Terurai dan Membatu (1)

837 104 13
                                    

Catatan:

Kupersembahkan cerpen twist dari cerita rakyat populer dari Minangkabau ini untuk kalian. Coba tebak nanti kalau sudah baca, cerita rakyat apa yang kumaksud.
Karena twistnya nyaris rombak total.

Cerpen ini pernah terpilih menjadi favorit Juri LMCR Rohto Mentholatum, dan sudah diterbitkan dalam antologi dengan cover berikut

Cerpen ini pernah terpilih menjadi favorit Juri LMCR Rohto Mentholatum, dan sudah diterbitkan dalam antologi dengan cover berikut

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.


Bahasanya sedikit beda, menyesuaikan dengan setting Minang masa lampau.

Selamat membaca.
Salam sayang
Author
_________

Terurai dan Membatu

“Apa sudah kubilang, kau cantik sekali?” tanyanya menatapku lekat-lekat.

Kuraup air danau dan kusiramkan pada wajahnya. Dia hanya bergeming, berpura-pura kena tenung. “Sudah sepuluh kali sepagi ini.”

Dia tertawa. “Aku menyatakan kebenaran.”

“Orang lain belum tentu sependapat,” kataku.

Dia menggeleng buru-buru. “Tidak peduli. Mereka tak perlu melihatmu. Tidak boleh melihatmu. Sekali saja para lelaki desa melihatmu, apalah aku dalam persaingan nanti. Aku miskin dan tak bermamak.”

Tawaku menukas kekhawatirannya. “Itu akan berubah, Uda. Kau akan pergi jauh dan pulang membawa keberhasilan.”

Dia berdecak mencemooh. “Kau dengan kemampuanmu itu, Nilam! Kalau memang kau bisa melihat masa depan, coba katakan, apa yang bisa memaksaku pergi meninggalkan ibu yang sudah tua, dan kekasih secantik dirimu?”

“Bukan masa depan secara lengkap, Uda. Hanya kilasan yang menyakitkan tubuhku. Enggan aku menatapnya. Tapi aku tahu, kau akan menyambut perubahan.”

Dia menatapku. Selalu dengan sorot yang membuat sukmaku bergetar dengan kehidupan.

“Kau cantik sekali, Nilam!” katanya lagi, bertopang dagu. Baru kuperhatikan ada selapis tipis janggut yang mulai tumbuh. Berapa usianya kini? Tujuh belas? Aku menghela napas dan menunduk. Air danau memantulkan paras gadis lima belasan. Ya, cantik. Terlalu cantik malah untuk pinggiran hutan. Gelungan rambutku mendadak terlepas. Ujung kepangan menghunjam air, mengoyak citraku. Wajahku bergelombang, memudar terbawa riak.

“Orang bunian pun tak mampu menyaingi kecantikanmu,” katanya, seperti melamun.

Aku tercekat. “Kenapa orang bunian?”

Dia tertawa. “Ya ampun, Nilam, kau serius sekali. Aku sedang jatuh cinta. Benar kalau diibaratkan aku kena pikat orang bunian. Tapi kau lebih cantik dari orang bunian manapun!”

Aku tersenyum lega, dia hanya bermain kata. “Memangnya kau pernah melihat mereka?”

Dia melengak. Kesal dengan godaanku. “Tentu saja tidak. Masyarakat bunian terdekat konon berada di seberang lautan di balik tujuh bukit. Mereka mungkin ada. Tapi aku tak percaya mereka benar-benar cantik sehingga bisa memikat manusia. Kecantikannya pasti hanya tipu daya untuk memerangkap lelaki. Hanya karena tidak sadar, orang mau menjadi suami orang bunian, hidup di alam sana dengan risiko kehilangan waktu di dunia ini.”

LOVESTRUCK (Kumpulan Cerpen)Onde histórias criam vida. Descubra agora