BAB 4: Pulang

26.2K 4K 112
                                    

BAB 4. Pulang

^°^

Selepas mengelilingi Bali tiga hari penuh, kini saatnya Ghea untuk kembali pada rutinitas yang sesungguhnya; pulang. Pulang ke mana, Ghe? Rumahnya Mas Zebra, dong. Kedua pipi Ghea mendadak panas.

Selesai dengan koper mereka, Ghea berdiri saat melihat Zebra baru saja keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk. Ghea buru-buru mengalihkan wajah dan menepuk kedua pipinya menyembunyikan senyum. Kenapa Ghea masih saja merasa malu melihat Zebra yang bertelanjang dada?

"Bajumu udah aku siapin di atas kasur, Mas." Ghea melangkah keluar kamar. "Aku tungguin di lobi bawah ya? Reni nelpon nih katanya mau dibawain oleh-oleh. Kita belum sempat beli apa-apa."

"Saya enggak lama kok. Tunggu sebentar." Zebra tahu-tahu muncul di depan Ghea. Pria itu sudah memakai kausnya, tapi masih dengan handuk membelit ke pinggang. Diam-diam, Ghea mendesah lega. Ya, setidaknya, dada bidang pria itu sudah tertutup rapat dan jantung Ghea terselamatkan.

Ghea menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Yaudah, buruan pake celananya."

"Lah, kamu aja enggak nyiapin celananya. Gimana saya pakainya?" Zebra menunjuk ke arah ranjang dengan dagunya. Sudah tak ada potongan pakaian yang tersisa.

Ghea mengerjab, kemudian tersenyum malu. "Sorry Mas. Aku lupa. Bentar aku ambilin dulu," cepat, Ghea membuka kembali koper milik Zebra dan mengambil celana bersih dan menyerahkannya pada Zebra.

"Kamu lucu banget sih." Zebra mengacak puncak kepala Ghea sekilas dan memakai celananya tanpa rasa canggung, membuat Ghea--, lagi-lagi, mengalihkan wajah dengan pipi panas.

"Ghea..." Zebra berujar lagi.

Ghea masih belum berani menoleh. "Apa?"

"Kamu masih malu liat saya pake baju? Saya udah selesai loh ini." Ghea merasakan dagunya ditarik, langsung bertemu dengan iris tajam milik Zebra yang menghanyutkan. "Kenapa?"

Ghea tertawa garing untuk menyembunyikan gugup. "Siapa yang malu? Enggak kok, biasa aja. Mas Zebra aja yang kegeeran. Udah ah. Ayo ke bawah, nanti keburu siang."

Mereka memang memutuskan untuk kembali ke hotel setelah berkunjung ke rumah Jauhar. Mereka masih punya beberapa jam sebelum pesawat berangkat, jadi, mereka memutuskan untuk mampir ke pusat perbelanjaan di dekat hotel.

"Hmmm," Zebra mengangguk tanpa rasa curiga. Pria itu segera menautkan tangan mereka, membuat Ghea, diam-diam, mengulas senyum bahagia.

Tak seperti Ghea yang perlu waktu lama untuk bersiap-siap, suaminya itu hanya perlu mandi dan memakai pakaiannya. Jika sedang dalam mood baik, durasi mandi Zebra hanya sepuluh menit. Dia bahkan tak menyisir rambut atau memakai pelembab wajah. Pantas saja kulitnya terlihat agak kering meskipun masih tampan. Kapan-kapan Ghea ingin sekali mengajak Zebra maskeran bareng. Pasti menyenangkan sekali. Iya kan?

****

"Tadi Reni ngechat. Katanya minta dibeliin pie susu sepuluh kardus," Ghea meletakkan ponselnya ke dalam tas, memandang pusat perbelanjaan di depannya yang tampak ramai. Di sebelahnya, Zebra berdiri dengan sikap tenang.

"Yaudah, beliin aja. Tiga lusin sekalian," Zebra menyeringai, yang dibalas Ghea dengan cubitan di pinggang.

"Jangan lah. Kalo kebanyakan nanti dijual lagi sama Reni. Dia kan otaknya sama kayak aku, otak dagang."

Zebra tertawa dan mencubit hidung Ghea gemas. Bibir Ghea mengerucut. Tanpa sadar, mereka sudah sampai di area panganan khas Bali, mulai dari pie susu, kacang, sampai kopi khas Bali ada semua.

Sacrifice D'amour Место, где живут истории. Откройте их для себя