3

379 23 0
                                    

Seperti yang dikatakan Al tempo hari, saat ini ada nomor baru yang masuk di ponselnya. Dari keterangan yang Al berikan, pria itu bernama Bima. Seorang dosen muda di salah satu universitas ternama di Bandung, yang juga teman komunitas motor Al.

BimaAntara : Selamat pagi, saya temannya Alga, yang akan menggunakan jasa Swastika EO.

SwastikaEci : Iya, Bapak ada waktu luang kapan? Untuk membahas ini.

BimaAntara : Besuk pagi saja saya datang ke Swastika EO

SwastikaEci : Baik, saya tunggu kedatangannya.

Eci kembali kedalam ruangannya untuk mengambil tas dan segera pulang. Karna sekarang sudah pukul tujuh malam dan Swastika EO hanya buka sampai jam tujuh malam. Setelah ia keluar ruangan, ia menghampiri Anjani, salah satu leader di teamnya.

"An, besok bakal ada tamu yang membahas projek dengan kita. Kalau mereka fiks, kamu yang handle ya. Dan kalau besok saya belum datang, kamu persilahkan buat nunggu di ruang saya"

"Iya Mbak, baik"

Eci mengangguk, "Saya pulang dulu, habis ini kamu sama yang lain juga pulang aja. Nggak usah lembur dulu"

Setelah Anjani mengangguk, Eci bergegas menuju parkiran dan masuk ke dalam mobilnya. Ia cukup lelah hari ini karna ikut memilih gedung bersama pelanggannya berkeliling Bandung. Jadi ia akan langsung pulang saja dan tidur secepat mungkin setelah rebah di kasurnya.

***

Pukul sembilan pagi Eci tiba di kantor. Ia menghampiri meja Anjani lebih dulu untuk menanyakan apakah tamunya sudah datang. "Iya Mbak, baru aja saya anterin masuk"

Eci menuju ke ruangannya lalu membuka pintu perlahan, "Permisi, maaf menunggu lama"

Pria yang duduk di depan meja kerjanya menoleh dan berdiri selagi Eci berjalan ke arahnya. Mereka menjabat tangan dan mengenalkan nama masing masing lalu duduk kembali.

"Btw, kita seumuran dan saya merasa tua kalau kamu panggil bapak" ucap Bima di iringi kekehan.

Benar juga. Eci baru meneliti pria di depannya ini. Pria dengan kulit yang cukup bersih untuk ukuran lelaki, dengan tubuh tegap dan tinggi, meski badan Al lebih ideal dan bagus, tapi secara fisik Bima ini oke juga.

"Oh, maaf. Hanya formalitas saja sih"

Bima tersenyum simpul, "Kita bahasnya santai saja, biar lebih mudah"

"Oke, aku ngikut aja sih. Jadi gimana rencananya buat ulang tahun mama kamu?"

Bima mulai menjelaskan jika dua minggu lagi mamanya akan berulang tahun ke lima puluh. Sebenarnya waktu dua minggu adalah waktu yang mepet, tapi karna Bima menginginkan pestanya berada di kediamannya, jadi Eci menyanggupi. Toh dia juga temannya Al, jadi ia kurang enak jika menolaknya.

"Oke, jadi konsepnya kolosal ya Bim? Jadi sebelum menyiapkan segala keperluannya, mungkin aku sama team aku bakal lihat lokasinya dulu buat nentuin kira kira gimana enaknya" jelas Eci sambil menambahkan beberapa catatan kecil di note book nya.

Bima mengangguk, "Iya, nanti kamu kabari aja kapan waktunya biar aku antar"

"Tentu, nanti aku kabari kamu aja. Jadi hari ini cukup segini dulu ya, lain waktu kalau kami udah dapat kabar bagus, kita bakal meeting buat dapat kepastian kamu oke atau enggak" Bima mengangguk lagi dan melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan waktu makan siang.

"Ehm, Eci, kamu nggak berniat makan siang?" Refleks, Eci melirik jam tangannya lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Bima.

"Iya, setelah ini mungkin"

"Keberatan kalau makan siang sama aku? Aku traktir deh sebagai tanda kerja sama kita" kekehnya di susul tawa dari Eci.

"Oke, Yuk"

***

"Sebelumnya sorry nih Ci, kamu sama Alga beneran nggak pacaran ya?" Tanya Bima blak-blakan.

Setelah ajakannya di setujui Eci, mereka berdua melenggang ke salah satu restoran Jepang di dekat Swastika EO. Sebenarnya tadi Bima menawari untuk menggunakan mobil saja, tapi karna ini jam makan siang yang kemungkinan besar akan macet, jadi Eci menyarankan untuk jalan kaki saja. Toh jaraknya tidak begitu jauh.

"Ya ampun, ya enggaklah Bim. Aku tuh temenan sama Al sejak masih sekolah. Makanya kami deket. Emang kenapa?"

Pria itu manggut-mangut mendengarnya, lalu meneguk minuman sebelum menjawab, "Enggak sih, temen-temen ngiranya gitu. Kan beberapa kali kamu nyamperin dia waktu bareng kami. Dan Al juga nurut gitu sama kamu"

Eci tertawa, "Nurut gimana. Dia tuh nyebelin tau. Sukanya usil dan ngajakin bertengkar. Tapi kadang dia emang baik banget sih, mau aja aku repotin"

Iya, memang begitu adanya. Al itu pria yang tanggungjawab, apalagi terhadap wanita. Mungkin karna pria itu juga mempunyai adik perempuan makanya ia seperti itu. Terlebih adiknya dan orangtuanya tinggal di Jakarta sejak lima tahun terakhir. Tapi di akui Eci, ia akan merasa aman kala ia bersama Al.
"Oh, aku pikir kalian pacaran atau semacam friendzone gitu, haha"

Tak hanya Bima memang yang menyangka seperti itu. Banyak diantara orang-orang bahkan teman-teman mereka juga mengira mereka mempunyai hubungan khusus. Tapi Al dan Eci segera menampiknya, karna nyatanya mereka hanya bersahabat. "Banyak kok yang bilang gitu. Tapi yaudahlah, kita nggak ambil pusing"

Benar. Mereka berdua enggan menanggapi hal hal seperti itu. Toh yang menjalani kan mereka berdua, orang lain tidak akan mengerti dan juga merasakan. Kita hanya punya dua tangan yang tidak bisa untuk menutup mulut semua perkataan orang-orang, tapi kita punya dua tangan untuk menutup kedua telinga ketika dari omongan orang-orang.

***

Sudah dua hari Al sibuk di bengkel utama karna memiliki sedikit masalah di bagian keuangan karna laporan bulan ini antara yang diberikan dan keadaan aslinya tidak sesuai. Ia sudah mengecek semuanya dengan Dani, pegawai kepercayaannya untuk membahas kasus ini. Yang ternyata setelah di usut, memang salah satu pegawainya melakukan penyelewengan dana, seperti dugaannya.
Dan yang membuat Al pusing adalah alasan pegawainya itu melakukan tindakan ini. Pegawai tersebut mengaku melakukan ini karna anaknya sedang baru saja mengalami kecelakaan yang diharuskan untuk segera operasi. Ia jadi bingung harus bertindak apa karna di sisi lain, pegawainya itu kinerjanya cukup baik dan jarang melakukan kesalahan yang berarti.

Itulah sebabnya ia tidak berkomunikasi dengan Eci sama sekali. Toh mereka juga kadang seperti ini saat diantara mereka sedang sibuk. Dan mereka juga tidak mempermasalahkannya bahkan mengerti kesibukan satu sama lain. Mereka berdua sama-sama pengusaha, yang juga sama-sama merasakan manis pahitnya dalam mengembangkan usaha.

"Yaudah deh Dan, kamu bilang aja sama Mas Opi besok suruh nemuin gue. Gue mau ngomong sama dia aja, sebenernya gue nggak terima sih, cuma ya gimana dia kepepet. Bingung gue mau ngapain"

Dani yang berdiri di depannya mengangguk, "Siap Bang. Nanti gue bilangin ke Bang Opi. Gue balik kerja dulu Bang"

Al menghembuskan nafas berat setelah Dani keluar dari ruangannya. Ia akan menghubungi Eci saja untuk meminta pendapatnya. Setelah memutuskan menelpon, di dering kedua Eci mengangkatnya.

"Halo?" Sapa gadis itu di seberang telepon.

"Aku butuh pendapat kamu Ci, kapan senggang?"

Jujur saja, Al tak ingin basa basi sekarang. Jadi tanpa menjawab sapaan Eci, ia langsung mengutarakan keinginannya.

"Tuhkan, nelfon kalo ada butuhnya doang. Nanti malam aja sekalian jemput aku di kantor. Tapi jangan naik motor, aku lagi pakai rok"

Al terkekeh mendengarnya, "Siap, my lovely bestfriend" setelahnya ia mendengar suara Eci yang dibuat seperti orang muntah setelah mendengar ucapannya.

***

Vote dan komen ya

Seribu PurnamaWhere stories live. Discover now