Sahabat Fajar

3.4K 224 3
                                    

Kantin, Fajar langsung menarik Indira ke kantin bertemu dengan teman yang tadi berbicara dengannya. Menatap tidak enak dengan mengaduk minuman yang ada dihadapannya, Fajar memegang tangan Indira yang membuatnya mengangkat kepala menatap dua sahabat Fajar.

“Kita belum kenalan tadi, Nathali dan ini Awang.” Nathali tersenyum lebar membuat Indira melakukan hal yang sama.

“Indira, mbak. Mas Awang sudah pernah ketemu dan kenalan.”

“Kenapa mau sama Fajar?” tanya Nathali langsung setelah memberikan tatapan tajam ke Awang dan Fajar.

“Dihukum.” Indira menjawab spontan membuat Nathali terkejut dan memberikan tatapan penasaran kearah Fajar.

“Kalian benar pacaran nggak sih?” tanya Awang dengan penuh rasa ingin tahu “Kenapa kamu nggak nolak? Apalagi udah jalan satu semester.” Awang menatap Indira ingin tahu.

“Dik, jawabnya yang serius.” Fajar memberikan peringatan.

“Nggak usah serius, jujur aja. Kita mau tahu sebenarnya.” Nathali menghentikan pembelaan Fajar.

Indira menatap Fajar yang langsung lemas mendengar nada suara Nathali, menatap kedua sahabat Fajar yang tampak penasaran.

“Kak Fajar sering ke rumah. Aku kira cuman hukuman aja setelah itu selesai, tapi berlanjut sampai sekarang. Kak Fajar bilang buat mengobati diri, artinya nanti setelah sembuh kita bakal berakhir. Pacarnya yang tidak terhitung membuat aku tidak menggunakan perasaan saat bersama Kak Fajar karena takut sakit, aku membiarkan semuanya berjalan seperti air walaupun beberapa hari lalu Kak Fajar sudah mengajak pacaran resmi, aku juga udah terima walaupun masih ada ketakutan akan berakhir sama seperti sebelumnya “ Indira menjawab dengan santai.

Ketiga orang yang berada satu meja dengan Indira menatapnya tidak percaya dengan kata-kata yang keluar, Indira meminum minuman yang ada dihadapannya setelah menjawab. Tidak menyadari Awang menahan tawa mendengar jawaban Indira, menatap kedua sahabat Fajar setelah minum dengan tatapan tanda tanya.

Nathali bertepuk tangan yang membuat Indira mengerutkan keningnya “Kamu memang beda dengan ceweknya selama ini, kalau nanti Fajar macam-macam langsung hubungi aku. Aku minta nomer kamu nanti kita buat group tanpa Fajar.” Nathali menyerahkan ponselnya yang diterima Indira.

“Apa-apaan ini?” Fajar menatap kesal pada Nathali dan akan mengambil ponselnya tapi kalah cepat dengan Indira yang langsung memukul punggung tangan Fajar.

“Mbak Nathali minta nomer aku, jadi terserah aku mau kasih atau nggak.”

Fajar terkejut dengan apa yang Indira lakukan, selama ini tidak pernah berbuat kasar tapi sekarang semenjak hubungan mereka resmi membuat sifatnya keluar. Bukan itu masalahnya, sebenarnya tidak kasar hanya saja Indira melakukan didepan sahabatnya yang pasti akan menertawai dirinya.

“Kenapa kalian ketawa?” Fajar menatap sebal pada Awang dan Nathali.

“Maaf, kak.” Indira menatap tidak enak setelah mengembalikan ponsel Nathali.

“Kalau nanti Fajar mutusin kamu gimana?” tanya Awang penuh rasa ingin tahu.

“Ya udah, masa mau mengemis? Artinya nggak jodoh.” Indira menjawab santai.

“Kamu sudah tahu trauma Fajar apa?” tanya Nathali yang dijawab Indira dengan gelengan kepala “Tahu kenapa Fajar telat lulus? Padahal sudah punya lembaga psikologi, usahanya sendiri juga udah jalan.”

“Memang traumanya apa sih sampai harus pacaran dengan cewek tiap angkatan?” tanya Indira menatap kedua sahabat Fajar “Tapi...tunggu, tadi mbak bilang apa? Lembaga psikologi? Bukannya kerja di RSJ?” mengalihkan pandangan kearah Fajar yang langsung menundukkan kepalanya.

“Dia nggak bilang kalau punya usaha? Katanya ngajak pacaran serius, tapi kenapa nggak terbuka?” Awang menggoda Fajar yang memberikan tatapan tajam.

“Belum waktunya, nanti aku akan buka kalau memang memungkinkan.” Fajar menatap Indira memberikan alasan.

“Aku paham, hubungan kita juga masih baru jadinya kakak belum membuka semuanya.” Indira menganggukkan kepalanya.

“Kamu tahu nggak? Dari semua cewek yang Fajar dekatin baru kamu yang diceritakan dengan menggebu...awww...sakit tahu?” Awang menatap tajam kearah Fajar “Kenyataan itu, mah.”

Indira menatap Fajar dan Awang bergantian, mengangkat bahunya tanda dirinya tidak tahu apa yang mereka berdua bicarakan atau lebih tepatnya tidak ikut campur dengan pembicaraan mereka berdua.

“Aku mau tanya sama teman-temannya Kak Fajar,” ucap Indira tiba-tiba membuat ketiga orang memandang kearahnya “Memang berapa cewek yang pernah pacaran sama Kak Fajar? Aku cuman tahu satu, lainnya nggak tahu.”

“Tiap angkatan, terus ada di fakultas lain.” Awang menjawab cepat yang membuat Fajar menutup wajahnya sedangkan Indira hanya menganggukkan kepalanya “Nggak ada reaksi apapun gitu? Cuman tanya?” Awang menatap penasaran.

“Aku tadi kan bilang kalau mau tanya bukan mau melakukan sesuatu, penasaran aja berapa mantannya Kak Fajar.” Indira menjawab santai “Tapi kira-kira cewek-cewek itu bakal labrak aku nggak? Kaya di cerita novel gitu, ada yang labrak karena merasa dikhianati.”

“Itu cuman cerita, hubungan aku sama mereka berakhir dengan baik-baik saja.” Fajar memegang tangan Indira yang ada diatas meja.

“Ya...semoga saja sesuai dengan apa yang kakak bilang.” Indira menganggukkan kepalanya.

“Masa kamu nggak ada rasa sedikit saja sama Fajar?” Awang menatap penuh selidik.

Indira hanya tersenyum menatap Awang, memilih tidak menjawab dengan memainkan ponselnya. Pertanyaan yang tidak akan dijawab, walaupun kemungkinan besar Fajar meninggalkan dirinya sudah harus siap setiap saat.

“Dira,” panggil Nathali yang membuat Indira menatap kearahnya dengan menggenggam tangannya yang lain “Aku tahu sulit untuk menjadi pasangan Fajar, membutuhkan kekuatan dan kesabaran. Masa lalunya membuat Fajar berbeda, mendekati perempuan-perempuan itu untuk memastikan jika dirinya tidak seperti yang dikatakan wanita dari masa lalunya. Kami tidak pernah bertemu dengan perempuan-perempuan itu, kami yakin jika Fajar tidak akan bertahan lama.”

“Terus kenapa ketemu aku?” Indira memotong kata-kata Nathali.

“Setiap datang ke biro, bahan dia cerita adalah kamu. Dari situ kami berdua yakin jika kamu akan berbeda dengan perempuan-perempuan itu.” Nathali menatap lembut Indira.

“Ini bukan akal-akalannya Kak Fajar, kan?” mengalihkan pandangan kearah Fajar dengan tatapan penuh selidik “Biar aku semakin dekat sama kakak.”

Awang tertawa mendengar kata-kata Indira, membuat Indira memberikan tatapan penuh selidik. Awang menutup mulutnya tidak lama setelah mendapatkan lemparan kotak tissue dari Fajar yang memandang tajam kearahnya.

“Kenapa kamu mikir begitu?” tanya Nathali menghentikan pertengkaran mereka.

“Kepikiran aja, mbak sama mas teman dekatnya Kak Fajar. Siapa tahu berusaha menjual temannya dengan memberikan kata-kata manis pada calon pacar atau gebetannya agar menerima cintanya.” Indira mengatakan tanpa beban.

Ketiga orang dewasa yang mendengarkan hanya diam dan saling memandang satu sama lain, Awang yang mau tertawa lagi seketika berhenti saat melihat tatapan tajam Fajar.

“Adik mikir aku segitunya.” Fajar membuka mulutnya.

“In, nggak masuk?” suara Mala membuat Indira sedikit bernafas lega karena tidak perlu menanggapi kata-kata Fajar.

“Aku duluan, senang bertemu sama mas dan mbak.” Indira menatap mereka berdua bergantian.

“Kita bisa jalan bareng berdua, kan?” Indira menganggukkan kepalanya “Sip, nanti aku kirim pesan.”

Unexpected FeelingWhere stories live. Discover now