Chapter 4

4.9K 481 28
                                    

Langit Ibukota hari itu lebih cerah dari biasanya. Matahari begitu terik sampai membuat pemanggul di pasar bercucuran keringat.

Tawa sekumpulan wanita muda di toko pakaian mengundang decak kagum para laki-laki, ingin berkenalan tapi takut dituduh sebagai lelaki tidak punya moral. Wanita tua penjual buah di samping mereka hanya menggeleng melihat bagaimana tingkah anak muda sekarang.

Pelanggan kedai teh juga menambah riuh suasana saat mereka mulai bergosip.

Salah satu dari mereka menatap rekan-rekannya heran. "Hei, kemana pria tua Yamamoto? Biasanya dia akan tiba meracau di sini lebih dulu."

Pertanyaannya membuat semua orang di meja bundar itu juga ikut bingung. Semenjak pria itu kehilangan pekerjaannya, dia tidak lagi betah di rumah, berkumpul di sini dan bergabung dengan mereka menghabiskan waktu adalah kesenangannya. Meski mereka tidak tahu apa pekerjaannya, mereka tahu Yamamoto sangat kesal pada bosnya yang telah memecat pria tua itu.

"Tidak tahu. Aku juga tidak peduli. Dia selalu membuat keributan di sini. Telingaku sampai sakit mendengar umpatannya," ucapan salah satu dari mereka mendapat tertawaan dari yang lain.

Kegembiraan penduduk Ibukota itu berbanding jauh dengan keadaan di balik tembok tinggi. Suasana di Istana begitu mencekam, sepi dan sangat tenang, hingga suara yang bisa kau dengar adalah hembusan angin yang menyapu tanah.

Sama halnya di salah satu sudut terdalam Istana. Tempat ini sangat terpencil, hanya beberapa orang yang biasanya lalu lalang. Namun, kali ini berbeda, banyak pelayan yang berdiri di luar sebuah bangunan dengan perasaan was-was.

Suara pintu berderit membangunkan pikiran liar mereka. Ingin sekali tahu apa yang terjadi di dalam sana, namun tentu saja itu tidak mungkin.

Kaisar keluar dari sana bersama seorang penjaga.

"Urus dia, jangan sampai dia mencoba bunuh diri. Dia tidak boleh mati sebelum Kaisar ini mengizinkan."

"Baik, Yang Mulia!" Suara penjaga itu sedikit bergetar. Dia tahu jika Kaisar adalah orang yang tak kenal ampun, sangat kejam terhadap musuhnya. Tapi ini pertama kalinya, dia menyaksikan sendiri bagaimana brutal Kaisar menyiksa tahanan mereka. Meski orang itu telah mengakui segalanya, Kaisar tetap tidak membiarkannya mati. Tetap hidup, bahkan setelah Kaisar memaksanya meneguk racun yang bisa menimbulkan rasa sakit luar biasa. Rasanya mati pasti lebih baik.

Kaisar berdiri di sana memandang langit biru. Dia tidak tidur semalaman. Tidak bisa. Akashi terlalu marah, terlalu sakit.

Kuroko sempat sadar tadi malam, hanya untuk berteriak kesakitan, lukanya terbuka lagi setelah dia meronta, menolak meminum ramuan obat dari Tabib dengan segala cara. Sampai pemuda biru muda itu pingsan kehabisan tenaga. Beruntung lukanya tidak mengenai bagian vital.

Tapi, membayangkan bagaimana tubuh Kuroko yang dinodai darah, tubuh yang sudah pucat itu semakin pucat membuat Akashi kembali geram. Aura membunuhnya pasti terlalu kuat sampai para pelayan termasuk Nijimura ikut merinding.

Beruntung keadaan mereka terselamatkan ketika seorang pelayan berlari ke arah mereka, membungkuk di depan Akashi. "Yang Mulia! Kuroko-sama sudah sadar!"

Kabar itu membuat Akashi keluar dari kondisi termenungnya, segera melangkah lebar meninggalkan tempat terkutuk itu. Tapi, langkah Akashi terpaksa terhenti saat Nijimura mengejarnya.

"Yang Mulia! Sebaiknya Yang Mulia berganti pakaian terlebih dulu."

Akashi melirik ke arah pandangan Nijimura. Terdapat noda darah di lengan kanan pakaian Akashi. Kaisar berdecak sebal. Mungkin terlalu bersemangat melampiaskan kekesalannya sampai ia tak menyadari darah tikus busuk itu mengenai pakaiannya.

Emperor's LoverWhere stories live. Discover now