X | Perempuan yang kamu suka

6.8K 785 26
                                    

Apa Mas Evra masih marah karena masalah tadi? Dia masih mendiamkanku sampai di rumah.

Aku kira Mama Nia sudah memberitahu Mas Evra. Soalnya rencana aku melanjutkan S2 ini sudah aku rancang sejak jauh hari. Bahkan sebelum kami dijodohkan. Sebelumnya aku bahkan sudah akan melanjutkan S2 di luar negri. Aku sudah mencari-cari informasi S2 di Jerman dan Belanda. Tapi tiba-tiba saja Abi memberitahukan soal perjodohan dan pernikahan itu. Bisa dibilang aku sudah berbaik hati menghapus impian itu.

Lalu sekarang aku harus bagaimana jika misalnya Mas Evra tidak menyukai ide S2 itu? Bagaimana jika dia tidak setuju? Jangan-jangan Mas Evra ini penganut paham istri harus di rumah, tidak boleh bekerja. Ah iya. Bicara soal bekerja, bagaimana tanggapan Mas Evra kira-kira? Apa dia akan mengizinkannya? Rencana S2 saja sudah membuat mukanya ditekuk.

"Mas.."

Mas Evra sepertinya sedang mandi. Ponselnya terus berdering sejak tadi. Mungkin saja penting. Tapi aku tidak berani memeriksa ponselnya.

Pintu kamar mandi terbuka bersamaan dengan Mas Evra muncul di ambang pintu. Hanya memakai selehai handuk dengan rambut yang basah.

Aku memalingkan wajah. Mengedarkan pandangan ke mana saja selain badannya yang polos itu.

"Hape Mas bunyi terus dari tadi. Mungkin penting."

Dia bergumam entah apa. Kulihat Mas Evra mengambil ponselnya. Entah kenapa aku justru memperhatikan lekat wajah segar habis mandi itu. Bagaimana sisa-sisa air menetes dari wajah dan ujung rambutnya. Sangat seksi.

"Kenapa tidak dijawab tadi?" tanya Mas Evra membuyarkan lamunanku. Ya Allah, apa yang aku pikirkan barusan. Mas Evra kini mengarahkan pandangan padaku. Bibir basahnya benar-benar seksi. Tanpa sadar aku menelan ludah. Astagfirullah. Sadarlah Aisyah.

"Hah? Oh, Ai nggak enak. Nggak sopan." Aku merasa belum begitu berani untuk masuk ke urusan pribadi Mas Evra. Aku belum seberani itu untuk terlibat dalam privasinya.

Dia tidak mengatakan apa-apa dan sudah hilang ke walk in closets.

"Ai.." ini adalah pertama kalinya Mas Evra memanggilku dengan nama itu. Kenapa terdengar sangat berbeda di telingaku? Suaranya merdu.

Aisyah! Kenapa semua yang Mas Evra lakukan sejak tadi membuatku jadi hilang pikiran begini? Aisyah, sadarlah. Kembalilah jadi normal.

"Iya, Mas.." aku melongo ke dalam.

"Aku mau keluar. Kamu kalau bosan minta Pak Tarno untuk mengantar ke manapun yang kamu inginkan."

Aku mengangguk.

"Satu lagi," Mas Evra menyarung bajunya. "Pembicaraan kita siang tadi belum selesai."

Sekali lagi aku mengangguk. Hufft. Sepertinya ini tidak akan mudah.

****

Mas Evra sudah pergi sejak dua puluh menit yang lalu. Yang aku lakukan hanya membuka-buka website di laptop. Kedua orang tua Mas Evra tidak ada di rumah. Tidak ada siapa-siapa di rumah. Hanya aku sendiri. Aku mematikan laptop. Mungkin ada yang bisa aku lakukan di bawah. Aku turun ke lantai dasar dan bertemu Mbok Min di bawah.

"Mbok," sapaku. Mbok Min menoleh. Ia tersenyum. Mbok tidak sendiri. Ada ART lain yang aku belum tau namanya karena belum sempat kenalan.

"Saya Tuti, Nyonya," ia mengenalkan diri. Aku menggeleng.

"Jangan panggil Nyonya, saya nggak enak. Kayaknya umur kita nggak beda jauh. Panggil saya Ai saja."

Tuti menggeleng. "Saya nggak enak, Nya. Nggak sopan."

Cinderella Girl [ON DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang