Breath | 1

1K 89 23
                                    

Jimin mungkin bukan satu-satunya pria yang tidak suka gemerlap malam. Mungkin juga dia bukan satu-satunya pria yang disebut sebagai 'setengah pria' karena tidak pernah berani untuk cicipi segelas wine atau rokok. Jimin pernah diolok-olok semasa sekolah dahulu karena tidak mau dan menolak dengan keras ajakan untuk ikut tawuran bersama sekolah lain.

Namun, Jimin tak pernah menyesali perbuatannya selama ini meski banyak orang yang sering bahkan selalu mencemoohnya sebagai seorang pria penakut. Sebab, Jimin tahu kalau sebuah kebenaran itu terkadang tersembunyi di balik sejuta kesalahan yang terserak dan terberumbun, layaknya sebuah jarum di tumpukan jerami. Semua hal baik akan berbuah baik, begitu pun sebaliknya.

Jimin memang berusaha untuk selalu menjaga dirinya agar tidak rusak karena lingkungan pergaulan, tetapi meski begitu dia tidak pernah membeda-bedakan ketika hendak berteman. Karena Jimin percaya, berubah atau tidaknya seseorang itu ditentukan oleh pondasi keyakinan diri sendiri. Kalau dari pondasi saja sudah lemah, bagaimana nanti bila diterpa badai? Tentu akan jauh lebih ambruk lagi jika begitu.

"Jim, Bibi Heo tidak memasak apa-apa?"

Jimin meletakkan ponsel ke atas pangkuan selagi berbicara dengan Taehyung. "Tidak. Hari ini Ibu sedang buru-buru. Kau mulai lapar?"

Taehyung mengerucutkan bibir seraya mengangguk. "Iya. Aku ke sini kan, untuk makan."

Hwang Taehyung, pria berambut hitam kecokelatan yang suka seenaknya tiba-tiba datang ke rumah Jimin dan selalu punya motif sama ketika datang; jika ia lapar, maka ia akan main ke rumah Jimin. Taehyung mengacak rambut Jimin yang pagi-pagi begini sudah tertata rapi. Ia dan Jimin memang dekat sejak sekolah dahulu meski punya sifat yang bisa dibilang bertolak belakang.

Jimin menghempas telapak tangan Taehyung yang mengusak rambutnya dengan gerakan kasar. Tak lupa untuk beri tatapan tajam agar Taehyung sedikit ketakutan.

"Kau mau ke mana sih, Jim?" tanya Taehyung, senyum usilnya diterbitkan cuma-cuma untuk menggoda Jimin pagi ini.

"Tidak mau ke mana-mana," jawab Jimin, "tapi hari ini Rosé mau ke sini."

Taehyung memberi kode gerakan tangan mengibas pada Jimin agar sedikit bergeser dan menyisakan ruang untuk ia duduk bergabung di sofa. Setelah beberapa sekon terbuang, akhirnya ia menyahut, "Dia sungguhan mau ke sini? Tumben sekali, biasanya dia yang mengajak kita ke rumahnya."

Jimin kelihatan mengangkat bahu. Di antara dia dan Taehyung, memang hanya Rosé yang sedikit tertutup dan kurang suka bila diajak untuk pergi ke tempat-tempat ramai. Wanita berdarah campuran Australia dan Korea itu terkadang sulit ditebak, sulit pula dimengerti. Namun sosok Rosé yang penuh teka-teki begitulah yang berhasil menjadi daya tarik paling ampuh hingga dapat membuat dia dan Taehyung jatuh hati.

Jatuh hati dalam kamus bahasa Jimin dan Taehyung lagaknya sedikit berbeda. Jatuh hati bagi mereka adalah di mana sekumpulan seseorang akan saling menjaga dan mengasihi.

Mereka bertiga sebelumnya pun sudah sepakat untuk menjalin pertemanan tanpa dilandasi bumbu-bumbu picisan semacam percintaan. Mereka juga sudah bertekad ingin mematahkan anggapan bahwa di dalam persahabatan yang melibatkan lawan jenis akan selalu berujung pada kisah-kisah percintaan satu sisi atau yang lebih parah lagi adalah kisah cinta segitiga. Namun, tidak menutup kemungkinan jika tekad tadi sewaktu-waktu dapat runtuh, 'kan?

"Kenapa lihat-lihat?" tembak Jimin lekas, tatkala berhasil mendapati Taehyung terus menatap ke arahnya diam-diam.

Taehyung tersentak kecil. Selanjutnya ia menggeleng, lalu menyahut, "Tidak. Aku hanya sedang memikirkan Rosé."

[✓] BREATHWhere stories live. Discover now