Chapter 19

40 8 2
                                    

Maapkan saia para bebsky, saya terlalu kebawa suasana liburan sampe" lupa publish :"v sebagai tanda minta mangap, saia kasi double update (bukan double black ya) (soukoku 4lyfe betewe)

Hari yang berat untuk Nao. Setelah sekian bulan sejak kejadian yang tak terduga itu. Terlebih hari ini jadwalnya memang padat, bahkan ia harus membatalkan beberapa  wawancara dan undangan radio sana-sini. Ia membawa sebuah buket lili putih ke sebuah permakaman yang sejuk. Ia berjalan dengan santai ke batu nisan berukuran kecil.

‘Jiwa Suci
XX-OO-20XX

“Kami akan selalu mencintaimu”
-D. Osamu & N. Osamu-‘

Begitu tulisan yang terukir di batu nisan kecil itu. Nao jongkok di depan batu nisan itu dan menaruh buket bunganya didepannya. “Ku tak tau harus berbicara apa…” Ia menghela napas. “papamu lagi sedikit sibuk saat ini, makanya hanya ada mama disini.” Gumam Nao. “Mungkin… ku tak pantas disebut sebagai mama…” Raut muka Nao tiba-tiba berubah.

“Aduh, gimana sih! Cowo kok gak bisa manjat pohon??”

Terdengar suara yang amat Nao kenali. “Jangan salahkanku, Koyou-san. Dari dulu ku tidak pernah diajari memanjat pohon…”, “Insting, Chuuya. INSTING!” “INSTING APANYA?!”

Nao berdiri dan sontak celingak-celinguk. Sampai akhirnya matanya berhenti di seseorang berambut oranye, dengan topi yang menjadi ciri khasnya. Siapa lageh selain Chuuya? Seseorang yang telah menghancurkan hati Nao menjadi ratusan keping. Sepertinya Chuuya kesusahan untuk meraih syal desainer milik Koyou.

Koyou dan Nao pun saling bertatap mata. “N-Nao?!”

Chuuya sontak membeku dan menoleh ke arah Nao, dengan ekspresi muka yang kagedh. “Nao…” Gumam Chuuya. “Kamu ngapain disini, Nao?!” Tanya Koyou sambil berjalan menghampirinya. “ku cuma ingin menaruh buket aja kok. Mbak Koyou sendiri ngapain kesini?” Tanya Nao. “Oh, kami hanya mengunjungi makam ibunya Chuuya, hari ini peringatan kematiannya.”

“Begitutah? Kalau begitu, ku pamit dulu. Dazai seharusnya sudah mau pulang jam segini, jadi harus menyiapkan makan malam.” Senyum Nao.

“Oh—yaudah deh. Emang Dazai abis ngapain?” Tanya Koyou. “Fansign. Kata Kunikida-kun, kebetulan fansign kali ini rame banget, jadi pulangnya agak sore. Biasanya cuma beberapa jam aja sih. Aku duluan ya.” Senyum Nao sebelum meninggalkan mereka bertiga. “Katanya gak bakal ketemu dia.” Chuuya memberikan syalnya ke Kyouka. “Ya, mana ku tau, Chuuya! Ku mana menyangka dia bakal kunjungin makam anaknya pas-pasan bersamaan sama kita!”

“Makam anaknya?”

“Iya, kan udah pernah kubilangin kalau dia keguguran.” Koyou menghela napas dan menoleh ke makam anaknya Nao. Ia inget banget ekspresi Nao pas di rumah sakit beberapa bulan yang lalu. Nyesek liatinnya.

“Sudahlah. Kyouka, yuk pulang. Chuuya kau pulang sana ke Tokyo.” Kata Koyou, menghampiri Kyouka. “Hoi… kenapa kau malah mengusirku?” “Hm? Emang kau ada rencana untuk disini? Enggak kan? Sana pulang, besok kan syuting lagi.”

Nao pun pulang ke rumahnya, segera menuju ke dapur sambil memikir masakan apa yang harus ia masak untuk makan malam. Nasi padang? “Haruskah aku ke supermarket…?” Ia menoleh ke arah jamnya. Sudah jam 7. Seketika ia menyesal karena tidak mampir ke supermarket setelah dari rumahnya Fukuzawa. Ngapain? Nao sudah berjanji kepada Mori untuk mengajarinya memasak. Ya. MEMASAK.

Elu pikir om Mori bisa masaq? Hellaw.

Om-om sarjana kedokteran itu benar-benar pasrah, ia ingin memasak untuk makan malam pas saat monthsarry ke-5 nya. Nao pun bahkan sempat ngomel-ngomel ke om-om itu karena merayakan setiap bulan itu hal yang kekanak-kanakkan.

“Astaga, Mori-san… Kukira anniversarry ke-5, eh ternyata monthsarry ke-5…”

“Ehehe… Itu sudah kebiasaanku, Nao-chan.”

“Kebiasaan apanya? Udah deh, kayak gak pernah pacaran aja.”

Itulah yang dikatakan Nao ke Mori. Dan karena itu, ia langsung pulang, lupa kalau ia harus memasak. Ia membuka lemari es nya dan… isinya mengecewakan. Isinya Cuma ada telur, ikan asin, dan kecap manis. Oh, dan ada sebungkus roti yang sudah mulai jamuran di pojokan.

Kapan terakhir mereka belanja?—ah tidak—kapan terakhir mereka membuka lemari es nya????!111!! apa selama ini Nao tidak memasak belakangan ini? Yak, betol skaleh. Ia sekali lagi merasa gagal sebagai seorang istri yang baik. Ia mengambil hp-nya dan menelpon Dazai. “Halo, sayang?”

“Erh… Kamu lagi dimana?”

“Hm? Aku barusan dari rumah Kunikida-kun, ku hanya menemaninya mencatat data dari fansign tadi. Kenapa?”

“Bisakah kamu membeli lauk untuk makan malam? Sekalian belanja…?”

“Bisa kok sayang. Kamu belakangan ini suka beli lauk yah? Kangen deh masakanmu.” Goda Dazai. “ya, maka dari itu kamu minta kamu belanja. Kalau nunggu kamu pulang, baru masak… kemalaman.”

“Yasudah. Mau dibeliin apa?”

“… Soto betawi.”

“…”

"Kenapa?”

“Sayang, di Jepang kagak ada yang jualan soto betawi.”

“Yaudah, soto banjar aja kalau gitu.”

“Sayangku, di Jepang juga kagak ada yang jualan soto banjar juga.”

“Rawon?"

“Hah? Tawon?! Kamu mau ngapain makan tawon, sayang??? Jangan-jangan kamu mau mukbang makan tawon???”

“…”

“Beneran mau makan tawon? Aku cariin nih.”

“Eng… aku mau tonkatsu aja deh.”

“Tonkatsu? Oke. Aku cariin ya.” Dengan begitu, Dazai mematikan teleponnya.

Kusut Segitiga (Chuuya x OC x Dazai)Where stories live. Discover now