Satu

41K 2.6K 67
                                    

Taeyong terduduk lemah di sofa rumahnya. Begitu juga sang Ayah dan suara tangisan Ibunya yang berada di samping Ayahnya.

Ya, mungkin ini adalah pelajaran untuk mereka. Selama ini mereka terlalu angkuh. Membangga-banggakan harta dunia yang mereka miliki, sampai hingga pada saatnya mereka harus menjalani betapa kerasnya kehidupan.

Ya. Perusahaan milik Ayah Taeyong bangkrut karena di tipu oleh teman sang Ayah.

Taeyong perlahan berdiri dari duduknya dan berjalan ke lantai atas. Menatap kakinya yang serasa hampa.

"Sebentar lagi aku tak bisa tinggal disini." Gumamnya.

Ya. Karena memang rumah ini akan disita oleh pihak bank.

"ARGHHHHH... AKU BENCI INI."

Prangg

Taeyong menghempaskan pot bunga kaca yang ada di dekat tangga. Sedangkan sang Ibu hanya mampu menatap anaknya yang menangis di tangga.

---

Taeyong duduk diam di kursi kelasnya. Ya, sebenarnya hari ini dia terlalu malas untuk kuliah, tapi ia harus bekerja keras agar mendapatkan beasiswa.

"Hey, anak miskin."

Taeyong hanya diam dan fokus pada buku bacaannya.

"Huh, selain miskin kau juga tuli ternyata ya." Ejek orang itu.

Taeyong mendongak dan menatap datar musuh bebuyutannya.

"Hyerin, sebagai wanita kau harus jaga mulutmu." Ucap Taeyong.

"Heh? Menyuruhku menjaga ucapanku? Hahaha, aduh, kau lucu sekali Taeyong. Ah, apakah karena kau sudah jatuh miskin, kau jadi harus menajaga 'ucapanmu' begitu?" Hyerin nyolot.

Taeyong berdiri dari duduknya sambil menggebrak meja. Membuat Hyerin dan kedua temannya terperanjat kaget.

"Aku minta maaf jika kemarin aku sering mengganggumu dan mengejek pekerjaan Ayahmu. Sekarang aku sadar bahwa harta bukanlah segalanya." Ucap Taeyong dan kemudian merapihkan bukunya dan menyandang tasnya. "Jangan balas dendam padaku Hyerin, karena bagaimanapun juga aku ini Pria, dan aku sanggup memukulmu jika aku sedang kacau." Taeyong berlalu sambil menabrak bahu Hyerin kuat.

Ia berjalan menyusuri trotoar, berhenti di Halte dan duduk dalam diam.

"Taeyong."

Taeyong mendongak dan kembali menunduk saat melihat orang di depannya.

"Tolong jangan ganggu aku dulu hyung." Gumamnya pelan.

Johnny tak perduli dan berlutut di depan Taeyong, menggenggam tangan yang terasa dingin itu.

"Tae, aku bisa jadi tempat berbagimu." Bisik Johnny menyibak sedikit poni Taeyong dan menyadari jika temannya itu sedang menangis.

Taeyong perlahan meraih Johnny dan memeluknya erat. Johnny hanya terdiam dan mengelus pundak Taeyong saat ia mendengar suara isakan.

"Ya, seperti itu. Tak apa-apa, menangis bukan berarti kau lemah." Ucap Johnny dan balas memeluk Taeyong erat.

---

"Opening Restoran ini benar-benar berjalan lancar ya. Lihatlah tamu tak henti-hentinya masuk ke dalam." Ucap Ten kepada teman sekaligus atasannya. Jaehyun.

"Eum, semua ini berkat dirimu, kau sangat pandai mengatur dekorasinya, sehingga terlihat menarik." Ucap Jaehyun dan menyeruput Tehnya.

"Hehe, mana mungkin bodoh, kan modalnya dari uangmu."

"Uang bukanlah segalanya Ten, lagi pula nanti kau juga menggantinya kan." Ucap Jaehyun dan mengacak pelan surai Ten.

"Hei, jangan lakukan itu, susah mengurus rambutku tau." Kesal Ten menepis kuat tangan Jaehyun, sedangkan Jaehyun hanya terkekeh pelan. "Bagaimanapun juga, kau tetaplah Owner Restoran ini, sampai hutang-hutangku lunas."

"Ya ya, terserah kau saja kerdil."

---

Taeyong menatap fokus koran yang ada di depannya.

"Tae, apa yang kau lakukan?" Tanya sang Ibu dan Taeyong hanya mendongak sebentar.

"Mencari pekerjaan." Ucap Taeyong.

"Sayang, lalu bagaimana dengan kuliahmu?" Tanya sang Ibu yang ikut duduk di samping anaknya.

"Bu, aku akan kerja saat sore dan saat kuliahku sedang kosong. Ibu tenang saja, cita-citaku masih sama, ingin memiliki sebuah perusahaan." Ucap Taeyong mengelus pelan tangan Ibunya.

"Aku pulang."

Taeyong dan Ibunya menatap sang kepala keluarga yang masuk ke dalam rumah dengan wajah lesunya. Langsung ikut duduk di lantai yang hanya terdapat meja kecil terbuat dari kayu.

"Aku belum menemukan pekerjaan." Ucap Ayah Taeyong sambil melepaskan jas nya.

Taeyong merangkak pelan dan berhenti di samping Ayahnya.

"Ayah tak perlu bekerja, biar aku saja." Ucap Taeyong.

Sang Ayah menatap anak satu-satunya itu dan mengelus pelan kepala Taeyong.

"Kau sudah besar ternyata ya." Ucap sang Ayah dan Taeyong hanya terkekeh pelan.

TBC

Mr. Arrogant! [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora