Pergi!
Tap tap tap
Larilah, yang jauh dan jangan pernah kembali.
Tap tap tap
Kau harus pergi dari sini.
Tap tap tap
Agar kelak, kau bisa menghentikan organisasi gila ini, Jade...
"Aw." Dia meringis ketika lengannya menggores ujung papan bergerigi ketika ia berlari, berbelok mencari jalan yang sekiranya aman. Kaki kecilnya berlari cepat menyusuri jalan becek dimalam full moon, sesekali menengok kebelakang sekedar memastikan jika tidak ada yang mengikutinya sampai sini. Jalan setapak yang ia lalu sangat gelap, sepi disertai desiran angin yang menampar lembut wajah pucatnya.
Sepatu yang ia kenakan mulai berwarna dekil seiring langkah kaki yang kian mantap berlari, ketakutan menghampiri bocah delapan tahun yang dipaksa pergi melewati medan berliku, bisa saja membuatnya tersesat jika ia tak terbiasa dengan lingkungan yang terlewati. Matanya menatap waspada ke depan dengan detak jantung tiga kali lipat kecepatan bernafas.
Ia kali ini berkali-kali menolak, melawan diri untuk sekedar menengok ke belakang, enggan mencari keberadaan orang yang ia harap mengikuti langkahnya, lari dari sarang manusia keji yang menganggap diri mereka hebat, berkuasa dan diatas segalanya.
"Jade!"
Mobil sedan hitam ber-plat palsu berhenti dipinggir jalan dengan cepat ketika ia berhasil keluar dari padat bangunan, melewati gang sempit terakhir. Langkah kakinya semakin mantap, menerjang kilat kobangan air hingga menyebabkan sepatu putihnya semakin kotor, ia menangis histeris, melompat memeluk wanita dewasa yang langsung membawanya masuk ke dalam mobil.
"Hush." Si wanita mengusap pelan punggung Jade, menenangkannya sambil matanya menatap awas sekitar. Ia beralih pada dua pria di depan yang melirik khawatir pada Jade yang masih sesegukan di pelukan wanita itu. "Kau aman, Jade. Kami sudah berjanji pada orang tua mu untuk melindungimu."
Si kecil Jade mulai mengontrol tangisnya, ia memegang kalung krystal berwarna senada dengan matanya, jade. Itu kalung yang cantik, warnanya indah dan berkilau ketika sebuah cahaya bertemu dengan krystalnya.
.
"Apa-apaan ini?!" Itachi melempar dokumen diatas meja, menatap marah pada satu-satunya pria yang menunduk takut di depannya, berdiri dengan tubuh gemetar. "Mengatasi tikus kecil seperti ini saja kau tak becus?!" Tanyanya keras, nyaris berteriak. "Keluar! Aku akan mengganti tim lain untuk mengurus kasus ini."Si pria buru-buru berbalik, enggan memprotes jika hanya memperburuk suasana, ia cukup hafal dengan tabiat atasannya yang keras dan bengis.
"Aku sudah mendapat balasan email dari Mr. Hatake." Seseorang tiba-tiba masuk tanpa ketukan, terburu duduk di kursi depan Itachi tanpa perduli tatapan tak senang atasannya. Ia menunjukkan dokumen bercover putih lengkap dengan lambang FBI - five alternating red and white horizontal bands sebagai ciri khas yang menjadikan biru sebagai background. "Ini data agen terakhir yang akan bergabung dengan kita."
Mata Itachi menatap tajam dokumen itu lalu membukanya perlahan. Matanya memincing tak senang. "Seorang wanita?"
Deidara mengangguk, sedikit menyeringai. "Hanya karena wanita bukan berarti ia tak pantas. Mr. Hatake jelas mengirimnya dengan pertimbangan matang."
"Aku tahu," kata Itachi pelan tanpa beralih dari foto sang agen FBI yang akan bergabung dengan Kepolisian Jepang untuk menangani kasus yang mengganggu ketenangan keluarganya, Uchiha's yang akhir-akhir ini dibuat repot saat mendapati adik kesayangannya hampir sekarat karena sebuah peluru yang tepat mengenai bawah jantungnya begitu selesai salaman dengan calon rekan bisnis. "Hanya saja dia lebih cocok sebagai model."
KAMU SEDANG MEMBACA
JADE
FanfictionSelalu ada rahasia yang membuat Itachi Uchiha selaku kepala kepolisian termuda di Jepang menjadi penasaran, terlebih sejak kedatangan tiga agen FBI yang membuat Eksekutif muda tampan seperti Sasuke Uchiha memilih terlibat. Naruto © Masashi Kishimoto...