Rasa

796 105 63
                                    

Teruntuk dia yang ada di seberang sana, taukah kau rasa ku menjalar memenuhi ruang tapi tak pernah dapat menjangkau mu, ku tak ingin terlibat denganmu tapi mataku terus mengikuti mu.

Sesekali aku merinding, sesekali aku tergelitik, sesekali aku tersetrum dan sesekali aku mati rasa.

Perasan yang tak pernah lagi ingin aku rasakan.

Diri ku terbiasa, bahkan bosan dengan semua ini.

Remuk, hancur.

Cukup lah sudah, pemaksaan tak di sengaja yang terolah oleh otak ku, ketidak sengajaan yg membuatku berpikir ada kesempatan tapi nyatanya haya delusi.

Kau dekat namun tak bisa ku raih, kenyataan itu menyakitkan.

Maka jangan ganggu ketetapan hati ku, untuk menolak tegas perasaan ini.

Untuk sekian kalinya aku benci perasaan ini.

*****

Hujan turun membelah langit menerpa bumi, membawa banyak cerita yang mengalun di dalam kepala.

Obat penenang bagi mereka yang lelah, dan undangan nostalgia bagi mereka yang merindu.

Aku tertatih berlari menuju koridor, menghindari hujan yang sudah menyentuh ku dari saat aku turun dari bis.

Beberapa tetes air hujan bercucuran dari lengan bajuku, karena aku menggunakan tangan ku sebagai tangkisan hujan agar tidak mengenai wajah ku.

Di ruang kelas yang remang, ku lihat dia duduk di samping jendela  membuat ku bisa melihatnya dengan jelas, wajah damai itu, ku ingin memandang nya dari dekat.

Ku duduk di kursiku yang berada berlawanan arah dengannya, orang yg melihat ini mungkin akan berpikir bahwa situasinya sedang canggung, tapi sungguh akan lebih canggung lagi kalau aku yang tak banyak bicara ini memulai percakapan.

****

Hari berlalu, sedikit demi sedikit aku semakin tertarik pada nya, dengan segala ke absurd -tan pikiran yang terus mengekori ku.

Ketidak sengajaan yg terpaksa dan mimpi ku yang semakin menjauh.

Harap hanya lah angan, dan aku percaya itu.

Tapi untuk sesaat ku lupakan semua.

Mataku mempencar mencoba mencari sosok yang tak kulihat dari tadi pagi.

Kemana?

aku merasa gelisah seakan sedang kehilangan poros dunia ku.

Sampai akhirnya mataku menangkap cahaya yang sangat aku nantikan, berjarak hanya beberapa senti dari wajahku, bahkan dapat kurasakan deru nafasnya.

Buru-buru aku menjauh darinya, posisi tadi tidak aman untuk jantung ku.

"Kau sedang mencari apa? "

Suaranya yang damai mengalun lembut di telinga ku, menjalar dan menusuk tepat di hati ku.

"Bukan apa-apa" jawab ku.

Ada sesuatu yang ingin meledak dalam diriku, jika ku lepaskan maka mampus lah aku.

Dia tersenyum dan mulai berbicara lagi pada ku, bukan sesuatu yang sensitif, hanya lah sebuah pembicaraan membosankan tentang tugas yang harus kami kerjakan.

Ini menyebalkan.

*****

Kulihat lagi kilauan itu dari dari dekat.

Duniaku hampa, membuatku pengap, sesak, dan menuli.

Aku hanya terpaku pada nya, tapi hanya memandang nya sementara panca Indra ku yang lain mati rasa.

Entah apa yg ia bicarakan aku hanya mengangguk-angguk saja mengiyakan.

Ia berhenti bicara dan menatap ku dalam diam.

"Kenapa? " tanya ku.

Aku berharap ia tidak merasa risih saat ku pandangi seperti tadi, karena dia yang sedang menjelaskan panjang lebar tiba tiba terhenti.

"Kau... "

Ucapan nya menggantung, begitu juga dengan nyawa ku. Rasanya kata selanjutnya yang akan ia ucapkan akan membunuh ku , semoga saja itu bukan kalimat cacian.

"...Mengangguk-angguk seperti itu, apa kau mengerti? "Ucap nya sambil menjentik dahi ku.

Sama sekali tidak sakit tapi lagi lagi aku merinding dan sekarang seluruh tubuh ku mati rasa.

Aku butuh waktu sesaat mengumpulkan jiwaku yang berhamburan, kutarik napas panjang lalu menghembuskannya.

"Tentu aja aku mengerti, memang ada makna lain dari sebuah anggukan?"

"Entahlah, tapi kau menggemaskan"

Oh tuhan, wajahku pasti merona sekarang, syukur saja teman-teman ku yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing.

Entah apa yang ada di pikiranya sampai mengucapkan kalimat seperti itu.

Jantungku berdetak kencang dan tangan ku mulia bergetar, sial.

*****

Langit gelap memenuhi kota padahal saat ini belum waktunya matahari untuk beranjak dari tembat nya, namun bagaimana lagi hujan datang tanpa di undang.

Aku berdiri di teras sekolah sambil memandang rintik hujan yang sepertinya tak akan ada habisnya.

Orang orang lalu lalang sambil membawa payung, cantik melihatnya warna warni di bawah warna kelabu, Seperti rasa ku, tapi ini sama sekali tidak cantik.

Dan ku tangkap sosok nya di bawah hujan sambil memegang payung bermotif polkadot.

Jangan lah cepat berlalu, aku masing ingin melihatnya seperti ini, andai kan saja hujannya makin deras dia mungkin tidak akan pergi ke mana-mana.

Pemandangan indah yang menjalar di pupil mataku, ingin rasanya aku berjalan di samping nya, tapi apa boleh buat aku tidak membawa payung.

Aku tak bisa berbuat banyak, mungkin terdengar menyedihkan tapi seperti nya aku seorang masokis yang menikmati semua ini.

Bagaimana tidak, seorang gadis cantik berdiri manis di samping nya mengombrol dan tertawa sembari berbagi payung di bawah rintik hujan dengan nya.

Sementara aku hanya mengulum senyum di sini.

****



[a/n]
Voments ya ❤
Semoga tidak mengecewakan

Saran dan kritik di terima hihihi~

Cerpen: Heavy RainWhere stories live. Discover now