[8]

4.4K 893 116
                                    

Ahuuuuu ahuuu...

Suara burung hantu bagai menyambut kedatangan mereka melewati jalanan setapak yang diapit oleh pepohonan kamboja yang besar dan lebat.

Sembari menyenteri jalan mereka dari berbagai arah, mereka benar-benar memperhatikan langkah kaki mereka agar tidak salah berpijak.

Felix mengeratkan pegangannya pada lengan Seungmin. Ia memang tidak memiliki indera keenam, atau sekedar bisa merasakan mereka seperti yang Jeongin lakukan, tapi nyalinya sudah benar-benar hilang.

"Hyunjin..." panggil Jisung dengan suara lirih, memanggil nama Hyunjin yang entah orang itu dalam keadaan sadar atau tidak.

Srrrrkkkk!

Ranting dan dahan pohon yang saling bergesekan bahkan menimbulkan suara yang dapat membuat bulu kuduk mereka meremang. Hembusan angin malam cukup menusuk kulit mereka.

"Co–coba ke tengah makam, di sana ada pohon beringin gede," kata Minho.

Woojin menganggukkan kepalanya dan berjalan memimpin kelima adiknya, mencari jalan yang aman menuju pohon beringin, karena adik-adiknya berjalan mengikuti persis kaki Woojin menapak.

"I–itu... itu Hyunjin!" seru Seungmin.

Hyunjin tergeletak di bawah pohon beringin, lengkap dengan kaus putih dan jaket milik Chan. Hyunjin pingsan. Jika Seungmin tidak melihatnya, mungkin mereka tidak akan menemukan Hyunjin karena akar gantung dari pohon beringin besar itu cukup menutupi Hyunjin yang terbalut jaket hitam Chan.

Mereka pun melanjutkan langkah mereka,  namun tepat setelah mereka melanjutkan langkah mereka, sosok itu kembali, kini bersama teman-temannya, melayang dan menatap keenam remaja itu dalam diam.

Salah satu dari mereka, ia yang sama seperti yang mereka temui di tengah jalan tadi, tampak berdiri beberapa meter di belakang pohon beringin, masih dengan gaunnya yang ternodai oleh aliran darah.

Woojin melangkahkan kakinya dengan gemetar mendekati tubuh Hyunjin. Mendekati pohon beringin, itu berarti mendekati ia juga.

"Astaga Hyunjin..." lirih Minho.

"Ba–bantuin gue," kata Woojin, memposisikan dirinya untuk menggendong Hyunjin.

"Astaga berat amat," gumam Jisung.

Selagi kakak-kakaknya membantu Woojin, Jeongin dan Seungmin hanya berdiri dengan pandangan menuju kaki mereka. Jeongin menggenggam tangan Seungmin lebih erat.

Temen gue harus pulang, dia masih punya keluarga di dunia, batinnya.

"Satu, dua, hufft..." kata Woojin sambil berdiri.

Keenam laki-laki itu berjalan perlahan mengikuti Woojin tanpa mengangkat kepala mereka. Namun, tentu saja ia tidak akan membiarkan Hyunjin pergi begitu saja.

Salah satu dari mereka membebani Woojin, sehingga tubuhnya seakan tertarik ke belakang, kembali ke pohon beringin.

hhhhhhhhhrrrr...

Seungmin dan Jeongin menggumamkan doa-doa sebisa mereka dengan jantung yang berdebar kencang, sembari meminta pertolongan Tuhan agar dijauhkan dari mereka.

Udara di sekitar tubuh mereka mendadak berubah semakin dingin, seakan-akan menusuk sampai ke tulang mereka. Bau bunga khas kuburan bercampur bau anyir tiba-tiba menyerbak di sekitar mereka.

Dia marah.

"Ja–jangan nengok," kata Jeongin lirih.

"H–hah?"

Seluruh remaja itu--kecuali Jeongin, menolehkan pandangan mereka ke belakang.

Ia yang berdarah, tepat di belakang Hyunjin.

"AAAAAAAAAAA!!!!!"

Tanpa aba-aba, keenam laki-laki itu segera mengambil langkah seribu keluar dari area kuburan.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.










astaga ending macam apa :'

[✔] Rigmarole ➖stray kidsWhere stories live. Discover now