Part 5. Acting on a Dazzling Dinner.

2.9K 219 17
                                    


Setelah pertemuan pertama itu, Adrian dan aku berteman. Kami berdua sepakat tidak membebani kewajipan apapun antara kami, kami hanya berteman dan menjadi teman bicara yang baik.

Kadang Andrian chat atau menelepon, atau kadang kami menghabiskan waktu dengan makan malam atau makan siang bersama di suatu tempat, tapi aku tak mau dia menjemputku ke rumah. Bibi akan terlalu banyak berekspektasi jika itu dilakukan dan itu benar-benar membuatku tidak nyaman. Beberapa kali Bibi bertanya padaku tentang hubunganku dengan Adrian, aku menjawab apa adanya, kami berteman baik. Hanya hubungan pertemanan.Aku benar-benar tak mau lebih dari itu. Tidak ada skin contact diantara kami, yang ada hanya obrolan menyenangkan, saling bertukar pikiran atau sesi obrolan tentang hubungan pribadi dalam koridor teman.

Andrian menghormati keinginanku dan tak pernah melanggarnya, dia membuatku nyaman dan percaya, kami nyaman dengan pertemanan kami dan selama berbulan-bulan setelahnya kami tak canggung berbicara lagi dan sudah layaknya sahabat dekat.

Beberapa kali dia bercerita tentang hubungannya dengan seorang gadis, dan aku kadang sedikit memberinya saran. Walaupun yang dia ceritakan biasanya berakhir dengan kencan semalam, karena posisinya kebanyakan gadis-gadis itu melemparkan diri dengan sukarela padanya tanpa ia perlu susah payah. Aku setiap kali menyebutnya 'lucky bastard' dan dia hanya tertawa geli dengan sebutan itu.

"Amanda, ayo temani aku makan malam, aku baru kembali ke London. Sudah lama kita tak bertemu." tiba-tiba dia meneleponku Sabtu sore saat hampir pergantian shift. Kami terakhir makan bersama dua minggu lalu. Dan terakhir dia berkata ada perjalanan bisnis di beberapa kota di Eropa.

"Andrian, ini malam minggu. Kau tak berkencan. Nanti aku diteror salah satu pengemarmu karena merebut kekasih mereka. " aku berseloroh saat menerima teleponnya.

"Aku kelaparan sekarang. Aku perlu makanan bukan wanita. Kau jangan banyak alasan. Aku tidak jauh dari tempatmu. Aku akan menunjukkan sebuah restoran yang bagus. Shiftmu hampir berakhir bukan? aku akan menunggu di lobby rumah sakit."  dia tidak berbasa-basi dan langsung menutup teleponnya. Meninggalkanku tanpa pilihan selain menurutinya. Mansionnya dan rumah sakit tempatku bekerja memang sama sama terletak di distrik Surrey.

Untungnya aku mempunyai gaun casual dilemari lockerku untuk acara-acara gathering dadakan. Sebuah gaun casual Armani berwarna hitam dengan detail lipatan elegan dan sepatu heels hitam cukup untukku.

Aku segera berganti pakaian, sedikit touch up bedak halus, sedikit maskara, lipstik berwarna lembut dan siap pergi. Aku berdandan untuk mengimbangi Adrian, dia pria yang selalu menjaga penampilannya. Bisa dibilang aku tak pernah melihatnya muncul dengan kaos polo sekalipun, dia selalu muncul dengan pakaian rapi, kemeja tailored dengan jasnya atau  paling tidak jas informal pas dengan dalaman yang pas. Aku kadang merasa berjalan dengan seorang model pria ketika bersamanya. Bagaimana tidak wanita-wanita itu melemparkan diri padanya, lirikan tajam matanya saja bisa membuat mereka bertekuk lutut.

Aku segera menuju lobby. Aku berpapasan dengan Howard disana dia nampaknya bersiap pergi juga, ini malam minggu tentu saja berkencan dengan perawat sexy itu. Tapi mataku belum melihat Adrian. Dia melihatku dengan gaun dan heels. Keningnya sedikit berkerut.

"Amanda, ada acara..." kenapa dia mau tahu urusanku. Sama sekali tidak sopan.

"Ya ...." aku menjawabnya singkat. Dan tak berniat meladeninya lebih lanjut.

"Sayang, kau sudah lama menunggu." suara perawat itu. Florence. Dia datang dengan baju ketat berwarna merah, dan makeup full dengan bibir merah menyala. Sangat menonjolkan assetnya yang berlebihan itu. Dan rambutnya yang pirang indah itu bergelombang indah melambai-lambai. Aku membenci bitch ini. Dia menatapku, lalu dengan tidak sopan melihatku dari bawah ke atas menilai penampilanku. Mungkin yang ada dipikirannya adalah betapa pucat dan flat penampilanku dibandingkan dirinya.

Arranged MarriageWhere stories live. Discover now