12

8.3K 591 67
                                    


"Maaf ganggu, om." Peter berkata dengan sopan dan Steve hanya tersenyum ke arahnya.

"Iya, gak apa-apa. Leo ada di atas." Kata Steve sambil menutup pintu yang ada di belakang Peter.

"Yaudah, saya ke ata—"

Steve memotong ucapan Leo dengan bertanya dengan nada yang lembut agar Peter tidak berasumsi bahwa Steve tidak menginginkannya di sini, "Kamu ke sini emang mau ngapain?"

Peter terlihat agak canggung, sebelum mejawab, "I-itu om, tugas sekolah."

"Oh, sama siapa aja?"

"Saya, Leo, Wade, sama (F/N)."

(F/N).

Fuck, harusnya Steve sadar bahwa anaknya itu pasti akan sekelompok dengan (F/N). Maksudnya, mereka sahabat, 'kan?

"Emang jam berapa janjiannya?"

Peter terkekeh sambil menggaruk belakang kepalanya, "Jam sebelas sih om, tapi saya lebih suka dateng cepat."

Double fuck.

Sekarang sudah setengah sebelas, yang berarti sebentar lagi (F/N) akan datang.

Karena Steve hanya terdiam, Peter kembali membuka mulutnya.

"S-Saya ke atas ya, om?" Peter bertanya dengan sesopan mungkin.

Suara Peter membuat Steve tersentak keluar dari lamunanya, dan tersenyum ke arah Peter. "Silakan."

"Misi om." Peter berkata untuk yang terakhir kali lalu berjalan ke arah tangga, menuju kamar Leo.

***

Sekarang sudah jam sebelas dan Steve sedang mengalami pertengkaran batin antara harus pergi dari rumah atau tetap tinggal di rumahnya.

Kenapa? Alasannya sudah jelas, karena (F/N).

Yap, Steve masih memikirkan saran Tony untuk menghindari gadis itu. Maksudnya, dia tahu dia salah karena menyukai anak dibawah umur— hell, perbedaan umur mereka 21 tahun woi! — tapi di sisi lain, atau mungkin bisa disebut dalam hati kecilnya, dia mengingkan (F/N).

Klise sekali, bukan? Seperti di novel-nover romansa yang sering kalian baca. Tipikal cerita laki-laki yang jatuh hati pada seorang gadis yang tidak bisa ia jangkau— atau dalam kasus ini, om-om berumur 37 tahun yang naksir dengan anak SMA yang bahkan belum legal.

Kedengarannya sangat salah bukan? Yep, Steve Rogers resmi menjadi seorang pedofil jika ia berniat untuk mendekati gadis itu.

Jadi, selagi moral dia masih ada, dia memutuskan untuk keluar dari rumah hingga mereka selesai kerja kelompok.

Steve akhirnya bangkit dari sofa besar yang ada di ruang tamu itu, mengambil kunci mobil tanpa mempedulikan untuk mengambil jaket (karena Steve sekarang hanya mengenakan celana abu-abu selutut dengan baju tanpa lengan berwarna putih), lalu langsung berjalan ke arah pintu.

Mungkin Tuhan sangat membenci Steve sehingga hal selanjutnya yang ia sadari adalah dia membuka pintu untuk bertemu orang yang paling ia hindari saat ini.

Yap, orang itu adalah (F/N) kesayangang kita.

Steve menatap (F/N).
(F/N) menatap Steve.

Kalian bertatapan kurang lebih selama semenit sebelum Steve memutuskan kontak mata itu— karena mata coklat (F/N) itu benar-benar membuat Steve ingin langsung mendorong gadis kecil ini ke tembok dan melakukan hal buruk di sana.

Sebutlah Steve gila untuk memikirkan hal itu.

"Eh, maaf om, tadi baru mau ngetuk." (F/N) tergagap dan Steve hanya memperhatikannya dengan tatapan yang seharusnya tidak ia berikan kepada seorang gadis berusia enam belas tahun.

Steve sadar bahwa melamun, jadi dia membuka mulutnya untuk menghilangkan kecanggungan yang mulai muncul di sekitar mereka, "Masuk aja, Leo di kamarnya." Steve berkata dengan nada yang dengan susah payah ia netralkan agar tidak terdengar lebih berat— because damn, dia sekarang sedang memimirkan hal-hal yang tidak sopan.

Tapi sepertinya, (F/N) mengira bahwa Steve tidak menyukainya di sini (Steve dapat melihat ekspresinya berubah), tapi dia menutupinya dengan memberikan Steve senyuman lalu langsung berjalan ke arah kamar Leo.

Meninggalkan Steve di sana dengan perasaan bersalah.

***

Kamu dengan cepat langsung menutup pintu kamar Leo ketika dia sudah masuk ke dalamnya, panik bisa terlihat di wajahnya.

Setelah tenang, akhirnya ia melihat ke arah kamar Leo– dan menemukan Leo yang sedang ciuman dengan Peter, di lantai.

Kalian bertiga saling bertukar tatapan selama beberapa detik, sebelum kamu berteriak, "ANJENG LU BERDUA NGAPAIN WOI?!"

Peter langsung berdiri dan berjalan ke arah kamu, "AKU BISA JELASIN!"

"AHH MATA GUA YANG SUCI SUDAH TERNODAI!" Kamu berteriak lagi sambil membuka pintu kamar Leo dengan keras.

"JANGAN TERIAK WOI! ENTAR BOKAP GUA DENGER!" Leo protes sambil menarik kamu kembali ke dalam kamarnya.

"SUMPAH—"

"DIEM WOI!"

"GAK NYANGKA—"

"Itu kenapa di atas?" Suara Steve dari bawah membuat kamu, Leo, dan Peter terdiam.

Karena tidak ada yang menjawab, Leo membuka mulutnya untuk memberi alasan. "G-Gak apa-apa kok, pa! I-Ini Si (F/N) kesandung! Iya, Si (F/N) kesandung!" Kamu hanya melihat ke arah Leo dengan tatapan tidak setuju, tapi tidak mengatakan apa-apa.

"Itu (F/N) gak apa-apa?" Steve bertanya yang membuat kamu agak terkejut.

Maksudnya, kamu kira Steve tidak peduli dengan kamu, tapi ketika Steve menanyakan itu, hati kamu langsung terasa hangat— sebutlah itu lebay, tapi siapa yang peduli? Oke, mungkin kamu harus peduli karena mungkin Steve hanya ingin memastikan kamu tidak apa-apa. Kau tahu, seperti seorang ayah yang baik? Benar, Steve hanya menanyakan itu karena refelks dia sebagai ayah— jangan berharap terlalu tinggi, kamu berpikir dengan perasaan antara senang dan kecewa.

Peter menyenggol lenganmu, membuat kamu tersentak dari lamunanmu dan menjawab, "I-iya! Aku gak apa-apa, om!"

Damn, ditanyain kabar aja udah salting, apalagi nanti kalau Steve udah jadi pacar kamu?





















































.
Spider-Man into Spiderverse ternyata seru parah boi. Fak, sekarang gua 'naksir' sama Si Miles. 🙄

Btw, soundtracknya teh enak- enak woi. Dengerin deh. 😫💗🎶

Daddy Materials // S. RogersWhere stories live. Discover now