Chapter 18

192 4 0
                                    

Rumah sakit Cindora adalah rumah sakit terbesar dari desa tersebut dan dari desa yang lainnya, selain tempatnya luas para dokter, perawat bahkan fasilitasnya cukup sangat baik untuk dapat diterima.

Sebuah ruangan kelas 1 yang berisi hanya sebuah tempat tidur yang sangat empuk dan disertai fasilitas yang sangat baik.

Seorang anak laki laki yang berumur sekitar 13 tahun terbaring sakit dengan sebuah bola besar berwarna putih menyelimuti seluruh tubuhnya.

Tiba tiba decitan suara pintu masuk ke ruangan tersebut terdengar dan terdapat empat orang datang masuk ke dalam ruangan itu.

"Wiiiihhh, sejuknya rumah sakit." Ujar seorang pria berambut hitam yang lebih dahulu maju ke depan dengan kedua tangannya yang menghadap ke atas berserta wajahnya.

"Benar juga apa yang kau katakan, Joku." Ujar seorang pria berambut orange yang menyusul pria bernama Joku tersebut.

Tiba tiba seorang wanita memukul kepala mereka berdua, "Bisakah kalian tenang, Hida sedang beristirahat!" Katanya.

Lalu seorang pria paruh baya dengan tenangnya datang kehadapan mereka, "Kau juga Vivi, tenanglah."

"Ah iya. Maafkan aku ketua Ryoma."

Hida yang sedang istirahat tersebut terbangun karena mendengat keributan yang Tim Peyki tersebut.

"Apa aku mengenal kalian?" Tanya Hida yang berusaha untuk duduk.

Tiba tiba bocah perempuan berambut biru datang untuk membantu Hida duduk dari tempat tidurnya dengan menembus lingkaran bola biru tersebut, "Hida, pelan pelan. Kau masih terluka, bodoh"

Karena bocah perempuan tersebut yang tiba tiba datang tersebut Tim Peyki pun terkejut kecuali ketua mereka.

"Sejak kapan kau kemari?"

"Kenapa dia di sini?"

"Bagaimana dia bisa di sini?"

Hida yang masih memiliki luka berusaha duduk dengan dibantu temannya itu, "Ahehehe, tak apa apa, Sizi," ia pun berhasil duduk dengan bantalnya sebagai senderan punggugnya, "Aku masih bisa bergerak, lagipula aku hanya memiliki luka mental saja, sedangkan kau yang memiliki banyak luka fisik seharusnya kau khawatirkan."

"Tenang saja, aku sudah sembuh." Sizi pun tersenyum dengan tulus sembari membentuk huruf V menggunakan jari tangan kanannya.

Ketua Ryome yang berada paling belakang pun langsung mendekati Hida dengan melewati ketiga anggotanya tersebut, "Hida, kami adalah Tim Penyelidik Nomor 9 Peyki, aku sebagai ketua Tim Peyki Ryome ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu."

Hida pun langsung menoleh ke arahnya, "Ehmm, baiklah."

Pria berambut abu abu tersebut yang biasanya menutupi matanya langsung membuka matanya, "Apa kau mengingat apa yang terjadi pada ibumu?"

Hida yang mendengarkan hal tersebut langsung menundukan kepalanya.

"Jika kau tidak bisa memberitahukan apa yang terjadi pada ibumu tidak apa apa, kami hanya ingin menanyakan hal itu. Ayo semuanya pergi." Pria tersebut langsung memalingkan padangannya dan langsung pergi keluar dan disusul oleh ketiga anggotanya.

"Tunggu!" Teriak Hida dengan wajahnya yang masih menghadap ke bawah.

Keempat orang tersebu langsung berhenti dan menoleh ke arah Hida dengan tubuhnya yang masih menghadap ke arah pintu keluar.

"Aku tidak mengingat apa apa setelah melihat rumahku hancur, tapi setelah itu aku masih hidup bersama ibuku."

"Sudah kuduga."

Tim Peyki pun langsung meninggalkan tempat tersebut tanpa mengatakan apa pun.

Hida hanya bisa meratapi kebenarannya jika ibunya telah pergi dan tidak akan pernah kembali, Sizi yang berada di sana hanya bisa melihatnya yang sedih.

"Ketua, apa maksudnya ini?" Tanya seorang pria berambut orange itu yang sedang berjalan menyusuri koridor.

"Kelompok Batu Kerikil Terbuang masih ada."

Ketiga orang tersebut pun tiba tiba berhenti berjalan ketika mendengar hal itu dengan raut wajah mereka yang sangat terkejut diselimuti oleh ketakutan yang mendalam sedangkan ketua mereka masih terus berjalan meninggalkan mereka.

***

Jauh di sebelah Barat dari desa Cindora tersebut yang jaraknya sangat jauh terdapat sebuah gua sangat aneh, menyeramkan, lembap, dan dikelilingi oleh hewan hewan buas.

Dari luar sana tiba tiba sebuah kumpulan hitam datang dengan sangat cepat dan memasuki gua tersebut.

Kumpulan hitam tersebut yang terus menerus menelusuri gua yang sangat lembap dan gelap tersebut bergerak dengan sangat cepat dan berhenti ketika ia menyadari ada 6 orang yang sedang berdiri di sana.

"Kau kemana saja selama ini, Lilit?" Tanya seorang pria bertubuh sangat besar dengan suaranya yang berat.

Kumpulan hitam itu yang berhenti di sebelahnya langsung berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik dengan rambutnya yang sangat putih dan panjang.

"Bagaimana Lilit? Apa kau sudah mendapatkan kekuatanmu kembali?" Tanya seorang pria yang posisinya berbeda dari mereka berlima.

Lilit pun langsung menghadap ke arahnya seorang bertanya setelah orang pertama bertanya kepadanya, "Sayangnya semua sia sia, putri sialan itu memindahkannya kepada anaknya."

"Lalu kau tidak bisa mengalahkan bocah itu?" Tanya seorang wanita yang memasang wajah biasa saja dengan sebuah luka sobek di lehernya.

"Aku masih belum memiliki semua kekuatanku, karenanya aku kalah oleh para penyelidik."

"Tentang penyeledik dan semua orang di sana, serahkan padaku." Ujar seorang pria yang seluruh wajahnya ditutupi kain selain matanya.

"Kau tidak ada sama sekali di sana, bukankah kau bilang kau akan membantuku."

"Kau tidak meminta."

"Lalu bagaimana dengan elemen tersebut? Apa kau mendapatkannya?" Tanya seorang pria dengan wajah kanannya yang terjahit oleh kain.

"Aku minta maaf soal itu, aku tidak sempat."

"Kau memang tidak berguna sama sekali sejak kau bergabung, Lilit." Ujar seorang wanita dengan wajahnya yang tertutupi oleh rambut panjangnya.

"Aku bisa saja mengambilnya, hanya saja kekuatanku belum kudapatkan semua!"

"Tenang!" Teriak pria yang posisinya berbeda itu sembari memukul pegangan kanan kursinya yang membuat gua itu bergetar.

Semua orang yang berada di sana langsung terdiam tanpa kata dan langsung menundukan diri mereka kepadanya.

"Lilit, aku memberikanmu kesempatan sekali lagi, dan jika kau gagal lagi. Kau akan kupaksa berikan kekuatanku, dan kau tahu apa yang akan terjadi kan?"

Lilit yang masih menundukan diri itu langsung memasangkan wajah takutnya ketika mendengar hal itu.

"I...iyaa, ba...baik tuan Exca."

"Dan kau, Oman. Kau seharusnya membantunya. Kali ini, kau harus membantunya."

"Baik tuan Exca." Jawab pria yang seluruh wajahnya tertutup selain matanya.

"Sada! Bagaimana dengan pencarian keempat permata itu?"

Wanita yang wajahnya tertutupi semuanya mengangkat wajahnya, "Sudah kutemukan satu permata tuan ketiga permata lainnya masih dalam pencarianku."

"Baiklah, kita semua pergi menuju ke permata tersebut, Sada!"

"Baiklah tuan!"

Semua orang langsung menghilang oleh sebuah dimensi yang perempuan itu kendalikan, tetapi Lilit dan Oman tidak mereka bawa melainkan mereka tinggal.

"Baiklah Lilit, aku harus kembali sebelum mereka curiga padaku. Selamat tinggal." Pria itu pun langsung melayang dengan posisinya yang masih tegak dan lalu pergi meninggalkan Lilit di dalam gua tersebut sendirian.

Lilit hanya terdiam dengan ketakutan yang ia rasakan tadi masih menyelimutinya.

Dont forget your voice.

Sang PengendaliWhere stories live. Discover now