Buka Segel

609 22 0
                                    

Ini sudah hari kesepuluh sejak pernikahan Aldrian dan Tania. Masa cuti kerja Aldrian pun sudah habis. Mertua sudah pulang kampung dengan membawa bukti sah keperawanan menantunya. Alangkah bahagianya mami mertua mendapatkan kenyataan anak semata wayangnya dapat gadis baik-baik. Tapi setahu dia anak bujangnya memang baik. Gak tahu kalau di belakangnya.

Tinggal Tania sendiri di apartemen. Tak kenal tetangga kiri-kanan karena dia belum sempat say hello ke mereka. Lagipula penghuni apartemen pergi subuh pulangnya tengah malam. Tania juga gak habis pikir pekerjaan seperti apa yang tak kenal waktu istirahat begitu. Jadi dia berpikir apakah Aldrian juga seperti itu?

Dulu waktu jadi maid Tania suka gak tahu Aldrian pulang jam berapa karena dia sudah keburu tidur. Duh, Tania jadi suntuk. Kuliah pun sedang cuti. Aldrian memintanya cuti satu semester ini. Sebagai istri yang nurut suami Tania mengiyakan saja. Toh dia sudah menyelesaikan hampir semua beban SKS kuliahnya. Tinggal mikir buat proposal dan lanjut skripsi. Jangan lupakan praktek kerja lapangan ya. Hampir lupa. Dan itu dimana? Aldrian menawarkan di kantor tempat dia bekerja. Dia belum memutuskan karena Tania belum begitu tahu kantor suaminya itu bergerak di bidang apa. Aneh kan? Seorang istri tidak tahu suaminya kerja apa. Dalam hati Tania berharap suaminya bukanlah seorang koruptor atau apa mengingat kekayaannya banyak banget menurut Tania.

"Ini surat-surat beberapa simpanan harta kita. Ada juga simpanan logam mulia di bank. Kamu simpan baik-baik ya." kata Aldrian waktu itu. Mereka baru saja mengarungi samudra suami istri yang paling menghanyutkan. Aldrian memanfaatkan kesempatan pertamanya dengan sebaik-baiknya. Ba'da Isya sampai hampir tengah malam mereka lakukan. Tania berusaha mengimbangi. Toh dari segi tenaga dia juga gak kalah, masih muda belia. Bak bunga, Tania ada dalam fase mereka-merekahnya. Istrinya yang masih setengah lemas habis olah raga malam dibuat bingung oleh banyaknya tumpukan surat-surat berharga milik suami. Aldrian memangku Tania sambil tangannya menyusun lagi tumpukan-tumpukan surat yang sedikit berantakan.

"Banyak banget, Mas..udah dikeluarkan zakat nya belum? " tanyanya polos membuat suami terdiam lama.
"Zakat? Apa itu?"
Tania menarik selimut menutupi badannya yang polos kemudian berbalik ke Aldrian.
"Zakat itu bagian harta yang harus dikeluarkan. Gunanya untuk membersihkan harta dan membuatnya lebih berkah."
"O.. Pajak ya. "
"Bukan. Pajak beda dengan zakat. Kalau zakat dikeluarkan jika harta sampai nisab atau ukuran wajib zakatnya, terus udah setahun, dikeluarkan dua setengah persen aja. "
"Hehee, banyak yang belum Mas tahu. Kamu atur aja ya.."
Sampai disitu aja percakapan malam itu. Tania belum menanyakan apa kerja sang suami. Terus terang dia sungkan. Dia menunggu Aldrian yang mengatakannya sendiri.
"Duh, ngapain lagi ya? Kerjaan udah semua. Sepi..Mas kok gak nelpon?" Tania berbaring di kursi sambil memperhatikan layar ponsel yang hitam tanda tak ada notifikasi masuk.
"Kalau ditelpon boleh gak ya? Ganggu gak ya? Duh.. " Tania galau sendiri. Akhirnya dia mengalah. Rasa rindu pada suami tak bisa ditahan lagi. Beda banget sebelum menikah. Dulu dia biasa saja dengan ketidak hadiran Aldrian di sekitarnya. Tak ada keinginan menggebu dan menarik perhatian pria gagah itu. Tapi kok setelah buka segel bersama Aldrian Tania jadi gak bisa jauh terlalu lama. Salahkan saja hormon. Gerutu Tania dalam hati.
Tania menelepon Aldrian. Panggilan pertama langsung diangkat. Tapi kok suara cewek? Tania memeriksa lagi ponselnya. Kali aja salah pencet. Tapi enggak. Mas suami sayang adalah nama kontak yang ditujunya.
"Halo, dengan siapa ini? " suara serak seksi itu terdengar lagi. Tania jadi bingung. Kok Aldrian gak ngesave namanya?
"Eum, bener ini nomor Mas Aldrian?"
tanyanya ragu.
"Bener, anda siapa? Kalau gak penting sata tutup ya. "
"Yang punya telpon mana? Kok anda yang ngangkat? " Tania masih penasaran kenapa ponsel suami ada di cewek.
"Pak Aldrian lagi ada urusan dan maaf tidak bisa diganggu. Sore. " Bunyi klik mengagetkan Tania.
"Urusan apa? Kenapa cewek yang ngangkat? Sebegitu sibuk kah dia?" Seribu tanya menghinggapi benaknya.

Menjelang Isya Aldrian baru pulang. Tania lagi berada di kamar ketika suaminya itu datang.
"Loh, Mas Tania gak denger bel. " katanya sambil mencium tangan suami dan mengambil tas kerjanya yang kemudian diletakkan di meja kecil si kamar. Aldrian langsung memeluk istrinya itu dari belakang. Diendusnya belakang telinga Tania sampai sang istri menggelinjang kegelian.
"Kangen kamu.. " bisiknya. Tania ingat kejadian saat dia menelpon suami.
"Kangen tapi gak pernah nelpon." cibirnya. Aldrian tersenyum.
"Kerjaan numpuk sayang, kalau gak buru-buru dikerjakan ntar aku pulang larut malam. Makanya aku jor-joran."
"Sampai ngangkat telpon orang lain? "
Aldrian membalik badan istrinya.
"Kamu tadi nelpon? " Tania mengangguk dan ada sedih di matanya.
"Hei, kenapa diam aja? Kamu tadi nelpon? "
"Iya, tapi yang ngangkat cewek."
Aldrian tercenung sejenak. Apakah dia berterus terang tentang siapa dirinya? Ah, dia belum siap memberitahukan siapa dia. Dia tak mau istrinya berubah. Dia ingin Tania tetap seperti ini.
"Teman kantor. Aku tadi ninggalin ponsel di ruangan." jelasnya singkat. Tania sebenarnya masih mau bertanya tapi kasian suami baru pulang ditodong gitu. Dia masih mau nanya kenapa gak ada namanya di ponsel suaminya. Kan bisa saja dibuat istriku, sayangku, atau Tania aja cukuplah. Itu yang bermain di pikiran nya.
"Kamu masak apa? Mas lapar. " Aldrian melepas pelukan.
"Oh, iya, Tania masak ayam sambel sama capcai, tapi mandi dan sholat Isya dulu ya, baru kita makan. " tawarnya. Aldrian tersenyum.
"Baik Nyonya Aldrian." Tania mencubit manja sang suami sebelum beranjak keluar kamar. Ah, setelah lepas segel dia sangat takut kehilangan suaminya itu.
"

MAiD ANtI MaiNSTreaMحيث تعيش القصص. اكتشف الآن