7- Hanya Parasit

4.6K 512 16
                                    

"Aku pernah bertanya mengapa hidupku begitu menyedihkan. Sampai akhirnya aku mendapat jawaban, bahwa aku harus berperang untuk menang."


***

Davka akan menjadi penonton setia setiap kali gadis berparas rupawan itu memimpin paduan musik marching band. Meski tanpa gaun gitapati dan sepatu khasnya, menurut Davka Rhea tetap terlihat cantik. Di bawah pohon rindang pinggir lapangan, ia duduk tenang, merekam setiap pergerakan gadis itu dengan netranya.

Seulas senyum tersungging di bibir Davka tatkala Rhea berkacak pinggang, menegur para anggota tim marching band yang tidak serius latihan. Gadis pemarah itu sudah Davka pastikan akan mencakar lawan bicaranya tak lama lagi. Hampir dua tahun menjadi teman sebangku Rhea membuat lelaki itu cukup hafal tentangnya. Bukan hanya teman sebangku, dia bahkan masuk list paling atas korban amukan Rhea setiap hari.

Davka mengeluarkan handphone dari saku celananya lantas mengabadikan setiap gerakan yang Rhea lakukan. Puas mengambil gambar, Davka kembali mengantongi handphone-nya. Gemuruh dari langit membuat Davka mendongak ke atas. Bisa ia lihat langit mulai menghitam tanda sebentar lagi akan turun hujan.

Para pemain marching band tampak sudah menyelesaikan latihan mereka. Davka bangkit dari duduknya, memasang senyum kala Rhea semakin mendekat. Ia memang sengaja duduk di tempat Rhea meletakan tasnya tadi, sekalian menjaga takut ada yang menjaili.

"Udahan, Re?" tanya Davka saat Rhea berada di sampingnya untuk mengambil tas. Rhea hanya membalas pertanyaan Davka dengan deheman singkat.

"Mau hujan, lo naik bus?"

"Ya."

"Bareng gue aja yuk. Udah sore juga ini," tawar Davka sungguh-sungguh. Rhea yang sedang minum tersedak minumannya seketika. Ia memandang Davka dengan tatapan memicing. Davka yang ditatap seperti itu mengalihkan pandangan sebab tak nyaman.

"Lo nawarin gue pulang bareng?" Davka mengangguk. Rhea menarik sebelah ujung bibirnya ."Kayaknya lo lagi demam." Gadis itu menyampirkan tas di kedua bahunya lantas berjalan santai meninggalkan Davka.

Masih berdiri di tempat, Davka menyentuh kening dan lehernya. "Nggak panas kok," gumam lelaki itu pelan. Ia mengendikkan bahu tak acuh lantas beranjak pergi mengambil mobilnya di tempat parkir.

***

Langit mulai meluruhkan bulir air hujan. Rhea berdecak pelan di halte depan sekolah sebab belum ada bus yang lewat. Hawa dingin menusuk indranya meski baru hujan gerimis.

"Sendirian aja, Neng?" Rhea terlonjak kaget saat seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya, mencolek dagunya tanpa aba-aba. Sontak gadis itu berdiri dari tempatnya dan melangkah menjauh.

Seorang pria dewasa yang tadi dengan tidak sopannya mencolek dagu Rhea menyemburkan tawa. Urakan dan tidak memiliki etika, sekiranya begitu penilaian Rhea mengenai pria dewasa itu. Dari penampilannya saja sudah Rhea pastikan jika orang itu sedang mabuk berat.

Rhea berdiri cemas di pinggiran halte. Seandainya tidak hujan, ia pasti sudah pergi sebab takut pria mabuk itu akan macam-macam dengannya.

"Sini Neng, temenin Abang duduk," ucap si pria dewasa sembari menepuk bangku kosong di sebelahnya. Rhea tak menggubris, ia semakin merasa cemas.

Tanpa Rhea sadari, pria itu berjalan mendekat dan memegang bahu Rhea. Terkejut dengan gerakan pria itu, Rhea menjerit. Ia berlari menerobos hujan berniat kembali ke gedung sekolah.

NeglectusWhere stories live. Discover now