3. Who's Shanon?

424 34 1
                                    

Maaf ya guys update-annya telat.


===============

Satu taksi berhenti tepat di depan gedung putih bertingkat tinggi. Tak lama wanita berkacamata hitam turun setelah memberikan beberapa uang lembar serta tips sebagai tambahan. Sambil melepaskan kacamata yang dipakainya, wanita itu menghela napas berat. Kakinya mulai melangkah memasuki lobi. Beberapa orang yang mengenalnya, menyapa atau sekedar tersenyum menandakan kalau mereka cukup akrab dengan wanita tersebut.

"Baru datang?" sapa salah satu di antara orang yang mengenakan seragam putih khas perawat.

"Iya," balas wanita yang kali ini membiarkan rambut cokelatnya terurai. "Apa dia ada perkembangan hari ini?" tanya wanita itu ingin tahu.

Perawat yang wanita itu ketahui bernama Tarin menggeleng. "Belum ada perkembangan yang berarti."

Menghela napas berat, wanita yang wajahnya sedikit kuyu mengangguk mengerti. Ketika dilihatnya pintu lift terbuka, ia pamit untuk segera berlalu dari sana. Sang perawat tersenyum dan membiarkan wanita bermata cokelat itu masuk lift.

Setelah berada di dalam lift, wanita tadi menoleh dan mendapati seseorang yang ia kenal.

"Bagaimana keadaan saudarimu, Kimberly?" tanya ibu bertubuh bongsor dengan kantong berisi buah di tangan kirinya.

"Masih sama, Bu," sahut Kimberly singkat yang sudah melepas kaca mata hitamnya sedari tadi, terlihat gurat sedih walaupun wanita itu tersenyum.

"Ibu doakan semoga ia cepat sadar. Dia beruntung memiliki adik sepertimu," ujar wanita paruh baya berusia akhir lima puluh tahunan—Ny. Jenny.

"Terima kasih, Bu."

Tak lama pintu lift terbuka, Kimberly bersama Ny. Jenny keluar dari lift. Cucu Ny. Jenny yang berusia sepuluh tahun tengah dirawat di lantai yang sama dengan saudarinya. Anak dan menantu Ny Jenny meninggal dunia akibat kecelakaan, hanya cucunya saja yang berhasil selamat dan sudah dirawat di tempat ini lebih dari satu bulan.

"Bagaimana keadaan Harry, Ny Jenn?"

"Sudah lebih baik, besok lusa dia sudah diperbolehkan pulang," sahut Ny. Jenny. "Baiklah, aku masuk dulu."

"Salam buat Harry," ujar Kimberly. Ny. Jenny mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan 33B.

Kimberly kembali melangkah menuju kamar nomor 36A—kamar yang tiga bulan terakhir selalu ia kunjungi. Kakinya berhenti tepat di depan pintu berwarna putih tulang. Kimberly menarik napas dalam-dalam. Wajahnya yang sedari tadi tersenyum seketika meredup mengingat siapa yang ada di balik ruangan itu. Dia membuka pintu dan langsung berhadapan dengan ruangan serba putih berukuran tiga kali empat dengan aroma yang khas. Kakinya melangkah perlahan, ia menoleh ke sebelah kanan dan mendapati tubuh ringkih itu masih betah dengan posisi tidurnya.

Wanita yang lebih tua satu tahun darinya terlihat tenang di atas ranjang pasien. Perban yang tiga bulan lalu menempel di beberapa bagian tubuhnya sekarang sudah dilepas. Kini hanya terpasang alat infus di pergelangan kirinya dan juga alat bantu pernapasan di hidungnya. Di samping kanannya masih terpasang sebuah monitor yang menunjukkan gelombang naik turun detak jantung pasien.

Sudah lebih dari tiga bulan Kimberly harus bolak-balik ke tempat ini. Para suster pun sudah sangat mengenalnya.

"Bagaimana keadaanmu, Shan?" Tidak ada jawaban. Kimberly meletakkan tas kecilnya di atas sofa dan mendekati tempat tidur Shanon, menggenggam hangat tangan saudarinya. Ia bersyukur Shanon masih bertahan hingga detik ini.

Ingatan Kimberly kembali pada kejadian beberapa bulan yang lalu. Saat itu seseorang menghubunginya dan mengatakan kalau kondisi Shanon sangat mengkhawatirkan. Tanpa pikir panjang Kimberly langsung memesan tiket penerbangan pertama. Perasaan tak enak yang ia rasakan seharian itu terbukti. Saat tiba di tempat kejadian ia langsung bertemu dengan Karin—sepupunya. Dari Karin-lah ia mengetahui tentang kejadian yang melanda Shanon, tentu saja setelah Kimberly memaksanya beberapa kali untuk menceritakan yang terjadi.

The KillersWhere stories live. Discover now