Tiga jam Luna gunakan buat belajar untuk ulangan matematika nanti saat istirahat. Luna tidak perhatikan bu Sulis yang sudah berdongeng di depan kelas. Bahkan melihat papan tulis yang menurutnya tv kesayangan guru pun diabaikan. Luna fokus baca buku catatan nya.
Sebelum bu Sulis masuk, Luna minta sama Dito buat change tempat duduk. Kebetulan Dito duduk di pojok paling belakang, tempat strategis bagi murid yang kerjanya datang kesekolah itu dengan prinsipnya DTM, datang tidur makan. Jadi kalau Luna tidak memperhatikan tidak akan dilihat guru.
"Kalau gue tau ada ulangan dadakan kayak gini mending gue datang cepat." bisik Luna ke teman sebelahnya.
Kringgg!
Bel istirahat pun berbunyi, membuat seluruh siswa kelas XI IPS 2 segera keluar dari kelasnya tanpa mempedulikan bu Sulis yang masih di kelas.
"Cepat ke kantor guru atau gue tinggalin." perintah Ferdo yang tiba-tiba di depan Luna duduk.
"Dah istirahat ya?" tanya Luna tidak menyadari bel istirahat sudah berbunyi.
"Punya telinga tapi gaberfungsi . Cepetan." suruh Ferdo. Luna pun bergegas ikut bersamanya.
"Eh Lun mau kemana?" tanya Fitri.
"Eh Fit, gue buru-buru, mau ulangan susulan. Maap yah bayy." ucap Luna terburu-buru. Luna langsung mengejar Ferdo yang sudah sangat jauh. Langkahnya yang sangat besar dan cepat menyulitkannya untuk menyamakan langkah kakinya.
Sesampai di kantor guru, Ferdo dan Luna langsung menghampiri meja bu Ratna untuk ulangan matematika.
***
"Fitri, Dita." teriak wanita paruh baya sambil berusaha mengejar Dita dan Fitri menuju kantin.
"Loh, bukannya itu bibi yang ada di rumah Luna ya?"tanya Dita ke Fitri.
"Ya, itu pembantu di rumah Luna itu." mereka dua pun menghampiri bibi itu.
"Ini saya bawa bekal buat non Luna. Tadi pagi dia tidak makan, jadi saya bawa ini." pembantu itu menyerahkan rantang isi makanan serta beberapa butir obat buat Luna ke mereka.
Dita dan Fitri saling pandang. Fitri pun mengambil rantang itu, tidak lupa mengucapkan terimakasih. Setelah itu pembantu itu pamit pulang.
"Kok gue bingung ya? Sejak kapan pembantu nya mulai peduli sama Luna?" tanya Dita. Merasa ada yang janggal.
"Jadi menurut lo gimana?" tanya Fitri balik.
Dita berdecak kesal. Bukannya menjawab pertanyaan nya, malah ditanya balik. Dita pun meninggalkan Fitri sendirian.
"Etdah ni anak, suka betul ninggalin gue. Ga doi, ga teman sama aja." gerutu Fitri. Fitri pun mengejar Dita yang sudah jauh di depannya.
***
Luna berdiri dari kursi tempat dia bersemedi dengan soal matematika yang menyulitkan. Luna melihat kearah samping, tempat duduk Ferdo yang sudah kosong tak berpenghuni. Ferdo lebih dulu menyelesaikan soal ulangan itu.
Luna melangkahkan kakinya menuju pintu ruang guru, dan menyusul temannya yang ada di kantin.
"Hey." sapa Luna kepada kedua temannya. Fitri membalas sapaannya dengan senyuman, sedangkan Dita hanya menganggukkan kepala.
"Nih bekal lo." Dita cuek sambil memberikan kotak bekal.
"dari siapa?" tanya Luna.
Bukannya menjawab pertanyaan Luna, Dita pergi meninggalkan mereka berdua. Luna yang kebingungan dengan kotak makan pemberian seseorang yang tidak dia ketahui, dan sekarang Dita cuek seakan-akan marah sama Luna. Luna mengernyitkan kening, menatap Fitri untuk menjelaskan semuanya.
"Pembantu lo yang lo anggap kakak lo sendiri. Dia yang antar ini ke lo. Katanya lo gak makan tadi pagi."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...