30 - Jangan menyerah

311 87 0
                                    

Bisma kembali ke apartemen dengan membawa sebungkus bubur ayam untuknya sarapan juga dengan sebotol air mineral. Ia baru saja keluar sendirian untuk sekadar mencari makan di pagi hari yang sejuk ini.

Ketika sampai lobi, ia disapa oleh Mbak Anggela, wanita kepala dua yang terlihat sangat cantik. Bahkan wajahnya terkesan imut dan awet muda.

"Pagi juga Mbak," sapa Bisma balik. Bisma berhenti sejenak di depan resepsionis. Mengobrol sejenak dengan Mbak Anggela yang jarang ia lakukan.

"Tumben kamu keluar pagi begini," tanya Mbak Anggela bingung. Memang Bisma jarang sekali keluar apartemen jika masih pagi selain keluar sekolah. Ia lebih senang menetap dan menepi.

"Ah, saya baru aja beli sarapan. Mbak Anggela mau?"

Mbak Anggela menggeleng sambil tersenyum, "Gak usah, buat kamu aja. Saya sudah sarapan di rumah."

Bisma mengangguk, tersenyum menatap Mbak Anggela. "Mbak tumben udah di sini, biasanya datang jam sembilan."

"Oh, itu karena teman saya sedang tidak bisa datang pagi. Ya, sudah mau tidak mau saya gantikan dia."

"Baik sekali Mbak," Bisma terkekeh pelan, "Kalo gitu saya ke atas dulu, ya. Mbak jangan kecapekan, jangan lupa makan."

Bisma melambaikan tangannya, melengang masuk ke dalam lift. Bisma langsung menekan angka 15 menuju kamarnya berada. Di dalam lift ada dia dan seorang office boy. Mungkin karena masih terlalu pagi jadi office boy baru memulai pekerjaannya.

Pak Dudi namanya. Beliau menatap Bisma penuh kernyit membuat Bisma sedikit risi. Tapi ia tidak menunjukan ekspresi tidak sukanya terhadap tatapan pak Dudi.

"Mas anak lantai 15, ya?" Tanya pak Dudi.

"Ah, iya pak." Sahut Bisma mengangguk kikuk.

"Kok sayang jarang lihat, ya?" Pak Dudi berbicara sendiri. "Mas anak baru?"

"Enggak kok, pak. Saya sudah lama di sini, cuma jarang pulang aja. Soalnya masih ada keluarga di rumah. Kalo ke sini cuma sekedar singgah," balas Bisma tidak sepenuhnya bohong. Ia memang masih mempunyai keluarga di rumah. Tentu saja, siapa pun tahu itu. Tapi Bisma lebih suka berada di sini, di dunianya, sendirian, menepi dan menetap.

Pak Dudi menganggukkan kepalanya pelan,  tak lama denting lift berbunyi. Mereka keluar bersamaan. Pak Dudi tersenyum pada Bisma dan dibalas senyum olehnya. "Saya duluan ya mas."

Bisma memilih langsung masuk ke dalam kamar. Untung saja ia tidak terjebak terlalu lama dengan mereka yang asing dengannya. Ia tidak suka berbasa-basi apalagi menebar senyum untuk mereka yang memang tidak terlalu ia kenal. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tak hidup sendirian. Bagaimana juga, di sini banyak sekali penghuninya dan pekerjanya.

Bisma memakan bubur ayam yang masih hangat karena ia beli di dekat apartemen jadi tidak langsung mendingin. Bisma memakannya dengan perlahan, sedikit demi sedikit hingga habis. Lalu ia meneguk minumnya hingga setengah. Bisma bersendawa dan mengucap syukur.

Tak lama, ponsel miliknya berbunyi. Isi pesan itu dari seseorang yang sudah lama tidak menghubunginya. Ia kenal orang itu, teramat sangat kenal. Dan Bisma masih tidak percaya dengan pesan itu. Bagaimana ia tahu tentang Raina yang sudah berada di Jakarta. Dan... sejak kapan Naina berada di Jakarta?

Naina : Gue udah di Jakarta. Kapan mau ketemu? Ada yang mau gue kasih tahu sama lo. Tentang lo, Reynald, dan bahkan tentang Raina.

Bisma tersedak air liurnya. Bagaimana mungkin? Bagaiman gadis itu kembali lagi dengan semua masalah yang semakin rumit. Bagaimana ia tahu jika... Reynald sudah bersama dengan Yenaa. Gadis yang bahkan tidak ia ketahui.

HARDEST CHOICE [Complete]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora