Putra, Ketua dan OSIS

44.3K 4.6K 286
                                    

"Bagaimana kalau aku saja yang menemuinya?" kata Alfin menawarkan diri.

"Apa yang akan kau katakan padanya?" tanya Egha dengan antusias.

"Ya tergantung," jawabnya. "Tergantung apa yang akan ia katakan padaku," jelasnya.

Lintang tersenyum sengit mendengar jawabannya dan Egha segera memukul Alfin dengan kesal.

Mereka berempat kembali diam dan berpikir.

"Temui saja dengan Vlo," saran Lintang kemudian.

Alfin dan juga Egha kompak langsung menatap Vlo mencari persetujuannya.
"Apa? Tidak. Nanti suasananya jadi canggung. Aku tidak mau," jawab Vlo panik serasa teman-temannya itu tengah mendesak dia.

Lintang dan Alfin menghela nafasnya bersamaan, kecewa tapi bisa mengerti. Sedangkan Egha masih terus menatapnya entah memikirkan apa. Sesaat kemudian bangkit dan menarik tangan Vlo bersamanya.

"Gha... Gha... Tunggu dulu!" Panik Vlo tahu apa yang akan dilakukannya. Pada akhirnya Egha bersikeras dengan usulan Lintang itu.

"Tidak apa," jawab Egha tak peduli dan tetap menarik Vlo pergi bersamanya.

Vlo cepat saja merasa gugup. Dia sudah merasa kalau Icha mulai tak menyukainya, dan Egha malah membawa dia saat menemuinya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini.

Icha tersenyum melihat Egha muncul, tapi cepat saja senyuman itu hilang saat melihat Egha menggandeng Vlo juga bersamanya. Vlo sadar Icha pasti langsung terganggu dengan gandengan ini. Icha hanya tidak tahu kalau ini terjadi karena Egha berusaha memaksanya ikut, bukan hal lainnya. Akhirnya Vlo berusaha menarik tangannya supaya Icha tidak lagi terganggu dengan itu.

"Ah, maaf," kata Egha melepasnya juga. "Ada apa Cha?" tanya Egha selanjutnya.

"Kenapa dia ikut?" tanya Icha menunjuk Vlo. Menatap Egha seolah menuntut penjelasan.

Vlo benar-benar tak menyukai situasi ini. Ia ikut melirik Egha, penasaran jawaban apa yang akan ia katakan pada Icha mengenai ini.

Egha mengangkat pundaknya. "Aku hanya ingin mengajaknya," jawabnya enteng.

Vlo sedikit kecewa mendengarnya. Ia pikir mungkin Egha akan mengatakan kebenarannya. Atau setidaknya ia katakan kalau mereka hanya sedang bercanda atau yang lainnya. Tapi mengatakan "hanya ingin mengajaknya" justru membuat itu terdengar seperti menyiratkan arti lain.

"Jadi ada apa?" tanya Egha lagi. Tampak tak begitu peduli dengan wajah keheranan Icha yang juga kelihatan masih tak mengerti.

"Mm.. hanya ingin mengajakmu makan bersama," jawab Icha memaksakan senyuman.

"Hari ini aku sedang malas keluar," jawab Egha tak hanya mengejutkan Icha tapi juga Vlo.

Vlo rasa jawabannya itu terdengar menyakitkan seandainya dia yang berada di posisi Icha.

"Aku akan makan di kelas saja. Tidak apa, kan?" lanjut Egha tersenyum nampak sungkan juga rupanya.

Vlo tahu, itu jelas tidaklah "tidak apa" bagi Icha. Dia sudah jauh-jauh ke sini dan Egha menolaknya begitu saja. Detik berikutnya Icha menatap Vlo tajam nampak tak senang. Vlo pikir jangan-jangan Icha menyalahkan dirinya sebagai alasan penolakan Egha. Vlo berdehem merasakan tenggorokannya yang tiba-tiba mengendap.

"Gha.. aku masuk duluan ya," kata Vlo pelan. Icha kelihatan benar-benar tak senang dengan kehadirannya di sini dan Vlo pikir sebaiknya ia pergi. Tak ingin terlibat situasi ini lebih lama lagi.

"Ah. Tidak, kita masuk bersama," kata Egha mencegah Vlo pergi. "Icha aku masuk dulu," kata Egha setelah itu.

Lalu Egha memegang kedua pundak Vlo dan mendorongnya agar berjalan lebih dulu. Vlo jadi kesal, ini justru lebih buruk. Seolah-olah pertanyaannya pada Egha tadi hanyalah ajakan terselubung kepada Egha untuk kembali ke kelas dan meninggalkan Icha di sana.

Kelas A [End]Where stories live. Discover now