t w e n t y t w o

1.3K 61 14
                                    

Mila berjalan menuju parkiran diikuti Nania dibelakangnya yang kini menatapnya cemas. Wanita itu sedari tadi tidak membuka suara setelah ia berhasil keluar dari taman itu, dan memutuskan untuk pulang. Nania tidak banyak berkutik karena ia tau betul bagaimana suasana hati sahabatnya saat ini.

Diam bukan berarti Mila masa bodoh. Hanya saja hatinya terlalu sakit saat ini. Sebenarnya ia tau hatinya terlalu berlebihan. Dari dulu Mila memang tau posisi Kimberly dalam hidup Kevin dibandingkan dengan dirinya. Mila merasa bodoh untuk kesal, marah, kecewa. Ia sadar memang hati Kevin memang hanya untuk Kimberly. Tidak ada jalan untuknya. Mungkin sudah saatnya Mila berbelok dari ekspektasinya yang selama ini ia harap akan berakhir happy ending. Tapi kenyataan memang selalu berbeda. Perjalanan jauh Mila berakhir buntu. Mila sudah lelah untuk menemukan jalan yang lain. Sudah saatnya Mila memutuskan untuk berbalik, kembali pulang. Mila sakit hati melihat apa yang barusan ia lihat dan ia dengar. Tapi ia akan lebih sakit hati lagi kalau harus menahan dirinya untuk terus-menerus bersama Kevin, dan akhirnya akan membuat Kevin tak nyaman setiap harinya.

"Mil," Nania menoleh menghadap kearah Mila. Keduanya kini berada tepat didepan rumah Mila. Nania meraih kedua tangan Mila. Nania mulai menangis melihat Mila yang sedari tadi tidak membuka suara.

"Mil, gue tau lo sakit skarang. Lo jangan pura-pura tegar kayak gini dong! Lepasin semuanya, Mil gue mohon," Nania sesenggukan melihat Mila yang hanya tersenyum menatapnya, membuat Nania semakin frustasi.

"Gue nggakpapa, Nan. Nggak ada lagi yang perlu gue tangisin. Gue sadar emang yang salah dari awal itu gue. Gue udah jadi penghalang buat mereka. Padahal gue tau gimana cintanya Kevin ke Kim, gtu pun sebaliknya. Gue udah jadi tembok diantara merek berdua," Ucap Mila sembari tersenyum.

Nania menggeleng pelan. Ini benar-benar bukan Mila. "Lo bukan penghalang, Mil. Please lo jangan nganggep diri lo rendah kayak gini," Isak Nania.

Mila hanya membuang napas perlahan. Iya. Memang. Hati Mila sangat, bahkan sangat sakit sekarang. Dan mungkin hampir kehilangan sistim kerjanya. Wanita itu hampir mati rasa. Tapi satu pegangan Mila bahwa pilihannya adalah jalan terbaiknya. Dan sekarang Mila memilih untuk berhenti. Ia ingin bebas, dan melupakan.

"Nan, lo mau nemenin gue nggak besok?" Tanya Mila tiba-tiba.

"Kek-kemana?"

Mila tampak berpikir sejenak. "Nanti besok gue kabarin. Oke? Gue turun dulu. Lo nyetirnya hati-hati yah?"

"Gue mau nemenin lo aja disini, Mil. Gue nggak bisa tenang,"

"Udah gue nggak papa. Lo pulang aja. Oke? Bye," Mila tersenyum sumringah sambil melambaikan tangannya kearah Nania yang menatapnya kesal.

"Iya deh iya. Gue pulang skarang. Asalkan lo janji kalo lo beneran nggak apa-apa, dan nggak bakal ada sesuatu yang terjadi sama lo.  Yah?"

"Iyaa, Naniaa. Sosweet banget sih?" Mila terkekeh.

"Yaudah, gue pulang yah? Byee,"

"Byee!" Mila kembali melambaikan tangannya kearah mobil Nania yang mulai menjauh meninggalkan pelataran rumahnya. Senyumnya yang tadinya sumgringah kini mulai memudar. Tangannya perlahan turun kebawah meremas kemeja didepan dadanya.

Tangan itu terlihat basah karena air matanya yang perlahan mulai turun tanpa Mila sadari. Mila terisak. Dadanya semakin sakit. "Gue nggak setegar yang lo liat, Nan. Maafin gue," Mila menghapus pelan airmatanya dengan punggung tangannya. Mila memutuskan untuk masuk kedalam rumah sebelum Kevin pulang.

Bi Nah yang tengah baru saja keluar dari kamarnya, melihat Mila dan sontak menghampirinya dengan tergesa. "Non? Non Mila kenapa?" Tanya bi Nah khawatir.

U N A B L E (Without Love)Where stories live. Discover now