Bab 17

6.9K 438 12
                                    

Desna tertegun mendengar Ageha yang sejak tadi bercerita. Dia tidak tahu harus bicara apa. Dilihatnya gadis itu menekuk kedua lututnya di kursi dan memeluknya. Mata gadis itu tak lepas menatap hujan yang kembali turun di depannya.

"Aku kehilangan masa remajaku sejak itu. Saat semua remaja berkumpul untuk bersenda gurau tentang remaja lelaki, baju-baju cantik atau aksesoris fashion yang sedang trend, aku menenggelamkan diri untuk berlatih."

Ageha tertawa kecil, membuat Desna tidak mengerti apa yang lucu dari semua kenangan buruk itu. "Konyol, bukan? Hanya karena ingin melihat ayah menatapku sebagai anak, aku rela jadi seperti keinginannya... Pikiran bodohku selalu berharap dia mengatakan 'ini anakku' saat aku bisa berhasil merenggut nyawa orang lain."

Tawa itu memelan perlahan. Tatapannya masih kosong. "Tapi aku belum sempat... Membuktikan padanya bahwa aku putrinya. Bahwa aku mampu melakukan pekerjaannya. Bahwa aku..."

Desna melihat mata gadis itu berkaca-kaca. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam seakan berusaha menahan tangisnya.

"Itu tidak konyol."

Ageha menatap Desna bingung.

"Kau mencintai ayahmu dengan segenap jiwamu. Melebihi hidupmu. Melebihi kebencianmu. Dan kurasa... Ayahmu merasakannya."

Ageha tertegun. Sebentar kemudian bibirnya tersenyum tipis. Senyum itu tak lagi hampa bagi Desna. Lebih kepada rasa syukur. Bersyukur karena ada yang memahaminya.

"Terima kasih," gumam Ageha tulus.

Gadis itu merasa senang dan lega karena Desna tak membuatnya terlihat idiot. Ia menyodorkan ponselnya pada Desna.

"Aku... Merekam semua ceritaku tadi. Kau bisa berikan rekaman itu pada Inspektur Hawa. Aku rasa dia pasti marah karena aku berbohong tentang kepada siapa aku dijual dan dijadikan apa aku. Atau mungkin dia makin yakin aku adalah dalang dari keempat pembunuhan itu."

"Kau rela jika kau diinterogasi sebagai tersangka utama? Atau yang terburuk, kau dijebloskan ke penjara?"

"Hawa polisi yang pintar. Tidak mungkin dia menjebloskanku ke penjara tanpa bukti yang kuat."

"Apa kau jujur seperti ini karena merasa tidak ada lagi alasanmu hidup?"

Pertanyaan itu menyentakkan Ageha. Gadis itu hanya diam bahkan saat Desna merenggut paksa ponsel di tangannya.

"Kalau kau berpikir mau pergi meninggalkanku..." Desna memperlihatkan layar ponsel itu, membiarkan Ageha melihat bahwa rekaman suara tadi telah dihapus. "Aku tidak akan mengizinkannya. Aku sudah janji pada Damian untuk menjagamu. Lagipula lidah dan perutku sudah kecanduan masakanmu."

Ageha menatap bingung Desna. Namun sedetik kemudian, gadis itu tertawa. "Kau aneh... Pria paling aneh yang pernah kukenal," ujar Ageha geli di sela tawanya.

Saat Ageha berhenti tertawa, Desna kembali menanyakan hal yang mengganjal.

"Ngomong-ngomong, apa yang membuatmu berpikir untuk kabur dari ayahmu?"

"Aku tidak kabur! Itu kesalahpahaman! Itu..."

Desna melihat Ageha meremas lengan atasnya.

"...semua karena pria itu..."

Suara Daniel Bedingfield yang menyanyikan lagu If you're not the one menahan Desna yang hendak menanyakan pria yang dimaksud Ageha. Desna meraih ponselnya di saku dan tak terkejut melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ia menjaga jarak dengan Ageha sebelum menekan tombol di ponsel.

"Ada apa, Yuan?"

"Desnaaa... Huhuhu. Hiks. Monster itu... Iblis itu..."

"Tenanglah, Yuan. Aku tidak bisa mendengar jelas kalau kau bicara sambil sesegukan begitu."

Between Dark And LightWhere stories live. Discover now