Twopence Co., Ltd

10 2 3
                                    

"How?” tanya James yang datang menghampiri dari luar. “Do you get any answers from them?”

Cole hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Ia terus berjalan, meninggalkan sobatnya di belakang.

“Then,” James mengejarnya dari belakang. “What are you gonna do now?”

“Aku akan memikirkan hal itu nanti,” ujarnya. “Sekarang ada hal lain yang perlu aku urus.”

Cole melambaikan tangannya pada sebuah taksi yang lewat. Ia langsung masuk ke dalam mobil kuning itu tanpa mengucapkan selamat tinggal pada sahabatnya.

Bayangan James yang bergeming di tepian jalan menjauh dari pandangannya. Sesuatu yang mengejutkan terjadi saat ia bertatapan dengan supir taksi lewat cermin.

“Hola Amigo!” sapa supir taksi itu dengan riang. “Kau lagi rupanya!”

Bola mata Cole hampir saja berputar membentuk lingkaran. Ia bisa memprediksi kebosanan yang akan ia alami selama berada di perjalanan.

“Ini benar-benar ajaib.” ujar supir taksi itu tersenyum dengan senyuman lebar. “Aku rasa alam semesta memang sengaja mempertemukan kita kembali, Kawan,”

Indeed,” jawabnya singkat.

“Oh, ya, aku lupa memperkenalkan diri kemarin. Namaku Diego, kau bisa memanggilku Ego. Namamu Cole, bukan? Teman doktermu itu yang mengenalkanmu padaku.”

Nice to know you, Ego,” ucap Cole. “Apakah kau bisa mengantarku ke Twopence Co., Ltd?”

“Oh, perusahaan asuransi itu bukan?” sahutnya. “¿Quieres tomar dinero de tu esposa muerta?”

Ego tergelak untuk beberapa saat. Sampai akhirnya ia melihat air muka penumpangnya, dan mulai menyadari kalau leluconnya sama sekali tidak lucu.

Lo siento, Mi Amigo,” ucapnya dengan nada rendah. “Aku sempat mendengarberita soal istrimu dari teman doktermu itu. Aku tak bermaksud menyakitimu, cuma saja mulutku terkadang suka berbicara melewati batas.”

Cole menghela napas panjang, kali ini ia merasa iba pada pria botak itu. Sambil menggaruk belakang kepalanya, ia berkata,

“Tak apa-apa. Aku tak menyimpannya di dalam hati.”

Senyuman supir itu kembali berkembang. Selama sisa perjalanan mereka, Ego tak berbicara sepatah kata pun. Cole merasa senang akan hal itu, akhirnya ia bisa menutup mata dan beristirahat tanpa gangguan.

Oi, Amigo! Oi!”

“A … ada apa Ego?” Cole tersentak dari tidurnya. “Ada apa?”

“Kita sudah sampai, Kawan. Kau tidur pulas sekali seperti bayi tadi.”

“Oh,” Cole mengusap liur di tepi bibirnya. Ia memicingkan matanya pada angka yang bersinar di argometer dan berusaha mencari dompet di sakunya.

“No need, Mi Amigo!” ia menolak uang Cole. “This ride is on the house.”

Cole tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Ego. Ia berjalan masuk ke dalam bangunan bertingkat itu dengan tongkat penyangganya. Hal pertama yang ia lihat saat masuk ialah seorang wanita muda yang sedang sibuk mengecat kukunya.

“Halo,” Cole menghampiri wanita itu. “Saya ada janji dengan Mr. Eastwood.”

Wanita muda itu menatap Cole sinis,

“Lantai 12.”

“Oh, apa dia ada ...”

“Lantai 12,” tegasnya lagi.

Karbon MonoksidaWhere stories live. Discover now