BAB 1

18.2K 371 0
                                    

Happy Reading!

Hai aku Ayla Dwi Putri Alatas. Ya! sesuai namaku yang terdapat kata 'Dwi', aku adalah anak ke 2 dari dua bersaudara. Aku terlahir dari pasangan Rio Alatas dan Rini Sadira.
Adam Pratama Putra Alatas itu kakak ku, aku memanggilnya dengan sebutan 'mamas' atau 'mas Adam'.

"Deee... dedeeeee" terdengar teriakan mas Adam dari ruang tamu, karena dia termasuk ke dalam makhluk yang bernama laki-laki, dia juga punya suara yang cukup kuat, sampai-sampai kamarku yang berada di lantai dua saja masih bisa mendengar suaranya itu.

Bisa tidak si, satu kali saja membiarkan aku rebahan dalam waktu yang sedikit lebih lama. Sedikit rese kalau dia dirumah.

"Iyaaa masss" sahutku, sembari turun dari ranjang kesayanganku. Kenapa suaranya bisa sejelas itu sampai di kamarku?. Habis makan ketoprak 2 porsi apa gimana si mas?.

"Adammmmm" suara ibu yang ikut memprotes mas Adam. gimana enggak, masih pagi sudah teriak-teriak.

"Hehehe iya ibu maaf" balas mas Adam, dengan memamerkan deretan giginya itu.
Aku mendecak kesal mendengarnya. Apa lagi suara mas Adam yang berubah 180 derajat saat berbicara dengan ibu. Memang aku salah apa? Kenapa memanggilku mesti menggunakan suara yang bisa membuka lebar mulutnya itu.

"Ada apa massss...." jawabku dengan nada suara yang sama dengan mas Adam tadi. Mataku melotot, aku kaget dan sedikit berlari untuk menghampiri mas Adam. Langsung aku cek lukanya. Memang si ini luka kecil, biasa lah mas Adam mah gitu kalo lagi di rumah, ada ajah kelakuannya.

Apa hanya aku yang merasa memiliki kakak laki-laki seribet ini?. Tidak seperti di film-film yang aku tonton, sosok kakak laki-laki di sana tidak seperti laki-laki di depanku ini.

“Adek, kamu kenapa si? Seperti ada dendam terpendam” tanyanya dengan mata yang menyipit. Aku menggeleng. Apa mungkin mas Adam tau kalau aku sedang menggerutu?.

"Atitt niii" mas Adam menunjuk lukanya. Aku memutar bolamata malas, “ishhh”. Mas adan menekuk bibirnya ke arah bawah, menandakan mode ‘ngambek’.

Aku tertawa. "Kenapa si mukanya harus begitu, ngeselin tau mas" omelku padanya, beserta seluruh telapak tanganku aku tempelkan pada wajahnya dengan gerakan seperti orang berwudu. Mas Adam tertawa. Aku menghampirinya dan menuntunnya untuk duduk di sofa.

“Diem disini” kataku, setelah melihat lukanya. Akupun pergi mengambil obat merah, kapas, kasa, dan plester.

“Ini udah mas cuci ya?” tanyaku saat kembali, karena lukanya yang basah dan tidak kotor.

“Iya, tadi di keran depan” jawabnya. Aku mengagguk. Aku meneteskan obat merah, meratakannya dengan kapas dan menutupnya dengan kasa.

“Pelan-pelan dek, PELAN-PELAN, p e l a n–p e l a n” aku tertawa. Pasalnya suaranya itu seperti memberitahuku akan level rasa sakit yang mas Adam rasakan.

“Sudah nih” ucapku setelah selesai meratakan obat merah. Entah kenapa aku sengaja sedikit menekan area luka mas Adam saat menempelkan plester.

“Adahh…” teriak mas Adam. Aku terkekeh mendengarnya.

“Ya Allah adek, jahat banget” ucap mas Adam dengan muka yang sedikit kaget dan berkeringat itu.

"Lagi ngapain si pagi-pagi udah bonyok gini kakinya" tanyaku penasaran. Ulah apa lagi yang ia buat pagi-pagi gini?!.

"Tadi tuh mas lagi olahraga, biasa lah naik sepeda dek. Terus mas lihat ada tetangga baru di depan rumah, anaknya….. ‘cantik’. Jadinya mas Adam gak lihat kalo di depan ada batu. Roda depan udah nginjek batunya terus kepleset gitu, jatoh deh” ucap mas Adam menjelaskan. Apa lagi ekspresi mas Adam saat bilang ‘cantik’. Makhluk yang dipuji ‘cantik’ hanya perempuan kan?. Aku memutar bolamata malas. Memang benar ya, yang orang bilang ‘HARTA, TAHTA, WANITA’. Aku tersenyum jahil.

Assalamu'alaikum Dokter!Where stories live. Discover now