Chapter 28

24 4 3
                                    

AAAAA MONMAAP SMW READERS SEKALIANNNN pikiran nthor kacau betul kali ini, nthor khawatir, nthor kesel, nthor gatau harus ngapain lagi buat ngadepin global pandemic ini. Tapi nthor minta tolong banget buat readers tercinta nthor buat jaga kesehatan, minum vitamin yang banyak dan tolong sementsra ini jangan deket" sama manusia, yang alergi sama manusia kek nthor, berbahagialah.


-Setelah beberapa hari-

“Akhirnya sampai juga di rumah…” Nao membuka pintu utama rumahnya yang lumayan besar sambil menggendong anaknya. “Sudah kupastikan setiap sudut ruangan sudah bersih, ku juga sudah mulai memasang pelindung stop kontak.” Kata Dazai sambil membawa tas yang berisi pakaian Nao dan beberapa peralatan dan baju bayi yang diberikan oleh rumah sakit.

“Ini rumahmu, nak…” Nao tersenyum pada Kou yang sepertinya baru bangun tidur. Nao kemudian naik ke lantai 2 dan pergi ke kamarnya yang sudah disediakan tempat tidur untuk bayi yang sengaja disatukan bersama kasur mereka.

“Nah, ini tempat tidurmu… kalau kau sudah bisa bediri, kau akan pindah ke kamarmu sendiri ya?” Nao mencium kening Kou dengan lembut.

Lalu, Kou pun segera tertidur pulas di dekapan Nao.

Dazai pun segera menaruh tasnya yang berat itu di lantai dan menghampiri istrinya. “Ah, dia tidur lagi…” Gumam Dazai. “Ya, bayi menghabiskan banyak waktu untuk tidur…” Nao dengan lembut meletakkan bayinya diatas tempat tidur khususnya. “Kebetulan Kou itu bayi yang tidak banyak menangis… ia akan menangis kalau ia terbangun sendirian.” Nao menghela napas.

“Begitukah?” Tanya Dazai, sambil melihat anaknya tertidur pulas. “Ya, ku sangat bersyukur dapat anak yang enggak terlalu rewel.” Nao menghampiri Dazai dan meletakkan kepalanya di atas pundak lebarnya Dazai sambil memandang anaknya. Dazai memeluk istrinya dan mencium keningnya. “Aku lapar… makan yuk?” Ajak Dazai.

“ah ya, kau makan apa selagi aku di rumah sakit?” Tanya Nao. “Eh, ku order delivery.”

“…”

“…”

“…”

“Ku tidak bisa masak, sayang. Maklumilah.”

“Selama seminggu kedepan, kau akan menjadi vegetarian. Pasti kau tidak makan sayur-sayuran. Ku tebak… Kau pasti makan makanan yang mengandung banyak micin?”

“Eh… ehehehe…”

“Yak, biar ku buatkan salad untukmu.” Kata Nao, jalan menuju dapurnya di lantai bawah. “A-apa?! Salad?? Mana bisa kenyang aku makan itu, sayang??? Kau kira aku herbivora? Aku omnivora yang bangga! Aku bangga menjadi omnivora!” Dazai sangat menolak dengan adanya salad di menunya hari ini. “kau bukan omnivora, Dazai. Kau itu micinvora.” Kata Nao, membuka kulkas.

“Dazai, kenapa isi kulkasnya masih sama seperti sebelum aku ke rumah sakit? Selama ini kau makan makanan cepat saji terus?? Dari pagi hingga malam??” Tanya Nao, kaget.

“Eh… ya?”

“Astaga Dazai…” Nao menghela napas. “Kau tidak boleh membeli makanan cepat saji lagi selama sebulan, dan tidak boleh mengkonsumsi micin selama 2 bulan. Titik.” Kata Nao sambil mengeluarkan sayur-sayuran dari kulkasnya.

“A-Apa…?”

“Aku ingin mengembalikan semua nutrisi yang selama seminggu – 2 minggu ini kau lewatkan.” Kata Nao, mulai membuat menu khusus untuk Dazai. “Sayang, aku tau kau lakukan ini untukku… tapi apakah ini sedikit… berlebihan?” Tanya Dazai, duduk di meja makan dan menghela napas. “Tidak. Aku ingin kau membangun kebiasaan baik untuk Kou nanti.” Kata sang model.

Dazai memasang muka yang tidak puas di mukanya dan membuka hpnya.

Dazai: “Hei, apakah kau sibuk malam ini?”
Manager: “Ah, Dazai-san… tidak, tidak sama sekali… ada perlu apa kali ini?”
Dazai: “Aku akan ke apartemenmu malam ini, oh… bisakah kau masak sesuatu untukku nanti?”
Manager: “Oh, bisa. Kau ingin makan apa?”
Dazai: “Apa saja. Istri bodohku memutuskan untuk membuatkan menu vegetarian untukku.”
Managaer: “Ahahaha. Ah ya, apakah kau ingin aku ‘mempersiapkan’ untuk malam nanti? Aku merindukanmu…”
Dazai: “Boleh saja, tenang. Kau akan berada di dekapanku untuk semalaman.”

“Ini. Kau sedang chat dengan siapa?” Tanya Nao sambil meletakkan sebuah mangkuk berisi salad. “Ah, ku dapat undangan untuk modeling majalah malam ini, aku lupa memberi tahumu.” Dazai tersenyum. “Apa?! Modeling? Kau serius?” Nao tampak tidak percaya.

“tapi, kenapa shootingnya malam-malam?” Tanya Nao, sambil duduk di sebrang Dazai. “Aku juga tidak terlalu paham. Tapi sepertinya aku akan pulang besok pagi.” Kata Dazai. “Eh, kan Cuma modeling untuk cover majalah… kenapa sampai harus besok pagi pulangnya?” Tanya Nao, mulai curiga. ‘Seharusnya modeling tidak harus sampai selama itu, terutama Dazai tidak mungkin melakukan photoshoot dengan 5 fashionline sepertiku…’ Batin Nao.

“Jadi kau… akan menginap di hotel daripada pulang ke rumah? Toh photoshootnya bukan di luar negeri kan?” Tanya Nao, sedikit kesal. “Iya, hanya untuk malam ini saja, sayang. Ku sudah searching di google, bagus-bagus kok hasilnya, lagian nanti aku pulangnya terlalu larut, jadi lebih baik paginya saja. Sebaiknya kau sarankan Odasaku untuk melakukan photoshoot di malam hari.” Senyum Dazai.

“Oh ya?” Tanya Nao. “Cepetan dimakan saladnya… nanti sayurnya layu.”

Dazai melihat salad yang dibuat istrinya. “Ku buat dengan selada, romaine, wortel, bawang bombay, paprika, tomat ceri, dan minyak zaitun sebagai dressingnya. Coba dicicip.” Senyum Nao, puas dengan karya simpelnya. “Tidak kau tambahkan garam atau semacamnya?” Tanya Dazai.

“Salad tidak pakai garam???? Membuat salad dressing itu susah, Dazai… aku tidak memiliki skill untuk membuat balsamic salad dressing. Kalau aku bisa membuatnya, rasanya tidak akan terlalu tawar, jadi kuganti pakai minyak zaitun saja.”

“Tapi… bukankah ini jadinya tawar…?”

“cicip dulu.” Kata Nao, menunggu suaminya untuk mencicipi salad buatannya. Dazai menghela napas dan mengambil saladnya dengan garpu. “Kau yakin ini enak—“ “Buruan itu dimakan.”

Dazai menghela napas sekali lagi sebelum memakannya. Nao memperhatikan ekspresi wajahnya, dan wajah Dazai mengakatakan kalau dia tidak suka dengan salad. Ia mengunyah dengan pelan sambil menunjukkan wajah yang tidak puas. “Tidak suka ya…?” Nao memutuskan untuk menghabisinya sendiri, daripada mubazir. “Maaf, sayang. Aku bukan herbivora.” Ia terkekeh.

Lalu, mereka dengar Kou menangis dengan keras. “Biar aku yang urus.” Dazai berdiri dari kursinya dan segera ke lantai atas untuk menenangkan anaknya. Nao menghela napas sambil memakan saladnya. ‘aku punya firasat yang tidak enak…’

-besoknya-

Nao terbangun oleh tangisan Kou untuk ke sekian kalinya. Ia menoleh ke jam dinding yang sudah menunjukkan jam 7 pagi, ia harus siap-siap untuk pergi kerja jam 9. “Iya, Kou… kenapa kau sudah menangis pagi-pagi…?” Nao berusaha untuk menyadarkan dirinya dan menghampiri Kou yang menangis dengan keras.

Ia menggendong Kou dan mencoba menenangkannya. Ia melihat ke belakang dan melihat di sampingnya kosong. Nao meraba-raba sisi sampingnya. ‘Dingin… Dazai belum pulang.’ Batin Nao, menghela napas.

“Yasudahlah… biarkan saja, asalkan aku terus bersamamu. Kou.” Nao tersenyum sambil bangkit dari kasurnya dan segera mengurus kebutuhan Kou dan mempersiapkan dirinya untuk pergi kerja. Sampai ia akan berangkat kerja pun Dazai belum ada tanda-tanda akan segera pulang, meski Nao sudah mencoba menelponnya tetapi tidak diangkat. Ia hanya berharap pria itu pulang dengan selamat, agar ia bisa menitipkan Kou ke Dazai.

“Dasar si bodoh itu…” Gumam Nao sambil menggendong anaknya ke mobil pribadinya, di kursi supir, terlihat seorang supir yang dikerahkan oleh Francis. “Tolong antarkan aku ke tempat kerjaku, dan tolong ambil rute yang paling efisien.” Kata Nao sambil membetulkan baju Kou, memastikan semuanya rapih dan tidak ada 1 senti pun kulitnya terekspos, kecuali kulit mukanya. “baik, nyonya.”

Kou memakai baju bayi hangat berwarna biru muda, lengkap dengan sarung tangan bayi dan kaus kaki dengan gambar mobil-mobilan.

“Yak, kau lucu sekali, Kou…” Nao akhirnya memasang topi halus berwarna biru muda yang terbuat dari katun, lembut dan aman untuk bayi seperti Kou.

Setelah sekian puluh menit, mereka sudah sampai didepan gedung agensi. Nao turun sambil menggendong Kou, sedangkan supirnya membantu Nao untuk membawa barang-barangnya. Seperti biasa, Nao menyapa dan memberi senyuman ke semua staff agensi sampai ke studio foto biasanya.

Ia membuka pintunya dan sudah terlihat Oda yang sedang menyiapkan lokasi sesi fotonya. “Oh—kau bawa Kou ke tempat kerja??” Oda kaget. “Iya, aku mau mengenalkan Kou ke dunia model sejak kecil.” Senyum Nao. “Trus nanti kalau kau ada sesi foto, siapa yang ngurusin?” Tanya Oda. “Nanti ada pengasuh utusan ayahku nanti bantu aku ngurusin Kou.” Kata Nao. “Tapi tetap saja, ini terlalu dini, maemunah.” Protes Oda. “Sttt, ini anakku, aku yang urus, kau urus anakmu sendiri.”

“aku punya anak aja tidak…”

“Dasar om-om tua yang masih aja jomblo.” Nao mengejek Oda yang masih saja belum memiliki pasangan. “Tapi yasudahlah, yang penting sekarang anakmu adalah anak-anak yang di panti asuhanmu.” Nao tersenyum. “Hm… Kau tau darimana?” Tanya Oda, lumayan terkejut. “Sudah kelihatan.” Kata Nao.

Oda menghela napas. “Sudahlah, cepetan ganti baju, hari ini kau ada 7 fashionline dan 4 majalah loh! Aku ingin pulang dan makan kare!” Komplen si fotografer jomblo itu.

“sabarlah om, ngurus bayi itu susah.” Kata Nao sambil menaruh Kou ke keranjang bayinya. “kenapa gak Dazai aja yang jaga?” Tanya Oda. “Dia lagi sibuk selingkuh, biarkan.” Kata Nao tersenyum ketika melihat anaknya bangun dari tidurnya. “Hah? Kau bajak hpnya lagi?” Tanya Oda. “Bukan. Pokoknya mencurigakan lah, om ini kepo sekali… ternyata om suka ghibah ya?” Tanya Nao.

“bukannya ghibah loh Nao sayang…”

“Ih, maap ya om, aku udah punya suami sama anak, lagian aku gak suka sma om-om.” Nao menatap Oda dari atas ke bawah dengan tatapan jijik. “…”

“yasudah cepetan GaNtI bAjUnYa, NaO.”

“Sabarlah om, ntar makin tua loh, udah tua makin tua dah. Ntar aku suruh Kou manggil situ kakek loh. Ojii-san. Oda ojii-san.”

Nthor ucapin sekali lagi jaga kesehatan dan tolong inget tentang social distancing!~

Kusut Segitiga (Chuuya x OC x Dazai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang