Kath, I Love You #9

13 3 0
                                    

Aku menyudahi ciumannya yang semakin turun kebawah. Tidak mungkin kalau kami melakukannya dalam keadaan seperti ini. Diluar teras dengan semilir angin malam yang lumayan menusuk tulang. Sembari membantu Justin menggeret 2 kopernya kedalam rumah, Justin masih saja mengaitkan tangannya padaku. Setelah aku menutup pintu rumah ini, aku langsung ingin beranjak menuju dapur untuk membuatkan Justin makan malam. Baru saja berbalik badan, Justin langsung menggendong tubuhku menuju sofa ruang tengah. Dia membaringkan tubuhku disana, menciumi bibirku secara perlahan sambil melumatnya penuh sayang. Menunjukkan kalau kami saling merindukan satu sama lain. Aku merasakan dia tersenyum dalam ciumannya. Aku tak ingin permainan ini semakin menggila. Kami sama-sama lelah. Aku baru pulang dari Mall dan Justin baru sampai dirumah setelah tour konsernya. Aku langsung menyudahinya dengan mendorong pelan tubuh Justin dari atasku. Baru saja ingin berdiri, tapi dia malah menarikku lagi. Dasar Justin.

"Mau kemana? Aku masih merindukanmu..."Ucapnya agak pelan.

"Aku ingin ke dapur. Aku akan membuat makan malam untuk kita. Aku tau kau lelah dan aku juga agak lapar"jawabku

"Oh baiklah, aku ikut ya? Hihi"Ucap Justin sambil menderetkan gigi putihnya.

"Tidak. lebih baik sekarang kau keatas dan mandi. Aku sudah menyiapkan piyama baru untukmu"Jawabku agak tegas.

"Baiklah nona"

Aku tidak memasak sesuatu yang sangat spesial malam ini. Hanya nasi goreng kesukaan Justin. Mom Pattie yang mengajarkannya langsung padaku. Aku langsung mengambil beberapa buah sosis, bakso, dan daging asap dari dalam kulkas lalu mulai memotongnya satu-persatu. Sembari mengaduk nasi goreng yang mulai mengharum didalam wajan, aku merasakan tangan seseorang melilit diperutku dengan deruan nafasnya yang tidak asing bagiku. Ternyata pria itu sudah selenai mandi. Aku merasakan rambutnya yang agak basah itu. Tapi tunggu, kenapa dia belum memakai baju? Dan kenapa handuk itu masih melilit di pinggangnya? Oh tidak, jangan sampai aku terbuai hanya karena ini. Setelah selesai menghidangkan makan malam di 2 buah piring, aku langsung menyingkirkan tubuhnya dari hadapanku dan berjalan menuju meja makan sambil membawa kedua makanan ini.

"Justiiinnn... Kenapa kau tidak memakai baju?"Ucapku sambil menekuk wajah.

"Aku pikir kau akan tergoda dengan ini"Jawab Justin dengan nada polosnya

Ya Tuhan, dia pikir aku ini seorang hyper sex begitu? Sampai melihat lelaki tidak memakai pakaian saja bisa lumpuh. Ah tidak mungkin, paling Justin yang akan tersiksa jika melihatku berbusana minim. Lihat saja kejadian yang lalu-lalu. Mana pernah dia melewatkan kesempatan yang menurutnya emas itu? Huh..

Beberapa saat setelah membujuknya untuk memakai baju dan menghabiskan makan malam, kamipun langsung menuju kamar untuk istirahat. Justin lebih dulu berlalu sementara aku mencuci piring kotor tadi. Dengan langkah agak gontai aku berjalan menuju kamar. Saat membuka pintu, tak ada cahaya lampu terang diatas langit-langit plafon ruangan ini, hanya sedikit cahaya dari lampu meja yang berada dibalik kap cantik dipojok. Justin tidur tanpa menggunakan selimut, kurasa dia merasa kegerahan. Kulihat samar-samar matanya yang sudah terpejam. Nyenyak sekali tidurnya. Dia tidur menghadap kearahku dengan menaruh lengan kekarnya diatas bantalku. Kurasa dia ingin aku tidur disana. Manis sekali Justin. Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung merebahkan tubuhku diatas ranjang dan langsung saja dia mendekap tubuhku semakin erat. Kurasakan hembusan nafasnya yang tenang menerpa wajahku.

Baru beberapa menit memejamkan mata, perutku terasa mual lagi seperti tadi siang. Tapi sepertinya ini lebih parah. Langsung aja aku berlari menuju kamar mandi diruangan ini. Dan mengarahkan wajahku ke wastafel. Aku tidak memuntahkan sesuatu yang 'berat', hanya air. Tapi kenapa ya rasanya sangat tidak enak. Aku merasakan sebuah pijatan kecil ditengkuk leherku. Justin langsung berada disampingku sambil mengelus punggungku juga. Kurasa tadi dia juga ikut terbangun saat aku berlari. Tanpa mengucap kata, Justin langsung menggendong tubuhku keatas ranjang. Menyalakan lampu ruangan ini dan mengambil minyak kayu putih yang berada diatas meja. Sembari membuka kancing piyama tidurku, dia menumpahkan beebrapa tetes minyak itu ke telapak tangannya dan mengusapnya secara perlahan diatas perutku dan sedikit di bagian dada. Rasa mual yang tadi melanda jadi terasa agak ringan saat ini.

"Sebenarnya kau kenapa? Tadi siang kau juga muntah-muntah kan?"Tanya Justin dengan nada & ekspresi khawatir.

"Aku juga tidak tau Justin, mungkin karena setelah makan aku langsung tidur. Makanya jadi begini"Ucapku lemah.

"Aku panggilkan dokter sekarang ya. Aku takut terjadi sesuatu padamu"

"Tidak usah Justin, aku baik-baik saja. Mungkin cuma masuk angin atau kecapean. Besok kan masih ada waktu, lagipula ini sudah malam"Jawabku mengelak.

"Tidak, pokoknya kau harus diperiksa, kau tunggu disini ya. Aku kebawah dulu untuk mengambil telfon"

Baru saja aku ingin menghalanginya, tapi dengan gerak cepatnya itu aku jadi tidak bisa melakukannya. Sambil memijit keningku, aku jadi berpikir. Sudah beberapa hari ini tubuhku terasa tidak enak. Jadi mudah capek, susah makan, dan mual-mual seperti tadi. Tubuhku juga terasa mengeluarkan keringat dingin. Ah, semoga semuanya baik-baik saja.

Tak berapa lama Justin kebawah untuk memanggil dokter, dia kembail lagi ke hadapanku.

"Sebentar lagi dokternya akan datang. Kau tenang saja ya"Ucap Justin langsung mencium kening dan bibirku.

Aku hanya menjawabnya dengan anggukan lemah. Justin memanggil kedua pembantu rumah ini untuk membuatkanku teh manis hangat dan menyiapkan minuman ringan untuk dokter sekaligus tamu kami. Sembari Justin merapihkan anak rambut yag menerpa wajahku, bel rumah ini pun berbunyi. Itu pasti sang dokter. Justin langsung berdiri dari tempatnya dan membuka pintu kamar kami. Rupanya dokter yang bernama Esther itu sudah berada diambang pintu bersama satu perawatnya. Pembatu kami yang membukakan pintu. Dengan senyuman ramahnya dokter itu menyapaku. Justin berada dibelakang dokter Esther sambil menatapku untuk meyakinkan. Suster itupun langsung mengeluarkan stetoskop dari tas yang dibawanya dan diberikan kepada dokter Esther. Dengan telaten, dia mulai memeriksa semua bagian tubuhku. Mulai dari perut, dada, sampai kepala.

"Apa yang kau rasakan Mrs?"Tanyanya pelan.

"Agak pusing, dan badanku terasa dingin."

"Ada yang sakit?"Tanyanya lagi

"Tidak ada. Hanya saja perutku tidak enak. Mungkin karena sudah 2 kali muntah"Jawabku.

"Apa ini sakit?"Tanyanya sambil menekan pelan perut bagian bawahku.

"Seperti ada yang mengganjal"

Dokter itu langsung tersenyum setelah memeriksaku. Entah apa maksudnya. Sambil mengambil pulpen dari kantong jas putihnya yang feminin itu, dia mulai menuliskan sesuatu ke secarik kertas.

"Selamat ya, kau positive hamil. Usianya sudah hampir 1 bulan. Ini ada resep untukmu dan beberapa vitamin yang harus kau minum malam ini. Jangan terlalu lelah dan banyak pikiran. Besok kau datang saja ke rumah sakit ini. Tidak jauh kok."

Mataku dan Justin sama-sama membulat. Kami tersentak. Terkaget juga. Kami saling menatap seperti mungkinkah?

Kath, I Love YouWhere stories live. Discover now