Bagian 17

2.9K 155 41
                                    

"Eh, Aninta. Kok kamu disini?"

"Ya Aninta lagi nonton pertandingan Arga." 

Braga langsung melihat kearah lapangan. Dia pun bisa melihat Arga dilapangan, matanya memicing saat melihat seseorang.

"Arga atau Devin?" Ucapnya dengan nada mnggoda.

"Apaan sih pa."

"Om Dika ya."

"Emm, Siska ya."

"Iya om."

"Wah...om, beda banget. Aku sampe gak ngenalin om, kalo  Aninta sama Arika gak manggil om."

"Masa sih beda, kayanya gak beda
deh."

"Kelihatan lebih muda om. Bahkan masih cocok buat jadi anak kuliah."

"Hahaha...kamu nih ada-ada aja."

"Om, saya permisi dulu." Ucal Lusi.

"Oh, iya. Makasih ya udah mau nemenin."

"Ah, i..iya."

"Siapa pa?"

"Itu tadi, dia nemenin papa nyariin Arika."

"Ngapain cari Arika pa, kan bisa telphone?"

"Dia gak bawa handphone, jadi gimana papa bisa telphone."

"Emang Arika gak izin?"

"Kalo izin papa gak akan nyariin. Mama jadi kahwatir, jadi papa harus nyariin."

"Arika,Arika." Ucap Aninta menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba Braga tersenyum, senyuman yang Aninta tidak tau.

"Kenapa sih pa, senyum-senyum?"

"Kamu jagain Arika, jagan sampe dia kabur lagi. Papa mau kesuatu tempat."

"Papa mau kemana sih?"

"Kamu kesini sama siapa?"

"Sama temen-temen."

"Kamu tungguin papa aja. Kita pulang bareng-bareng. Hmm."

"Tapi pa."

"Udah, jangan banyak tapi-tapian."..." Itu tas Arga bukan." Tunjuk Braga pada tas di samping Arika.

"Iya pa, kenap..."

Belum sempat Aninta menyelesaikan perkataannya, Braga segera menyambar tas Arga dan pergi dari lapangan itu. Aninta hanya menggerutu kesal.

"Kenapa deh, tu papa lo ta?"

"Gak tau."

"Gila ya ta, papa lo kaya anak muda banget kaya gitu. Apa sih rahasianya."

"Dia rajin olah raga sama jaga pola makannya. Sampe kadang gua kesel banget, setiap kali gua masak, papa gua gak mau makan."

"Yey...kak Devin...semangat kak..." Teriak Arika.

Aninta hanya mendengus kesal. Adiknya ini baru 11 tahun, tapi kenapa bisa tingkahnya seperti cabe. Astaga....

Aninta duduk di sebelah Arika, menatap kearah lapangan. Matanya tak sengaja melihat seorang laki-laki dan Aninta seperti terhipnotis. Laki-laki tampan dengan tinggi badan yang menurutnya pas, bentuk tubuhnya juga pas. Pekikkan Arika yang memekakkan telinga menyadarkan Aninta untuk tidak menatap laki-laki itu lagi.

Di tempat lain, Braga dengan senyum mengembang melangkahkan kakinya. Dia masuk kedalam ruang kelas, dan dia duduk disebelah wanita yang tadi sempat mengajaknya berkenalan.

Sexy Lecture My MotherWhere stories live. Discover now