[25] Belum Berakhir

2.9K 211 6
                                    

Sorry for typos (terima jasa edit gratis)

AKHIRNYA!!

Setelah berapa purnama baru muncul notif lagi?

Silakan baca dari ulang kalau-kalau lupa, tapi semoga nggak lupa ya, kalau masih inget berati cerita ini memorable wkwkwk.

****

"Ayah nggak mau lihat kamu lagi! Kamu bukan anak saya!" Aku tercekat mendengar teriakan Ayah. Beliau adalah panutanku. Walau ia tegas tetapi ia jarang berseru selantang ini.

"Yah ... maafin Ica, Yah. Maafin Ica," ujarku terisak. Tenggorokanku tercekat. Ayah menghindari tatapanku dan berlalu meninggalkanku.

Suara isak tangis lain membuatku beralih menatap Mama yang masih terduduk di sofa. Aku merangkak menghampiri wanita terkasihku. "Ma ... Ica salah, Ma. Mama sayang Ica, 'kan? Maafin Ica, Ma." Aku terduduk di bawah kakinya. Memeluk erat kakinya sementara ia terus menangis.

"Mama kecewa sama kamu. Kamu menghancurkan diri kamu sendiri, Ca," ujar Mama pelan. Tangannya berusaha melepaskan pelukanku pada kakinya tetapi aku semakin erat memeluk kaki Mama.

"Ma, jangan pergi. Ica Cuma punya Mama saat ini. Aku mohon ampun, Ma." Tetapi permohonanku tidak diindahkan olehnya. Ibuku sendiri meninggalkanku. Menolak untuk menerimaku kembali.

"Ma ... Mama ... Mama," panggilku lirih di tengah kesunyian ini. Aku terus memanggil tetapi ia yang aku panggil tidak datang. Aku pantas mendapat penolakan mereka tetapi sungguh aku belum siap bahkan tidak akan siap.

"Ca! Ica!"

Aku terus menangis terisak sampai rasanya tubuhku sangat lelah. Sampai aku tersentak dan melihat Ellie di sampingku.

"Ica? Lo tidur sambil nangis. Mimpi apa Ca sampai nangisnya bikin gue takut." Ellie memelukku erat di saat aku masih takut juga bingung.

"Ca, semua baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja, nggak perlu takut." Ellie terus memelukku sampai napasku teratur dan isakan kecil berhenti.

"Gue ambil minum untuk lo dulu." Ellie melepaskan pelukannya dan beranjak ke luar kamar.

Aku menarik napas dalam dan bersyukur dalam hati karena semua ini hanya mimpi. Satu-satunya mimpi yang membuatku ketakutan.

"Diminum dulu, Ca." Tidak lama Ellie datang dan menyodorkan satu gelas berisi air.

Aku menerimanya dan meminumnya hingga tersisa setengah. "Thanks, El. Maaf harus ganggu tidur lo." Aku berujar tulus sedang Ellie tersenyum hangat, sorot matanya tidak sama sekali merasa terganggu dan kesal karena harus membuatnya repot saat jam masih menunjukkan pukul 3 pagi.

Ellie meletakan gelas di nakas samping tempat tidur kemudian ia duduk di sampingku. Ia tersenyum lebar dan menggenggam tanganku erat tanpa bicara apa pun. Aku mengangkat alis, menatapnya bingung.

"Gue sama sekali nggak merasa terganggu, Ca. Tidur lagi?"

Aku mengangguk dan berbaring yang disusul oleh Ellie. Aku tidak yakin masih bisa melanjutkan tidurku dengan tenang tanpa terganggu oleh bayangan itu.

**

"Ca."

"Morning El," sapaku disertai senyum hangat saat Ellie menatapku masih dengan baju tidurnya dan wajahnya yang berantakan.

"Masih pagi dan lo sudah masak?" tanyanya heran.

Aku tersenyum kecil lalu meletakan sepiring nasi goring lengkap dengan acar dan telur mata sapi juga sosis goring di atasnya. "Lo mau makan atau mandi dulu?" tanyaku ringan. Aku kembali ke counter karena suara berdenging dari cerek menandakan air yang aku masak telah mendidih. Aku menuang air panas itu ke dalam gelas yang sudah ada gula dan teh di dalamnya.

JannisaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin