi, Jimin tersenyum..
" Baiklah... " katanya
Ia menggendong Sojung
" Kyaaa... " Sojung berteriak, Jimin sangat nekat. Ia menggendong tubuh gadis itu dan membawanya ke kursi roda, lalu perlahan mendudukan Sojung disana..
" Kau membuatku.. Ingin lebih jauh mengenalmu.. " bisik Jimin ditelinga Sojung.
Ohh, tidakk....  Wajah gadis itu sudah sangat memerah seperti tomat...
" Harusnya jangan perlihatkan adegan itu didepan kami.. " Ucap Dokter Kim dengan gugup, Mirae menutup wajahnya..
" aa.. A,.. Aku.. "
" Aku hanya membantunya.. Itu saja" Jimin memotong pembicaraan Sojung..
" Wajahmu... Kau terlihat jelek sekali seperti tomat busuk... Hahahahaha" seru Mirae, seketika semua orang didalam ruangan tertawa..
" YA, kau ini.. " bantah Sojung kesal, dia sangat malu sekarang ini.
" ah, Mianhe.. " kata Mirae lagi, ia masih terkekeh.
" Baiklah, aku akan menulis resep untuk Nona Jeon.. Nanti tebus obatnya dan minum dengan rutin. Kau harus kembali ke rumah sakit sebulan sekali untuk check up.. " ucap Dokter Kim sembari menahan tawa, Sojung sangat lemas..
" Ne.. " ucap Sojung dengan suara lemas.
" Baiklah, biarkan Tuan Park ikut dengan ku.. " Dokter Kim membawa Jimin ikut bersamanya dan meninggalkan Sojung dengan Mirae berdua..
Tawa Mirae pecah saat itu...
Sojung benar-benar kesal, ia masih tak percaya kenapa kejadian macam itu harus dilihat orang lain. Ia masih malu..
" Kau tahu, kau tadi itu terlihat sangat memalukan... Hahahahaha.. " Mirae masih tertawa
" bukan memalukan, aku.. Hanya.. Malu, sedikit.. " jawab Sojung, kini ia juga hampir tertawa.
" Hahahahaha, Sojung ah.. Itulah sebab nya aku bilang cari teman laki-laki, kau harus merasakan yang namanya Cinta.. " ledek Mirae, Sojung tak tahan mendengar lelucon sahabatnya itu.. Ia berdiri dan merangkul sahabatnya erat-erat.
" YA... " Mirae berusaha melepaskan diri.
" Kau selalu mengejekku karena aku masih sakit bukan? Makanya, rasakan ini.. " ia masih mengapit leher Mirae dengan lengannya, Sojung bahagia kalau sekarang kondisinya sudah sedikit membaik, ya setidaknya ia masih mampu berjalan.
" Sojung ah, lepaskan aku.. " seru Mirae
" Aniya.. Sebelum kau berhenti meledekku" kata Sojung sambil tertawa
" bukankah aku sudah berhenti meledekmu.. " balas Mirae tak mau kalah.
" aigoo sahabatku ini... " Sojung melepaskan Mirae..
" araseo.. Araseo..." ucap Mirae sambil merapikan rambutnya yang berantakan karena ulah Sojung.
-----------------------------------------------------
Sudah beberapa hari Jungkook kembali ke rumah Sojung, tapi ia sama sekali tak melihat gadis itu. Dalam hatinya ada kekhawatiran, ia merasa ada yang tidak beres setelah beberapa kali mendapatkan kabar dari tetangganya kalau gadis itu tak pulang ke rumahnya seminggu ini. Jungkook juga sempat pergi ke tempat kerja Sojung, tapi toko bukunya juga sudah tutup selama seminggu. Ia terus duduk termenung disudut kamarnya, ia menatap keluar jendela, dikepalanya terus terputar cerita pertemuan pertama mereka seminggu yang lalu. Jungkook merasa ada sesuatu yang melekat pada diri gadis itu hingga membuat nya tak bisa tidur setiap hari, ia tak yakin kalau itu bukan hanya sekedar rasa rindu. Sudah 3 hari Jungkook pulang kerumah asalnya, rumah yang begitu membosankan dan penuh dengan kebencian. Jungkook bahkan tak enak makan dan tidur selama dirumah, tak ada orang yang bisa diajak bicara, tak ada orang yang bisa diajak bertukar pikiran, dan tidak ada orang yang begitu mempedulikannya. Saat dirumah, pria itu terus terbayang-bayang sosok ibunya.. Ibu kandung yang selalu mencintai dan mempedulikannya saat dulu. Sejak ibunya pergi, rumah itu menjadi hampa, tak ada lagi kebahagiaan dan kehangatan yang Jungkook rasakan dirumah itu.
Ceklekkk..
Suara pintu kamarnya dibuka, Jungkook menoleh. Seorang pelayan rumah itu berdiri didepan pintu kamarnya sambil tersenyum..
" Tuan Jeon, Nyonya ingin makan malam bersama. Semuanya sudah siap dibawah, tinggal Tuan yang belum turun" katanya dengan sopan, Jungkook menghela nafas dan menunduk..
" Aku tak nafsu makan, bilang saja aku sedang sakit.. " Jungkook menjawab sambil terus termenung..
" Ta.. Tapi, ayah Tuan akan segera sampai dirumah 5 menit lagi. Beliau akan marah jika Tuan tak ikut makan malam.. " sambung pelayan itu lagi..
Jungkook benar-benar kesal sekarang, ia langsung bangkit berdiri dan bergegas turun ke bawah.
Pemandangan itu...
" menjijikan... " gumam Jungkook geram.
Di meja makan sudah tersaji begitu banyak menu tapi, Jungkook sama sekali tak berselera makan. Dihadapannya Yoongi sudah duduk dengan sopan, sikap nya yang begitu angkuh dan pendiam membuat Jungkook bersikap acuh tak acuh padanya. Dan Nyonya besar, dia sudah duduk di ujung meja makan dengan mengenakan gaun merah. Tak ada perbincangan dimeja makan itu saat menunggu ayahnya pulang...
" Selamat malam... Ayo makan bersama.. " suara ayah nya terdengar dari ujung pintu sana, ibu tirinya dan Yoongi berdiri menyambut ayahnya yang baru saja tiba dari Prancis, tapi Jungkook ... Ia bahkan hanya diam saja tanpa mempedulikan kedatangan ayahnya. Rasanya Jungkook begitu kesal setiap melihat ayahnya, entahlah tapi semua itu bermula dari saat ibunya meninggalkan rumah itu dan meninggalkan Jungkook.
" Jungkook ah... Kau tak mau menyambut ayahmu? " seru si Ibu tiri itu.
Jungkook menghela nafas dengan kesal, dan dengan sangat terpaksa ia berdiri dan menunduk lalu mengucapkan salam.
" Aigoo.. Anak bungsu ku kini semakin tinggi, " ayahnya menghampiri nya dan menepuk bahu Jungkook, namun pria itu masih saja terdiam tak merespon sama sekali.
" Jungkook ah... Ayah.. "
" tolong percepat makan malamnya, aku sedang tak enak badan... " baru saj ayahnya hendak memeluknya, tiba-tiba Jungkook memotong pembicaraan, mata nya sudah mulai berkaca-kaca, ayahnya tak tahu seberapa perih hati nya saat Jungkook menerima kasih sayang itu. Ia tak pernah peduli dengan ayahnya saat ayahnya tak pernah peduli dengan perasaan ibunya yang begitu ia cintai.
" Baiklah, Ayo makan..." ucap Ibu tirinya.
Jungkook duduk di kursinya, ia hanya fokus makan tanpa berbincang-bincang sedikitpun.
" Aku sudah selesai makan,... " ucap Jungkook, ia menyeka mulutnya dan berdiri..
" Tunggu.. Apa kau sama sekali tak rindu dengan ayahmu? Lalu bersikap tidak sopan seperti itu? " ucap Yoongi tiba-tiba.
Jungkook menoleh dan menatap kakak tirinya dengan kesal... Ia menggangguk
" Tak ada yang kurindukan lagi selain sosok ibu kandung ku.. " jawab Jungkook, air matanya sudah mengalir ke pipinya.
" Ya! " Yoongi kelihatannya tidak senang saat mendengar jawaban Jungkook..
" setidaknya kau hargai ibu tirimu ini atau ayah kandungmu.. " sambungnya..
" aku tak akan melakukan itu, kalau kau mau.. Silahkan lakukan sendiri Hyung" jawab Jungkook, tanpa basa-basi pria itu meninggalkan meja makan dan pergi.
" JUNGKOOK Ah... " jerit Yoongi marah, Jungkook tak mengerti kenapa hyung tirinya itu selalu terlihat kesal padanya.
" Biarkan saja, kita bicarakan nanti.. Lanjutkan makan malam mu.. " kata Ayahnya dengan suara agak kecewa, sementara itu ibu tirinya hanya diam saja tanpa berkomentar apa-apa..
Jungkook pergi ke kamarnya, ia menangis, ia merasa begitu lemah, ia tak berdaya..
" Ya Tuhan... " ucapnya sambil terisak, gambaran ibunya selalu membayanginya. Ia tak bisa berlama-lama diam ditempat ini, Jungkook merasa sangat terkurung dan depresi saat berada dirumah.
Ia mengambil ponselnya dan menelepon Seokjin..
" Halo.. " suara Seokjin terdengar dari ujung sana.
" Ne, Jin hyung.. Bisa kau jemput aku dirumah. Kita mampir ke SKY " kata Jungkook sambil berusaha menenangkan suaranya.
" Ya, kau pasti habis berkelahi lagi lalu menangis bukan? " tanya Seokjin
" ah... Aniya.. Aku hanya, sedang ada masalah.. " Jawab Jungkook, terdengar kalau Seokjin baru saja menghela nafas.
" Kau terlalu banyak masalah, baiklah.. Aku akan menjemput mu.. " kata Seokjin lagi.
" Mianhe Hyung.. " Jungkook sebenarnya tak enak bila setiap saat selalu merepotkan Seokjin, tapi apa boleh buat, tak ada yang pernah sependapat dia dirumah..
" Gwenchana... Kau seperti dongsaeng ku, sebentar lagi aku akan kesana.. Bersiap-siap lah.. " seru Seokjin dari kejauhan.
" Ne, terima kasih Hyung.. " Jungkook menutup telponnya, ia bergegas mengganti pakaian dan merapikan diri. Sebelumnya Jungkook mabuk sampai ketiduran di bar milik Taehyung. Entah sampai kapan ia melampiaskan rasa khawatir dan bencinya pada alkohol, dia belum menemukan penicilium yang akan membuatnya lupa akan kesedihannya. Bahkan, si gadis itu mulai menjadi candu nya.. Jungkook bertekad harus segera menemukan Sojung.. Harus!!!
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, suasana malam di SKY, bar milik Taehyung selalu ramai, dentuman musik memenuhi seluruh sudut ruangan. Seokjin, Jungkook, Taehyung, dan Namjoon berkumpul bersama-sama di sebuah ruangan khusus, menikmati 4 gelas Whiski dan bir lainnya.
" Ya.. Ya,, Jungkook ah.. Sudahlah.. Cukup... Jangan tambah lagi " Taehyung menggeser gelas bir didepan Jungkook.
" Ya, Kim bersaudara.. Bisakah kalian membiarkan aku bahagia sebentar? " keluh Jungkook setengah mabuk... Ketiga bersaudara itu saling memandang.

The Truth Untold ( Secrets )Donde viven las historias. Descúbrelo ahora