3

7K 541 14
                                    

Kabut yang begitu tebal menghalangi pandangan Katherine kecil yang sedang mencari-cari sosok kakaknya. Felipe senang mengerjainya, membuat Katherine kelelahan mencarinya. Tempat persembunyiannya tidak terduga sehingga Kate sulit untuk menemukannya.

"Felipe! Kau di mana?"

Katherine terus mencari tapi kabut yang mengelilinginya semakin tebal sehingga Kate tak tahu ke mana langkahnya menuju. Ia terus berjalan berharap segera menemukan kakaknya yang tengah bersembunyi sampai sayup-sayup suara tangisan Felipe terdengar dan langkah Kate pun terhenti.

"Felipe?"

"Katherine!" sontak Katherine berbalik dan terkejut menemukan Felipe menangis dan menjerit ketakutan di dalam genggaman monster yang menakutkan. Monster itu memiliki taring juga tangan yang besar dan kuku yang tajam yang siap mencabik-cabik tubuh Felipe yang berhasil ia dapatkan.

"Felipe!"

Tanpa rasa takut Katherine menghampiri monster itu dan mencoba untuk menyelamatkan kakaknya. Namun entah mengapa semakin kencang ia berlari semakin jauh pula jarak yang dirasa, padahal montser itu berdiam diri di tempatnya dan tak bergerak sama sekali.

Katherine kecil yang malang jatuh saat kakinya tersenggol akar pohon yang menjalar. Ia meringis melihat luka pada lututnya, darah segar mengalir deras dari sana. Kate bangkit dengan susah payah dan hendak berlari lagi tapi monster yang mengerikan itu telah pergi membawa kakaknya. Membuat Katherine semakin panik memandang ke sekelilingnya dan ia tidak menemukan apa-apa selain kabut yang semakin gelap menyelimutinya.

"Ayah! Ibu!" Katherine kecil duduk dan menekuk lututnya sementara kabut yang mengelilinginya berubah menjadi awan berwarna hitam yang membuat gadis malang itu semakin ketakutan.

"Ayah! Ibu!"

Katherine memejamkan matanya erat dan mulai menangis, "Ayah!"

"Ibu!"

Katherine terbangun dengan nafas yang berkejaran. Tubuhnya basah dan ia duduk dengan gelisah di tengah peraduan. Mata gadis itu memandang ke sekeliling kamar yang remang, yang hanya diterangi oleh cahaya lentera di sudut ruangan.

Sialan, ia benci mimpi buruk! Apalagi mimpi buruk itu membuatnya kembali teringat akan kakaknya yang telah dihabisi oleh para bajak laut. Oh Felipe yang malang, Katherine tak bisa membayangkan sakit seperti apa yang sang kakak tanggung saat para perompak itu melenyapkannya, andai saja Katherine dapat menolongnya tapi ia hanyalah wanita yang lemah yang bahkan tidak dapat menjaga dirinya sendiri dari bahaya.

Tak dapat melanjutkan tidurnya lagi, Katherine yang masih lemas karena  demam yang tinggi nekat turun dari ranjang. Ia mengambil lentera di sudut ruangan kemudian diam-diam keluar dari kamar yang telah ia tempati selama tiga hari. Kamar Marcus Moreno, sang kapten bajak laut yang Katherine harap segera mendapatkan balasan setimpal atas kejahatan yang telah dia lakukan.

Dua orang awak kapal yang berjaga di depan pintu kamar tertidur pulas, Katherine mengambil kesempatan itu untuk keluar. Tidak, ia tidak berpikir untuk kabur, memangnya ke mana ia bisa melarikan diri di tengah luasnya samudera yang membentang dan memenjarakannya? Katherine hanya ingin menghirup udara segar agar ia dapat menenangkan dirinya dari mimpi buruk yang baru saja ia alami.

Udara laut yang terasa dingin berhembus menyapu permukaan wajah Katherine yang pucat. Rambut cokelatnya yang bergelombang bergoyang indah tertiup angin malam. Tatapannya yang sayu dengan air mata yang berlinang menatap kosong langit yang dihiasi oleh banyaknya taburan bintang. Begitu indah, tapi keindahan itu tak cukup untuk mengusir kesedihan yang menyelimuti hatinya.

Terkadang Katherine bertanya-tanya dosa apa yang telah ia lakukan sehingga Tuhan menghukumnya sedemikian rupa? Yang Katherine inginkan hanyalah pergi ke istana calon suaminya, menikah, dan hidup dengan bahagia di sana. Tapi kini semua harapan itu sirna, Lord Charles Darby dari Bristol kini pasti telah membatalkan perjanjian pernikahan mereka setelah tahu bahwa tunangannya telah menjadi tawanan perompak. Calon suaminya pasti berpikir kehormatan Katherine telah dinodai dan ketika Kate kembali kepada keluarganya tidak ada lagi yang dapat ia terima selain gunjingan dari orang-orang sekitar dan juga rasa malu. Semua alasan itu yang membuat Kathrine hampir menyerah oleh keadaan dan sempat berpikir untuk menghabisi dirinya sendiri.

"Bunuh diri bukan jalan untuk keluar dari masalah"

Katherine cepat-cepat menghapus air mata yang mengalir deras di pipinya saat aroma yang sangat ia kenali tercium begitu dekat menusuk hidungnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Marcus Moreno. Hanya kapten sialan itu yang berani berbicara dengannya di kapal ini selain Maria, pelayannya.

"Tapi itu satu-satunya jalan yang kupunya sekarang"

Marcus membungkus tubuh Katherine dengan selembar selimut dari belakang lalu tanpa permisi ia berdiri di sisi sang Lady seakan mereka adalah teman akrab, "Tunggu sampai keluargamu menjemputmu princess, keberadaanmu dan para pelayanmu di sini juga membuatku bangkrut" sahut Marcus, meminum sebotol rum di tangannya.

"Pecundang macam apa kau ini sebenarnya, kapten?" Katherine menatap Marcus nyalang seolah kesabarannya sudah terkuras habis menghadapi lelaki itu, "Kau masih muda, kau punya banyak tenaga, tapi kau memilih untuk mendapatkan uang dengan cara menyandera para wanita yang tidak berdaya? Benar-benar memalukan" cibir Kate.

Marcus masih memandang lurus ke arah lautan yang tak berujung. Mata hijau lelaki itu berkilau di dalam kegelapan dan dengan suaranya yang dalam ia berkata, "Kau salah jika mengira aku melakukan ini demi uang, aku melakukannya untuk bersenang-senang princess karena aku suka melihat orang lain menderita, terutama bangsawan sombong sepertimu"

Kate tertegun mendengar emosi yang begitu dalam di balik suara Marcus Moreno. Ada dendam, kesedihan, dan amarah yang terdengar kental di balik suaranya. Kate memandang sosok itu lekat hingga seorang pria berambut keemasan datang menghampiri mereka, "Marcus semua sudah siap, kami menunggumu di bawah"
 
Marcus menoleh menatap Katherine dengan sorot matanya yang dingin dan datar. Nafas Katherine tercekat di tenggorokan, mereka saling menatap ke dalam mata satu sama lain dalam waktu yang cukup lama. Sejujurnya Kate ingin berpaling tapi tatapan itu menguncinya, menusuk hingga ke jiwanya seperti ketika untuk yang pertama kali manik hijau itu menatapnya.

Kate baru bisa bernafas dengan normal setelah Marcus pergi bersama adiknya, meninggalkan Katherine yang masih berdiri di dek dan bertanya-tanya mengapa jantungnya tiba-tiba saja berdebar dengan sangat kencang padahal ia tidak melakukan apa-apa?

— TBC —

Gunakan voucher WEEKENDMNTP untuk mendapatkan potongan sebesar 10ribu pada setiap pembelian novel aku di KaryaKarsa. Psstt...jumlah voucher terbatas ya!

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!


The Pleasure Of a Pirate (Completed) Where stories live. Discover now