P2

38.7K 3.5K 235
                                    


☀️☀️☀️

"Gimana tadi?" Lanang duduk di sisi Tera depan televisi. Mengambil keripik pisang dalam stoples di pangkuan Tera. 

Pertanyaan yang sama dari Lanang selama tiga bulan mereka menikah. Jika begitu, Tera akan menceritakan semua hal selama ia bekerja dan Lanang akan menjadi pendengar baik. Namun, ada yang kurang bagi Tera, ia juga ingin Lanang membagi cerita dengannya bukan hanya sebagai pendengar saja. Tera ingin lebih mengetahui pribadi Lanang lebih dalam, bukan hal yang umum saja. 

"Biasa aja, Mas, nggak ada yang istimewa." Tera menatap sisi rupa Lanang. "Eh, tadi lihat ibu-ibu masih muda gitu bawa bayi perempuan, lucu banget. Pipinya kayak apel gitu, ada merah-merahnya mana kulit dia putih lagi. Aku gemas lihatnya sampai pengen gigit itu pipi. Pokoknya dia--"

"Kamu nggak lupa minum pil KB-nya? Aku belum siap punya anak." Lanang tampak fokus pada tayangan televisi di depan mereka, tanpa tahu ada kecewa mendera Tera. Ekspresi Lanang terlihat dingin.

"Iya, Mas." 

"Stok pil-nya jangan sampai kehabisan. Aku nggak mau sampai kamu hamil sekarang, seenggaknya sampai aku siap."

"Iya." Harusnya Tera tidak perlu kecewa, bukankah ia sudah menerima semua syarat yang Lanang ajukan, ketika ia menyetujui lamaran lelaki di samping ini. Termasuk tidak hamil, sebelum Lanang menginginkan keturunan.

"Minggu depan ada undangan pernikahan dari Pak Robert, pernikahan putri beliau. Kamu perlu belanja baju?" tanyanya seraya menghadap Tera. Wanita di hadapannya ini menggeleng. "Yakin?" Tera mengangguk. Lanang merapatkan jarak mereka kemudian mengecup ceruk leher Tera, meninggalkan jejak basah juga panas di bagian sensitif Tera. 

Tera mengamati mata suaminya telah berkabut gairah. Napas memburu Lanang terdengar keras dalam pendengaran. Kecupan demi kecupan sudah menjalar ke bagian tubuh depan Tera yang sudah tak tertutup. Perlahan Lanang mendorong lembut raga Tera hingga di bawahnya. Iris lelaki itu semakin menggelap seiring menatap lapar bukit kembar Tera yang putih bersih, dengan ujung dada mengeras karena gairah menyelimuti wanita dengan tinggi badan 165 sentimeter itu.  

Desahan lolos kala Lanang mengurung puncak dada Tera dalam mulutnya, bermain dengan lidah dan menggoda tanpa jemu. Tangannya pun tak kalah ahli bermain dengan puncak dada yang bebas. Mengusap kasar terkadang lembut, terkadang memilin gemas, hingga Tera hanya bisa mengerang keras. Jari-jari Tera meremas kuat surai tebal Lanang. Ia terhanyut dalam rayuan dan cumbuan Lanang di tubuhnya. Menggesekkan hidung di antara payudara Tera, mencecap kuat hingga berbekas merah. Menciptakan jejak yang sama di sekitarnya, menindih jejak lama yang belum memudar. Tera hanya bisa menerima. Lanang dan gairahnya yang tak terbendung. 

Lanang merambat turun, mencecahkan bibirnya di perut Tera, membuat istrinya semakin menggerang kuat, napas pun tersengal cepat. Menarikan lidah di atas kulit halus sampai basah dan meremang. Hasrat juga darah Tera terpompa kuat. Tubuhnya merespon semua sentuhan Lanang hingga melentik tak terarah. 

"Masss."

Lanang mulai mengecup lembah basah Tera, menghirup dalam sebelum bermain dengan lidah. Menggodanya hingga Tera tak berdaya dibuatnya. Memicu erangan nyaring pada bibir Tera, membakar raga istrinya sampai benar-benar takluk padanya. Jari-jari Lanang ikut bergerak pada daging lembut beraroma khas itu hingga Lanang puas. Desah Tera yang tak kunjung henti semakin memicu hasrat liar dalam diri Lanang. lelaki itu kemudian bangkit dan menanggalkan semua kain yang membalut tubuhnya. 

Memandang wajah penuh gairah Tera, mematik gairahnya semakin membesar. Lanang mulai mengkungkung tubuh Tera, merunduk untuk mencium bibir cantik istrinya. Saling membelit hingga oksigen mulai menipis dan mengurainya. Lanang mulai menyatukan mereka kemudian menarik selimut tipis yang ia bawa sebelum bergabung, lalu menutupkan di bagian bawah mereka yang menyatu. Pria dengan hasrat besar itu mulai bergerak lembut kemudian menambah tingkat geraknya, semakin cepat dan cepat hingga mencapai puncak kepuasan bersama Tera dalam gulungan ombak gairah. 

*******

Lanang menatap lekat tubuh tak berdaya di ranjang, dengan bahu penuh jejak merah hasil buatannya. Tak pernah ia bayangkan takdir mempertemukan mereka yang berakhir di pelaminan. Tera, teman kuliah-nya dulu dan mereka sempat dekat, sampai mereka lulus kemudian putus komunikasi.

Perempuan itu masih sama seperti yang ia kenal dulu. Perhatian, ramah dengan senyum lembut menenangkan dan selalu menurut jika padanya. Tera mampu membuat Lanang nyaman, sehingga tanpa pikir panjang setelah pertemuan ketiga mereka, Lanang memutuskan melamar Tera dengan beberapa syarat dan sangat mengejutkan Tera menerima pinangannya.

Lanang akui, Tera bukanlah wanita yang sangat cantik, tetapi manis dan wajahnya tidak membosankan. Lanang sendiri heran, mengapa ia menjatuhkan pilihan pada Tera, sementara banyak wanita di kantornya ingin mengisi kekosongan hati Lanang. Entahlah, apa yang ia pikirkan saat itu, Lanang hanya menuruti kata hati. Jiwa dalam diri Lanang tergerak seolah ada magnet kuat menariknya pada Tera.

Setelah menghabiskan satu batang rokok, Lanang menghadap ke luar jendela, menyaksikan gelapnya malam berhias ribuan lampu berpijar kota Jakarta dan sesekali menoleh ke arah Tera lalu memandang jauh ke depan. Entah skenario seperti apa yang Tuhan tuliskan untuk dirinya, mengirim Tera dalam hidup hampanya, membuyarkan prinsip yang sudah ia pegang selama ini, dengan memilih hidup sendiri. 

Dalam harapan Lanang, ia tak ingin lagi memiliki seseorang yang berharga agar tak kembali membuatnya terpuruk. Namun, kehadiran Tera sanggup mendobrak semua pertahanan yang ia punyai selama ini. Mampu membangkitkan hasrat akan sentuhan wanita. Memunculkan keinginan untuk mempunyai teman sekaligus sahabat dalam mengisi hari-harinya. Dan, menciptakan sesuatu yang liar di dirinya.

Pria dengan lesung pipi tersebut menghela napas dalam. Ia menyerah memikirkan kemungkinan-kemungkinan akan skenario Tuhan, sebab ia tahu, hanya Dia yang mampu menjawabnya, sedangkan Lanang cukup menjalani saja bagaimana ke depannya.

Lanang kembali menaiki ranjang dan memeluk Tera erat. Mengecupi bahu telanjang Tera hingga wanita itu terganggu tidurnya. Menengok ke belakang, suaminya mulai beraksi pada tubuhnya. 

"Kenapa belum tidur?" tanya Tera sembari membalik tubuhnya menghadap Lanang. 

Lanang menghentikan aksinya. Menatap lurus pada Tera. "Sebentar lagi, tapi selesaikan ini dulu."

Sesudahnya ia membungkam mulut Tera yang akan melayangkan protes dengan bibir Lanang, menggoda hingga Tera membalas tuntutan pagutan darinya. Tangan Lanang bergerak masuk ke bawah selimut dan mulai bermain dengan benda dalam tangkupan tangan. JIka Lanang sudah menginginkan, maka Tera tak bisa mengelak. Ia tak akan sanggup lagi menahan serangan Lanang pada dirinya. Pasrah akan perlakuan pria itu pada raganya.   

********

Hueeee,, bacanya pelan-pelan kan wkwk.... otak lagi piktor jadi di maklumi yes wkwkw

Partner Donde viven las historias. Descúbrelo ahora