9. Kebenaran? Enak Saja!

4.4K 516 89
                                    

Biasanya kalau kita kehilangan sosok yang berharga dalam hidup kita, wajar apabila nafsu makan menurun—karena melakukan segala hal terasa hampa tanpa kehadirannya.

Namun, Mark Lee malah kebalikannya.

"Jae Hyung," Pipi Mark menggembung penuh. Dia masih setia mengunyah daging segar yang terus-menerus masuk ke dalam mulut kecilnya. "Tambah lagi, dong."

Akhirnya Jaehyun memutuskan untuk menampar kepala adiknya keras-keras. "Kau bisa menghabiskan pasokan daging kita, bodoh," desisnya kesal.

Mark mengerucutkan bibir. Dia menepuk perban yang membalut perutnya selagi puppy eyes andalannya menatap Jaehyun dengan penuh harap. "Hung, tidak kasihan kepadaku, Hyungie?"

Mark Lee dan sikap sialannya.

"Kau pikir hanya bermodalkan wajah seperti itu, aku akan luluh, hah?!" Pemuda Jung itu mendesis gemas, kedua tangannya menarik telinga milik Mark dengan bengis, menimbulkan pekikan keras yang lolos dari bibir sang adik.

"Aduh! Hyung, sakit!"

"Rasakan, anak manja! Kalau di depan Donghyuck saja kau sok jantan, hah!"

Taeyong berdiri di ambang pintu, bersedekap dada. Manik kelamnya menatap malas pemandangan adik-kakak yang tengah berseteru di atas ranjang. Mereka berguling heboh—sesekali Jaehyun memekik karena rambutnya ditarik kencang.

"Aduh, kebodohan," gumam Taeyong. Kepalanya menggeleng ke kanan dan kiri, merasa heran melihat kedua insan tersebut. "Mark, kau tahu? Sikapmu saat ini benar-benar seperti Haechan."

Mark dan Jaehyun terdiam di atas ranjang. (Dengan posisi si kakak yang berada di atas Mark, menahan beban tubuh dengan kedua tangan di antara kepala si adik.) Pandangan mereka mengarah ke sosok yang berdiri di ambang pintu.

"Maksudmu?" Itu Jaehyun yang bertanya.

"Ayolah, Jae," Taeyong mendengus keras-keras. "Tidak bisakah kau akhir-akhir ini melihat sikap manjanya? Biasanya dia tidak pernah seperti ini."

"Efek rindu, mungkin," celetuk Jaemin—yang tiba-tiba menyembulkan kepala dari balik pintu. "Hyung, efek rindu itu mematikan, lho." Setelah datang secara tiba-tiba, Pemuda Na itu berlari sekencang-kencangnya.

Raut muka Mark menggelap. "Iya, aku merindukan Donghyuck," lirihnya.

Ekspresi sendu yang kentara tak luput dari penglihatan Jaehyun. Alpha dari pack werewolf itu mendengus geli melihat kedua sudut bibir Mark melengkung ke bawah. "Well, kalau kau ingin Donghyuck kembali kepadamu—maka berlatihlah, bocah. Peperangan memang melibatkan banyak pihak, tetapi semuanya tetap ada di tanganmu. Karena," Telunjuk Jaehyun menunjuk hidung bangir milik Mark. "hanya kau yang bisa menyelamatkan Donghyuck, Mark."

Alih-alih tergerakkan hatinya, Mark malah menyedot ingus yang menggantung di hidungnya. "Aduh, petuah yang bagus, kakek tua."

"Wah, muntahkan semua daging yang kau makan, keparat kecil."

"Hehe, bercanda," Cengiran lucu terukir di bibir sang alpha muda. Dia bergerak menggeser tubuh kakaknya—beranjak dari ranjang untuk mengambil sebuah kemeja putih yang tersampir di sebuah kursi kayu. Sembari mengenakannya, dia berkata, "Aku hanya perlu mengawasi pack kita saat berlatih, kan?"

"Ralat, vampir juga," tukas Taeyong cepat, "karena sekarang kau adalah pemimpin kami semua."

"Tapi tenang saja," Jaehyun menepuk bahu kiri sang adik. "Ada aku dan Jeno, kok."

Wah, jadi Jeno yang akan menggantikan posisi Donghyuck untuk sementara waktu? Duh, Mark harus minta maaf ke kakak ipar kalau selama ini dia terlalu kasar kepadanya. "Kalian semacam wakilku, begitu?" tanya Mark. Seringai lebar muncul di sepasang labiumnya.

Epoch • MarkhyuckWhere stories live. Discover now