Kedekatan Salah Arti

2.2K 145 0
                                    

Satu yang hilang dari Indira dalam hidupnya, sudah beberapa hari ini Fajar membatasi diri bertemu dengan dirinya, membuat Indira bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. Fajar mengikuti permintaan Indira tidak melibatkan Ryan dalam hubungan mereka, meminta Ryan menjadi mata-matanya. Setidaknya sekarang Ryan sibuk dengan teman-teman cowok, Indira sibuk dengan Dio yang akan menemani dirinya kapan saja.

“In, pulang bareng?” tanya Dio yang dijawab Indira dengan menggelengkan kepalanya “Kenapa?”

“Aku ada UKM di fakultas budaya sama Winda.” Indira langsung menolaknya.

Melangkah kearah Winda yang berbicara dengan Dito dan Mita, melihat kedatangan Indira langsung pergi ke tempat dimana kegiatan mahasiswa dilaksanakan. Indira tidak terlalu dekat dengan Winda, tapi mereka tetap bisa berbicara tentang banyak hal. Menatap ponselnya yang tidak ada pesan atau panggilan dari Fajar, hembusan nafas panjang dengan memasukkan ponselnya didalam tas dan fokus dengan kegiatannya.

“Kalian langsung balik kampus?” tanya Seno yang berada dihadapan mereka berdua.

“Kendaraan ada disana,” jawab Winda yang diangguki Indira.

“Makan dulu gimana? Kantin fisip?” ajak Seno “Sama yang lain.”

Winda menatap Indira dengan tatapan tanda tanya, mengangkat bahu tanda semua terserah yang langsung diangguki Winda. Indira yang melihat jawaban Winda seketika lemas, tapi tidak dengan senyum lebar Seno. Winda memberikan tatapan maaf pada Indira yang hanya diangguki. Indira sangat yakin jika Fajar melihat ini semua akan marah besar, berharap tidak melihat atau bertemu nantinya.

Sedikit tidak nyaman saat Seno berjalan disamping Indira, sedangkan Winda yang berada didepan berbicara dengan teman lain. Seno mengajak Indira berbicara dan membuatnya harus menanggapi pembicaraan yang Seno lakukan, bukan sekali sebenarnya mereka berbicara bisa dikatakan setiap latihan mereka berbicara banyak.

“Memang sudah ada cowok?” tanya Seno yang diangguki Indira “Patah hati jadinya.”

“Cewek kamu juga banyak jadi gampang tinggal pilih.”

“Maunya begitu tapi apa daya mana ada yang mau.”

“Pasti ada, bodoh aja kalau nolak kamu.” Indira tersenyum kecil melihat Seno.

Indira hanya menggelengkan kepalanya mendengar kata-kata Seno yang masih tetap berusaha merayu dirinya, mencoba membahas hal lain yang diikuti Seno tampak dimana Indira sudah tidak nyaman sama sekali. Mereka berhenti di tempat yang tidak terlalu ramai, memilih memesan minuman jus dengan menemani mereka makan.

Seno duduk dihadapan Indira yang membuatnya bisa menatap dirinya dengan puas, Winda berada disamping Indira yang masih sibuk berbicara dengan teman lain. Seno yang melihat Indira tidak  nyaman, mengajaknya bercerita tentang apa saja termasuk tentang kuliah. Seno juga menceritakan tentang kuliahnya disini, tentang tugas-tugansya dan banyak yang lain, Indira bisa melihat jika Seno berusaha membuatnya nyaman untuk berbicara dengan dirinya.

“Aku penasaran seperti apa lawanku yang berhasil membuat kamu masuk dalam permainannya.” Seno memberikan tatapan menggoda membuat Indira menepuk tangannya pelan “Kamu mencintainya?”

“Kalau aku nggak cinta, nggak mungkin mau. Kamu itu aneh-aneh aja.” Indira menggelengkan kepalanya.

“Kali aja masih bisa ambil kamu,” ucap Seno dengan menaikturunkan alisnya.

Seno memang bisa mencairkan suasana yang membuat Indira selalu merasa nyaman, mereka hanya bertemu saat kegiatan seperti ini saja tidak pernah yang lain. Seno memang beberapa kali mengirim pesan tapi sejauh ini tidak yang aneh-aneh, masih dalam tahap wajar bagi dirinya. Satu lagi Seno itu teman yang asyik dalam banyak hal, perkenalan mereka melalui kegiatan ini tapi seakan sudah berteman lama.

Indira memutuskan berbicara juga dengan yang lain, kata-kata Seno yang daritadi berisi gombalan tidak berdampak apapun pada dirinya, memilih berbicara dengan yang lain dan sedikit menghindari Seno yang masih berusaha melakukan pendekatan.

“Indira Winda.”

Mereka berdua menatap sumber suara, seketika Indira membeku melihat tatapan dari seseorang yang berada di belakang pemanggil nama mereka. Indira seketika menundukkan kepalanya, menarik dan menghembuskan nafas dalam agar bisa tetap tenang.

“Mas, pada makan disini?” Winda yang menyapa terlebih dahulu.

“Ya, cowok-cowok. Romi pengen makan disini, Mas Fajar ikutan katanya lama nggak disini. Kebetulan ketemu kalian, boleh gabung?” Wahyu menjelaskan dengan detail.

“Boleh, mas.” Winda menganggukkan kepalanya.

Fajar duduk disamping Indira yang membuatnya menahan nafas, ketakutan menghantui dirinya saat ini, bukan hanya takut tapi perasaan merasa bersalah. Indira hanya diam dan tidak berani mengeluarkan suaranya, merasakan seseorang menggenggam tangannya dibawah meja membuat Indira secara otomatis mengalihkan pandangan kearah Fajar.

“Habis kegiatan kampus?” Wahyu membuka suara untuk mencairkan suasana.

“Ya, mas.” Seno menjawab sopan.

“Jadi kangen masa-masa masih mahasiswa baru dulu, kemana ya cewek-cewek yang pernah dekat dulu.” Wahyu menatap sekitar.

“Dasar tebar pesona kamu.” Romi memukul lengan Wahyu yang langsung menatap tajam.

Wahyu membuka pembicaraan tentang dunia kampus, Indira sedikit bernafas lega walaupun sesaat karena Fajar juga terlihat didalamnya. Tangan mereka sudah tidak bertautan lagi, tapi Fajar menarik pinggang Indira agar mendekat dengannya, tidak jarang Fajar mengambil sayuran yang ada di piring Indira seakan tidak peduli dengan tatapan penasaran dari Seno.

“Ini,” ucap Fajar setelah membuka botol air mineral dingin.

“Makasih, kak.” Indira langsung meminumnya dengan tangan Fajar berada di punggungnya membelai lembut.

Indira tahu jika beberapa kali Seno menatap kearahnya, tapi tidak peduli dengan apa yang dilakukan pria itu. Indira tidak berani berbuat apapun bukan karena Fajar berada disampingnya tapi memang harus menjaga jarak diantara mereka berdua, menatap kedua seniornya yang masih serius berbicara tentang masa lalu.

“Wahyu kalau nggak dihentikan bisa lama,” bisik Fajar.

“Mas, aku sudah selesai.” Indira membuka suaranya.

Wahyu, Romi dan Winda menatap Indira dimana piringnya sudah kosong. Fajar juga sudah kosong piringnya membuat Wahyu langsung berdiri dan berpamitan pada mereka semua. Fajar langsung menggenggam tangan Indira yang tidak berusaha melepaskan sama sekali, tatapan Seno mengarah pada tangan mereka berdua.

Berjalan bersama keluar dari kantin fisip, setidaknya bernafas lega Seno tidak berusaha untuk berjalan disampingnya, tapi tetap saja aura berbeda kembali dirasakan Indira meskipun Fajar menggenggam tangannya lembut.

“Jadi...apa ini alasan Ryan nggak boleh sama adik terus?” tanya Fajar dengan nada pelan.

“Curiga mulu, lagian aku nggak sendiri ada Winda juga.” Indira menatap lembut kearah Fajar “Cemburu?”

“Ya.”

Terkejut dengan pengakuan Fajar yang sangat terus terang, tidak menutupi perasaannya sama sekali. Mendengar itu membuat Indira tersenyum lebar, melepaskan genggaman tangan mereka menggantinya dengan meletakkan tangan di lengan Fajar, meletakkan kepalanya di lengan membuat tangan Fajar yang lain mengacak rambut pelan.

“Seno sekarang tahu kalau adik sudah ada yang punya,” bisik Fajar membuat Indira memutar bola matanya malas.

Melepaskan tangannya di lengan Fajar, mengangkat kepalanya mengikuti yang lainnya berpamitan. Indira menatap Seno yang tampak sedih, tidak mau memikirkannya karena memang bukan tanggung jawab dirinya. Berjalan meninggalkan fakultas fisip menuju tempat mereka sendiri, Fajar memilih memisahkan diri dari yang lain dan membawa Indira pulang.

“Siapa lagi nanti yang harus aku hadapi?”

Unexpected FeelingWhere stories live. Discover now