Part 1

45 5 0
                                    

GAZA

Satu tempat yang ingin sekali kukunjungi. Bukan sekedar berkunjung untuk berwisata. Namun, berkunjung untuk ikut bersama para syuhada lainnya untuk membela Palestina.

Aku bukanlah seorang tentara. Bukan pula seseorang yang punya kekuasaan penting di dunia ini sehingga membuat para zionis itu tunduk kepadaku dan menghentikan penjajahan di Palestina. Aku hanyalah seorang mahasiswa yang menekuni kuliahku sambil bekerja sebagai wartawan.

Namun, keinginanku untuk membela Palestina tidaklah memudar. Melalui tulisan-tulisanku aku ingin menyadarkan masyarakat di dunia tentang menderitanya para warga di Palestina. Aku ingin masyarakat di dunia ini ikut membantu warga Palestina berupa apapun bantuan mereka. Mereka tak harus ikut terlibat langsung ke dalam peperangan. Mereka bisa mengirimkan bantuan berupa makanan, obat-obatan, atau kebutuhan sehari-hari lainnya.

Dan di sini lah aku berada. Menikmati waktu sore hari, bersama para anak kecil.

Di Gaza, Palestina.

Tugasku di sini sebagai seorang relawan. Ikut membantu para warga dengan kemampuan sebisaku. Sebagai seorang wartawan, aku juga bertugas meliput berbagai kejadian yang terjadi di sana dan mempublikasikannya di berbagai media sosial yang kupunya walaupun di sana sinyal terbilang cukup sulit.

"Kak ?? Kakak kenapa ? Kok diam saja ?" pertanyaan seorang anak kecil membuatku terkejut dan membuyarkan lamunanku.

"Kakak enggak kenapa-kenapa," jawabku dengan senyuman manis yang tercipta di wajahku.

"Kakak, main yuk," ajak seorang anak kecil lainnya. Aku pun mengiyakan ajakannya dan ikut bermain bersama mereka.

Kerudungku berkibar tertiup angin saat bermain bersama mereka. Ya, mereka mengajakku bermain petak umpet di sekitaran bangunan-bangunan yang runtuh akibat serangan rudal dari para zionis.

Terlihat senyum mereka terus mengembang selama permainan. Wajah polos mereka membuatku ingin menangis. Mereka masih bisa tersenyum walau rumah mereka hancur, dan banyak dari mereka yang kehilangan orang tuanya. Namun, tak nampak kesedihan di mata mereka. Yang ada hanyalah kebahagiaan dan keinginan untuk membela tanah kelahiran mereka sendiri, yaitu Palestina.

Yang membuatku kagum kepada mereka -Para anak kecil di Gaza- adalah mereka tetap semangat menimba ilmu, menghafalkan Al-Quran walau suara tembakan menjadi musik mereka sehari-hari.

Di saat-saat seperti inilah aku merasa kasihan dengan anak-anak di Indonesia. Walau Indonesia adalah negara yang aman dan damai, banyak dari anak-anak Indonesia yang malas untuk belajar. Mereka lebih memilih untuk berfoya-foya, menikmati kehidupan masa-masa remaja mereka. Melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, dan masih banyak lagi. Sungguh miris melihatnya.

Matahari kian tenggelam di ufuk barat. Semburat merah terlihat sangat indah dari perkampungan kecil ini. Melihat hari yang kian petang, segera kuajak mereka kembali ke rumah masing-masing. Awalnya mereka menolak, tapi setelah kujanjikan untuk bermain lagi esok akhirnya mereka menurut dan kembai ke rumah masing-masing.

Kulangkahkan kakiku menuju rumah kecil tempatku bersama para relawan lainnya tinggal. Rumah yang sangat sederhana bagiku. Tapi tak apa, setidaknya kami masih memiliki rumah yang bisa ditinggali selama masa tugas kami menjadi relawan.

-----//-----

Selain sebagai wartawan, tugasku di sini juga ikut membantu mengajar di sebuah sekolah di Jalur Gaza.

Seperti pagi ini, para anak kecil Palestina tetaplah bersemangat untuk menuntut ilmu, walau dengan fasilitas yang kurang memadai. Semangat mereka untuk menuntut ilmu tetaplah berkobar, sama halnya dengan semangat mereka untuk membela negaranya.

"Il, lihat mereka," ujar Husein -teman relawanku yang juga berasal dari Indonesia- sambil menunjuk beberapa anak yang sedang asyik belajar.

"Kenapa ? Ada apa dengan mereka ?" tanyaku penasaran.

"Mereka itu calon-calon penghafal Al-Quran," jawab Husein, "Coba kau perhatikan, yang mereka baca itu bukan sembarang buku, itu Al-Quran, Il," lanjutnya.

"Calon penghuni surga-Nya," ucapku spontan.

"Aamiin..."

Selepas itu, kulihat Husein menghampiri seorang anak laki-laki yang tampak serius menghafal. Sesekali ia membuka mushaf Al-Qurannya untuk sekadar memastikan bahwa hafalannya benar. Husein pun datang menghampiri dan membantunya untuk memurojaah hafalannya. Aku pun tersenyum melihat hal tersebut.

Kegiatan belajar mengajar pun dimulai. Di ruang kelas dengan dinding retak-retak itu kuajari mereka tentang matematika dasar. Sesekali kuselingi dengan candaan. Mereka pun merespons candaan dengan tawa atau senyuman.

"Siapa yang bisa mengerjakan soal ini ??" tanyaku sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kelas.

"Ana kak.... Ana," dengan sigap seorang gadis kecil mendatangiku, ia hendak merebut kapur dari tanganku.

"Eiiiits.... Tapi syaratnya kenalin namamu dulu ke kakak," aku yang belum tahu namanya pun menyuruhnya untuk memperkenalkan diri.

"Nama ana Na'im kak," ucapnya sambil memperlihatkan senyum termanisnya.

"Kamu bisa ngerjain ?" tanyaku lagi sambil menyerahkan kapur tulis ke gadis itu.

"Bisa dong kak.... Itu gampang" dengan percaya diri ia mulai mengerjakan soal tersebut.

Tangan-tangan kecilnya mulai menggoreskan kapur ke papan tulis. Jawabannya tepat.

"Waaaah... Jawabannya Na'im tepat. Makasih Na'im," ucapku manis.

"Sama-sama kakak,"

Dia cerdas. Namun sayang, fasilitas di sini kurang memadai untuk mengembangkan bakatnya. Tidak hanya Na'im saja, banyak anak-anak Gaza lainnya yang cerdas dan berbakat. Namun dunia tidak memihak kepada mereka.

"Pelajaran hari ini sampai sini saja ya, hati-hati saat pulang. Semoga Allah melindungi kita semua," kataku di akhir pelajaran.

"Aamiin..." serentak mereka mengaamiinkan doaku.

TBC

_______________________________________

Part 1

Baru permulaan. Semoga kalian suka ya :)

Pembaca yang baik pasti akan meninggalkan jejak. So, jangan lupa vote and comment ya....

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Apr 25, 2020 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

IN HEREOnde histórias criam vida. Descubra agora