He's Here -hifudo-

493 51 25
                                    

"Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku, sensei. Aku akan pulang sekarang."

Jakurai melemparkan senyum ketika Hifumi menyengir secerah matahari di depannya. Ia senang bisa membantu.

"Tidak masalah, Hifumi-kun. Sudah jadi kewajibanku." balas Jakurai. "Ah ya, aku punya sesuatu untukmu."

Kotak kue bening diserahkan. Melihatnya, Hifumi membelalakkan mata senang. Senyum sumringahnya tercipta, menambah kesan ceria di air mukanya.

"Wah, kue beras merah!" pekik Hifumi. "Terima kasih, banyaaak!"

"Sepertinya aku membuatnya terlalu manis. Jangan dipaksakan jika kamu tidak suka."

"Tidak, tidak! Aku suka, kok."

"Syukurlah.."

Hifumi merapikan bajunya dan bergegas. "Aku akan membaginya dengan Doppo di rumah. Dia pasti senang bisa makan masakan sensei."

Mendengarnya, Jakurai terdiam. Manik azure-nya menatap amber Hifumi lekat.

"Hifumi-kun, kurasa kamu belum sehat. Kau pasti masih terpukul." Pundak Hifumi dipegang lembut dan Jakurai mendorongnya pelan, bermaksud membuat terduduk di ranjang Rumah Sakit.

Mengerti maksud dari Jakurai, Hifumi tertawa dan menyingkirkan tangannya halus--mencoba tetap sopan san tenang. "Tidak sensei, aku baik-baik saja."

"Kau butuh tera--"

Hifumi menggeleng, senyumnya tak memudar namun tatapannya terlihat tegas. "Sensei, tidak apa. Aku baik-baik saja."

"Tapi Hifumi-kun, sudah berapa kali kubilang kalau Doppo--"

Jari telunjuk Hifumi diletakkan di depan bibir Jakurai, menghentikan ocehannya. "Tolong jangan dilanjutkan."

Jakurai menghela napas. Air mukanya terlihat khawatir. Hifumi agak jengah sebenarnya. Orang-orang selalu sok tahu dan seenaknya menyimpulkan. Namun yang ada di depannya kali ini adalah Jinguuji Jakurai. Rekan juga senior yang begitu ia kagumkan.

"Doppo dan aku saling mencintai, kami tak bisa dipisahkan."

Si pria bongsor dengan rambut panjang itu menghela napas. "Aku mengerti. Hanya saja--"

"Aku pamit ya, sensei." Lagi-lagi perkataan Jakurai dipotong. Senyum Hifumi masih terukir.

Jakurai sadar ia tak bisa menghentikan apa lagi memaksa lelaki yang 6 tahun lebih muda darinya. "Oke, hati-hati ya. Aku mendoakan kebahagiaanmu."

Hifumi tersenyum semakin lebar. "Terima kasih. Kalau begitu aku permisi."

Pintu ruangan ditutup setelah badan Hifumi menghilang ke luar dinding. Jakurai merapikan ruangannya. Berharap Hifumi baik-baik saja.

"Aku tidak mau Hifumi-kun jadi gila.."

.

Hifumi mengeratkan syal yang terlingkar di lehernya. Udara dingin kembali menghembus menyentuh kulit. Badannya sedikit tergidik. Matanya melirik plastik berisi kue beras yang barusan diberikan padanya.

'Doppo pasti suka.'

Sambil berbatin, ia terbayang wajah senyum Doppo ketika dirinya pulang nanti. Setelahnya, Hifumi kembali mengingat Jakurai. Bagaimana pria dewasa itu mengasihani dirinya dan berusaha menenangkannya.

Yah, Hifumi bukannya tidak suka. Dikasihani juga tidak membuatnya jengkel. Diberikan perhatian seperti tadi juga ia senang-senang saja kok, artinya orang-orang masih peduli dengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let's Talk About DespairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang