15. Gadis penyelamat

8.3K 1K 14
                                    


Waktu berjalan begitu cepat bagi banyak orang. Tapi tidak dengan Alya. Hari-hari yang dilewatinya kini terasa begitu berat dan melelahkan. Harusnya tidak. Karena dia sudah di bebas tugaskan dari kerja part time nya.

Tapi aktivitas di kampusnya sehari-hari lebih menguras energi fisik dan batinnya. Tahu kan? Dia harus mengikuti Abimana ke mana pun selama waktu luang. Bahkan ketika dia seharusnya pulang kampus. Dirinya di tahan lebih dulu oleh Abimana.

Laki-laki itu begitu hobi membuat Alya kewalahan. Mulai dari menyalin tugas juga mencari semua keperluan dan keinginan laki-laki itu selama di kampus.

Katakanlah Alya bodoh, karena memang itulah kenyataannya.

Tersenyum miris, Alya membiarkan Abi duduk di sebelah kanannya. Dia sedang berada di kantin seperti biasa. Dan menjadi satu-satunya wanita yang di pandang iri oleh sebagian mahasiswi.

Bagaimana tidak, dia kini menjadi bagian dari The Most Wanted.

Bukan bagian sih, lebih tepatnya hanya berada di antara mereka, lagi-lagi karena Abi tak sedikitpun membiarkannya menjauh dan pergi.

Alya menggigit bibirnya kesal. Sudah satu jam dia duduk ber-enam dengan Abi, Rey, Widi, Ben, dan Randi. Randi yang beberapa waktu lalu masih memandangnya sinis dan tak suka, kini sudah tidak lagi. Mungkin karena terbiasa dengan kehadiran Alya di antaranya.

Alya yang dulunya dan sampai saat ini enggan menjadi pusat perhatian. Kini dia justru jelas-jelas menjadi pusat pandangan semua mahasiswa yang akan memasuki area kantin.

Mendengkus kesal, Alya meminum orange jus di depannya. Tidak ada kegiatan apapun dan dia tidak bisa berbuat apapun. Hanya sesekali menyahuti obrolan yang menurutnya tidak penting.

Mengatupkan bibirnya rapat, Alya mengaduk-aduk orange jus miliknya. Memelototinya seolah air berwarna dalam gelas itu akan menghajarnya.

"Kau bosan," bisik Rey di sebelah telinga Alya. Laki-laki itu duduk di sisi kiri Alya.

Alya memiringkan kepala. Masih dengan bibir yang terkatup, dia mengangguk mantap.

Rey terkekeh pelan, lalu menyodorkan sepotong roti ke arah Alya.

Alya hanya mengangkat alisnya. Dia tak menginginkan sepotong roti, dia hanya ingin pergi. Dan dia hanya ingin bertemu Dikta. Sudah lama dia tak bertemu dan berbincang dengan laki-laki itu.

Dikta selalu terlihat menghindarinya. Dia hanya sesekali terlihat lalu menghilang sebelum Alya mendekati.

"Ini roti kesukaanmu kan?" gumam Rey lirih, mulai membuka pembungkusnya.

Seolah teringat sesuatu, Alya segera merebut potongan roti yang siap dilahap oleh Rey. "Jangan dimakan, buat aku aja." ucapnya sembari mengembangkan senyum.

Ditatapnya roti itu penuh perhatian, mengingat kembali saat terakhir dia bersama Dikta, berbagi sepotong roti vanilla. Hingga tanpa sadar, wajahnya memanas dengan semburat merah muda yang menjalari pipi.

"Dimakan." perintah Rey. Menunjuk roti dalam genggaman Alya yang hanya di diamkan saja.

"Di makan nanti saja." gumam Alya sembari menggeleng. Menutup kembali plastik pembungkusnya dan segera di masukkan ke dalam tas.

Rey menautkan alisnya, memandang aneh ke arah Alya. "Kenapa?"

Senyum Alya mengembang, menepuk pelan sebelah pipi Rey. "Makasih kak."
Roti vanilla kesukaan Dikta. Berharap dia bisa kembali memakannya berdua dengan laki-laki itu.

Alya memang kekanakkan dan konyol.

Menguap lebar, Alya menutup mulutnya dengan punggung tangan kiri. Memandang bosan ke arah semua laki-laki di sekitarnya. Ben dan Abi sedang asyik main catur. Randi dan Widi terlibat obrolan yang sepertinya seru. Tapi tidak untuk Alya.

Beside Love -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang