Bandung, 1915
Keesokan paginya kami sampai di Bandung. Mataku tak henti memandangi setiap sudut kota Bandung. Begitu indah, bangunan bergaya Eropa di sepanjang jalan, toko-toko menjual berbagai barang indah yang aku saja tak berani membayangkan berapa uang untuk membayar barang-barang tersebut, banyak juga dokar yang tak kalah indah dengan yang aku tumpangi saat ini menyusuri jalanan kota.
Kota di pagi hari sangat ramai. Pribumi – pribumi di sini memakai pakaian yang bagus tidak selusuh seperti kami di Cianjur. Ku rasa kebanyakan pribumi di sini adalah pedagang dan pegawai pemerintah. Tak lupa dengan para noni cantik yang berlalu – lalang.
" Kota yang indah bukan? " aku mengangguk menyetujui pertanyaan Arabella.
Setelah menyusuri pusat kota, dokar berbelok memasuki kompleks perumahan di belakang sebuah taman.
Jalanan kompleks ini lebih lebar dan sepi dari jalanan di kota. Pepohonan rimbun di sepanjang jalan tertata dengan apik(13). Rumah – rumah kebanyakan bercat putih.
Akhirnya kami berhenti di depan sebuah rumah besar. Rumah paling mencolok diantara yang lain karena hanya rumah ini yang berwarna merah.
Kusir kuda membukakan pintu lalu membantu aku dan Arabella turun. " Nuhun(14) mang," ucapku yang hanya dibalas dengan anggukan singkat, sebelum aku benar-benar turun ia menatapku lama dengan pandangan yang tak bisa ku artikan, tapi aku tetap tersenyum karen Arabella sudah memanggilku, mungkin si kusir kelelahan karena perjalanan yang jauh, pikirku.
" Rumah ini akan menjadi tempat tinggalmu mulai sekarang, " aku mengikuti Arabella menyusuri setiap sudut rumah.
Rumah merah ini memiliki satu lantai, tapi sangat luas seperti terlihat dari luar. Sofa berlapis beludru terpasang di setiap sudut ruangan, ada juga meja kayu di tengah ruangan dengan hanya melihatnya saja aku sudah tau, itu pasti meja kualitas bagus tidak seperti di rumahku.
Aku tergakum memandangi perabot rumah, terutama lampu gantung yang ada di tengah ruangan. Terbuat dari kaca yang berkilau, sangat cantik tidak seperti lampu minyak yang ku miliki di rumah.
" Kau bisa mengagumi seisi rumah ini selama yang kau mau, tapi sekarang kau perlu beristirahat terlebih dahulu, " Arabella mengiring aku ke bagian barat rumah. Bagian ini berbentuk lorong panjang dengan kamar- kamar di kiri dan kanannya.
Pintu-pintu kamar tertutup, sehingga aku tidak bisa melihat bagaimana isi kamar-kamar ini. Arabella sampai di kamar paling pojok. Satu-satunya kamar yang pintunya terbuka, " Ini kamar mu. "
" Kapan kita akan bekerja? "
" Kau sangat semangat ya, Dewi? Saya suka, " jawabnya tersenyum manis.
" Tentu saja, saya ingin cepat mengumpulkan banyak uang! "
" Oh, tentu saja. Aku, yakin kau pasti akan cepat mendapat banyak uang, vrij. Sekarang, kau hanya perlu beristirahat karena pekerjaan mu akan dimulai nanti malam pukul 9, "
Arabella sudah akan beranjak meninggalkan ku, tapi tiba – tiba aku teringat sesuatu, ada yang janggal sedari tadi kami tiba. Rumah ini sangat sepi.
" Dimana orang lain yang akan bekerja selain aku? "
" Lieve(15), mereka semua sedang beristirahat di kiri – kanan kamarmu yang tertutup itu untuk nanti malam, "
" Tapi pekerjaan apakah yang akan kami kerjakan, sehingga harus menunggu malam tiba? "
" Kau tidak usah khawatir. Aku jamin akan sangat menyenangkan, "
Sebelum aku hendak bertanya lagi, Arabella sudah keluar dan menutup pintu.
Footnote:
13. rapih
14. Terimakasih
15. cantik
KAMU SEDANG MEMBACA
Gundik
Historical FictionBiarkan aku bercerita, Kalian mungkin akan berpikir ini adalah tragedi, tapi tanpa cerita ini aku tidak akan pernah bangga menjadi gadis pribumi Hindia Belanda. Jika aku bisa memilih, aku tidak mau lahir di dunia seperti ini. Begitu juga dengan kali...