34[xxxiv]

1.1K 227 12
                                    

"Yoongi?" Terdengar suara Hobi, bahkan lebih pelan dari biasanya, dari tempat tidur bawah.

"Ya?" Jawabnya, menatap langit-langit. Ia juga tidak bisa tidur.

"Apa kau merindukan ibu?"

Yoongi menghembuskan nafas dengan tajam. "Berhentilah menanyakan pertanyaan bodoh itu, Hobi."

"Jawab saja pertanyaannya, Yoongi," kata Jin pelan, tidak ingin Hobi menangis lebih dari yang sudah ia lakukan.

"Kau masih bangun, Hyung?" Tanya Yoongi, tubuhnya berguling untuk melihat tempat tidur Jin. Karena Jin yang tertua, ia mendapatkan tempat tidur miliknya sendiri sementara Yoongi dan Hobi berbagi tempat tidur bertingkat.

"Jangan mengubah topik pembicaraan. Jawab saja pertanyaannya."

Yoongi mengerutkan keningnya, berguling kembali untuk menatap langit-langit. "Tidak. Aku tidak merindukannya sama sekali. Aku tidak peduli apa ibu ada di sini atau tidak. Bahkan, aku senang ibu pergi."

Jin membiarkan keheningan itu selama beberapa detik sebelum ia menjawab. "Yoongi, kau tidak perlu berbohong padaku. Tidak apa-apa merasa terluka."

"Ibu mengkhianati kita," Yoongi membentak, dan Jin hanya mengangguk dari tempat tidurnya sendiri.

"Aku tahu. Aku tidak mengatakan itu benar. Tapi ... kau tidak harus berpura-pura seperti kau tidak peduli. Kau hanya menyakiti dirimu sendiri."

Yoongi terdiam.

"Aku merindukannya," kata Hobi, suaranya serak dan pecah karena baru-baru ini ia menangis. "Aku sangat merindukannya. Aku rindu dengan wangi yang biasa menempel pada ibu. Seperti parfumnya. Tapi ibu membawa parfumnya bersamanya, dan sekarang aku tidak ingat wangi apa itu," kata Hobi, mendengus. Ia tidak mau menangis lagi. Tidak saat saudara-saudaranya yang lebih tua menjadi kuat dan ia sendiri harus kuat untuk si kembar tiga.

"Kemarilah, Hobi," bisik Jin, dan Hobi melompat dari tempat tidurnya dan menyelinap masuk ke tempat tidur Jin, jatuh ke pelukan hyungnya.

Jin memeluknya erat, meremas lengannya di sekitar tulang rusuk Hobi. "Tidak apa-apa. Aku juga merindukannya. Cara ibu dulu membuat roti lapis untuk kita dalam bentuk yang menyenangkan dengan pemotong kue."

Hobi mengendus. "Aku ingat itu."

Jin tersenyum. "Dan bagaimana ibu  berpura-pura marah saat salah satu dari kita mencuri salah satu sepatu hak tingginya yang mewah? Dan kemudian ibu tidak bisa memakai yang lain karena itu tidak cocok?"

Hobi terkikik, meletakkan dagunya di bahu Jin. "Itu adalah permainan yang menyenangkan ..."

"Bagaimana denganmu, Yoongi? Apa yang kau rindukan?" Jin mencoba membuat Yoongi mengakui bahwa ia hanya kesal jadi ia tidak harus menyimpan semua perasaannya di dalam hatinya.

"Aku sudah bilang padamu, Hyung. Aku tidak merindukannya-"

"Diamlah dan beri tahu aku, Yoongi," jawab Jin tidak ramah.

"... saat ibu bersenandung," Gumam Yoongi. "Ibu selalu suka bersenandung saat ibu sedang membersihkan rumah atau memasak atau mencuci pakaian atau apapun. Ibu selalu menyenandungkan sesuatu."

"Apa kau ingat bagaimana nadanya?" Tanya Jin.

Yoongi ragu-ragu sebelum menutup matanya. Kemudian ia mulai bersenandung, satu not diikuti yang lain menjadi melodi utuh.

Ia tidak bisa menyelesaikannya sebelum matanya menjadi basah dan ia menuruni setengah tangga, melewati beberapa anak tangga terakhir dengan melompat, dan melompat masuk ke tempat tidur Jin.

Jin hanya tersenyum lembut, menarik Yoongi kepelukannya dengan tangan yang lain dan menggosok kedua kepala mereka saat mereka menangis. "Tidak apa-apa merindukan ibu. Ibu merawat kita untuk waktu yang lama, kan? Jadi tidak apa-apa. Tapi kita masih mempunyai Ayah, dan kita punya Ayah sekarang. Ayah tidak akan pernah pergi."

"Tapi bagaimana kita tahu itu?" Tanya Yoongi, terisak keras. "Bagaimana kalau ayah hanya mengatakan itu tapi ia melakukan apa yang ia lakukan? Bagaimana jika ayah menemukan seseorang yang ayah cintai lebih dari kita?"

Jin hanya menggosok punggung Yoongi. "Ayah tidak akan melakukan itu. Ayah sangat mencintai kita, ingat? Ayah yang mengatakannya pada kita." Jin berhenti. "Apa kau mengerti? Anggaplah jika kau mengerti."

Yoongi mengangguk didekapan Jin, dan Jin tersenyum.

"Bagus. Kau tidak perlu khawatir kehilangan Ibu. Aku akan menjadi ibu barumu, oke? Aku akan menjagamu dan memasak untukmu dan membersihkan rumah untukmu, jadi kau tidak perlu bersedih, kau mengerti?"

"Tapi hyung, terakhir kali kau memasak, kau menyalakan alarm kebakaran," gumam Hobi, dan Jin menjulurkan lidahnya.

"Hei! Itu adalah pertama kalinya aku mencoba memasak! Aku akan menjadi lebih baik, aku janji." Ia tersenyum pada dua adiknya di pelukannya.

"Ew," Yoongi bergumam. "Aku tidak mau kau menjadi ibuku."

"Aish!" Kata Jin, memutar matanya. "Kalian anak-anak sangat sulit. Tutup mulut dan terimalah cintaku."

Hobi terkikik. "Kami juga mencintaimu, hyung."

Jin tersenyum dan mengacak-acak rambutnya. "Bagus, karena aku juga tidak akan pernah meninggalkanmu, seperti Ayah, kau mengerti?"

Tapi Yoongi masih fokus pada Jin-sebagai-ibu-pengganti. "Kau mungkin akan membuat kami memberimu ciuman selamat tinggal," keluhnya, dan Jin hanya menepuknya dengan ringan di kepala.

"Itu benar! Dan aku akan mempermalukanmu di depan umum dan membuat makan siang untukmu dan semua hal semacam itu juga!" Jin bersikeras.

Yoongi hanya memutar matanya sebelum tersenyum, tapi kepalanya tertunduk sehingga Jin tidak bisa melihatnya. "Kau tidak perlu melakukan semua itu, hyung. Jadilah dirimu sendiri. Tapi kau tetap tidak bisa pergi."

Jin balas tersenyum. "Baiklah. Tapi aku akan menjadi lebih baik saat memasak."

"Tentu saja, hyung."

"Aish!"

Mereka tertawa bersama sedikit lebih lama sebelum Jin membuat mereka berdua berbaring, Yoongi beralih sehingga Hobi berada di tengah-tengah kakak-kakaknya, sebelum Jin menyelipkan selimut di sekitar mereka dan mereka tertidur.

Single Father || Namjoon + BTS!Kids [INDONESIAN TRANSLATION] (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang