17. Curiga

361 39 4
                                    

Gratisan sudah menjadi daya tarik legendaris bagi masyarakat Indonesia, apalagi jika gratisan tersebut bisa mengenyangkan dan menyenangkan perut. Seperti halnya tim pemenang Rehan, yang sudah berdesakan mengantri nasi Padang Mpok Koret. Bukan citra rasanya yang mereka rasakan, tetapi kegratisannya yang tidak membuat mereka susah-susah mengeluarkan selembaran uang.

"Mpok nasinya yang banyak ya, ditambah paha satu,"

"Pahanya siapa yang sedang kau cari Lee?" sambung Rehan pada temannya.

"Cewek mulus!"

Tawa dan canda, memenuhi seisi warung kecil yang tak henti-hentinya ramai pembeli. Warung Padang ini memang kecil jika dibandingkan dengan warung di sebelah kiri kanannya, yang umumnya sudah berkramik lantai. Tidak cukup jika semua pembeli memakan pesanannya di warung, jadi mpok Koret sudah menyediakan kursi-kursi kecil diluar warung untuk menambahkan tempat duduk untuk para pembeli. Warung boleh kecil, tetapi citra rasa masakannya harus oke.

"Mpok sedotannya udah habis, di buat mainan kapal-kapalan si Ucup," teriak salah satu tim Rehan.

"Ucup ntar lo jangan kabur dulu, bantuin Mpok nyapu warung!" jelas Mpok Koret marah.

"Ngenes gue dengernya Fa, udah kita yang traktirin makanan, kita juga yang disuruh bersih-bersih,"

"Itu sih elo bukan gue. Untung bulan kemarin kelas kita menang, dan satu kelas ikut makan bersama. Jadi ada sedikit keringanan dari duit kas untuk membayar makan ini,"

"Iye dulu untung, sekarang buntung. Apalagi jumlah kelas gue kan lebih banyak daripada kelas lo, banyak murid baru yang masuk dikelas gue," celutuk salah satu tim Rehan.

"Diam lo! Tuh urusin image lo, gentle kok makanya masih belepotan. Nasi tu sebelum dimakan dimasukin ke mulut bukan ke hidung," ledek Ucup yang melihat cara makan musuh bebuyutannya.

"Udah biarin aja Cup. Keluar aja Cup, di sini pengap,"

Karena tak kuat dengan suasana panas dan bau-bau kecut dari macam-macam jenis kelek di dalam warung, Fafa dan Ucup keluar dari dalam warung untuk menghirup udara segar di luar.

"Gue bisa mati keracunan kalau terus berada di dalam warung," umpat Rehan yang baru saja nongol membawa sate telur puyuh.

"Di dalam ada musuh, diluar ada musuh. Nggak rugi apa lo buntutin gue terus hah?" teriak kesal Fafa pada Rehan.

"Tenang... tenang... disini gue cuman mau berdamai, bukan mencari musuh," Rahan mengulurkan tangannya kepada Fafa, memintanya untuk bersalaman, "Roda kehidupan itu terus berputar, kadang diatas dan kadang di bawah. Kekalahan adalah hal yang sudah biasa dalam hidup, tetapi kekalahan adalah salah satu trik dimana seseorang akan memulai titik kemenangan,"

"Makasih sarannya," jawab judes Fafa.

"Kalau yang kalah adalah titik kemenangan, terus yang memang jadi apa? Titik kekalahan?"

"Yang menang harus bisa mempertahan posisinya lah Cup... Cup...,"

💕💕💕

Mata Rehan dan Fafa terus tertuju pada seseorang yang berjalan tak jauh dari tempat mereka berdiri. Sesekali Fafa mengedipkan salah satu matanya, membuat seseorang yang dituju memanyunkan sedikit bibirnya. Rehan melambaikan salah satu tangannya kepada mereka, membuat salah satu dari mereka menundukkan kepalanya.

Tanpa dipanggil, si guru Cinta Devan sudah nongol di hadapan Fafa dan Rehan. Membuat penglihatan mereka berdua untuk melihat seseorang tadi terhalang, karena tertutup badan besar Devan.

"Nggak mampir dulu? Mau makan nasi Padang nggak?" tawar Rehan pada Rahel dan Putri yang dari tadi dilihatnya.

"Eh Chika udah ada diparkiran tuh, gue duluan ya Hel," pamit Putri tanpa menjawab pertanyaan dari Rehan.

Ketua Kelas [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora