1. Indah Wardah Al-Jannah 📍

7.6K 192 40
                                    

Tak pernah Allah menemukanku
Pada tempat tandus tanpa ilmu
Dialah Al-'Alimu
Yang Maha Tahu apa yang umatnya tak tahu

~

~~

Bukan salahku jika mereka membenci.

Itulah benak Indah berpikir tentang orang-orang yang lalu-lalang di depannya. Berbisik-bisik namun dengan suara yang cukup keras seolah merahasiakan yang mereka ucap, sedangkan telinga terlanjur menangkap apa yang mereka katakan. Agak sulit memang hidup di lingkungan minoritas macam begini.

Umat muslim Amerika memang tak sebanyak di tanah air. Memang masjid mudah ditemukan, tapi bukan hal yang mudah mendapatkan toleran dari orang-orang berjilbab macam Indah.

Tangannya mempererat jaket yang ia kenakan. Menggandeng putrinya dengan wajah sendu di antara jutaan rakyat kulit putih di sana. Indah memutar matanya. Beristighfar dengan menatap Anita.

"Sayang," Indah merapikan jilbab Anita perlahan, "gimana sekolah kamu?"

Bocah dengan jilbab biru langit itu mengangguk perlahan. Sekelibat matanya berbinar menatap Indah. Menahan sesuatu yang sudah sampai di ujung lidahnya.

"Mama, kenapa Nita nggak sekolah di Jakarta saja? Bukannya lebih enak?" Mata besar itu makin berbinar dengan pipi chubby-nya. Menatap tanya kepada bunda yang memang sejak orok sudah membawanya ke Amerika.

Napas Indah tercekat sebentar. Sudah berapa banyak putrinya bertanya begitu, tapi belum mampu ia jawab dengan jujur. Alasan yang selalu ia lontarkan saat putrinya bertanya selalu sama, "Kita menunggu ayah."

"Tapi kenapa ayah nggak pernah datang sejak Nita di Amerika?" Tetes air hangat itu mulai meleleh di wajahnya. Rasa rindu bercampur kecewa yang ia rasakan saat kata ayah banyak dibicarakan oleh teman-teman sebaya.

Indah menampakkan senyum untuk menenangkan. Mengusap pipi putrinya yang terlanjur basah oleh air mata kerinduan, karena belum pernah menatap wajah tampan suaminya.

Lagi, napasnya ia hela lebih panjang. "Nanti kita ke rumah nenek kalau begitu, ya? Kita bisa izin dari sekolah buat beberapa hari."

"Beneran?" suara Anita penuh semangat. Wajahnya penuh harapan supaya bisa bertemu nenek yang memang saat Idul Fitri kemarin mereka tak pulang kampung. Rasa rindu sudah terlalu memuncak hingga ia minta pulang ke Indonesia. Sayur asem buatan neneknya memang bukan tandingan french frice di Amerika. Suasana rumah yang hangat dan tentunya saat-saat bisa didongengkan oleh neneknya.

*****

Pintu kayu sudah di depan mata. Wajah berseri ditambah senyuman rapi dengan gigi terbuka nampak jelas di wajah Anita. Memang bukan kali pertama ia ke rumah neneknya, tapi bukan hal yang tak menarik jika menginjakkan kaki di rumah ini.

Lain lagi dengan Indah. Wajahnya justru nampak cemas entah kenapa.

Aku mau bilang apa?

"Assalamu'alaikum...," Anita mengucap salam penuh semangat.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah," suara wanita tua menyaut dari balik pintu. Senyum tipis tampak melebar dari wajahnya. Menatap si cucu sembari membenarkan kaca mata baca yang dikenakan. "Ada cucu nenek."

Anita memeluk neneknya hangat. Bergantian dengan senyum dan rasa bebas yang sukar didapat di Amerika.

"Ada apa nih, kok pulang?"

Adakah Surga Untukku? [TERBIT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt