10

766 81 31
                                    

Di dalam mobil, Cindy hanya diam, ia memikirkan semua yang Jinan ceritakan padanya.

"Kedengarannya seperti cerita dongeng ya? Atau terdengar seperti drama?" Cindy mengangguk pelan.

Jinan teringat dengan pesan Deva padanya. Jinan akan berusaha melakukannya. Ia akan berbicara sesantai mungkin pada Cindy.

"Aku sendiri gak ngerti, kenapa aku mengingat semuanya dan kamu ti.. Gak inget sama sekali."
Berbicara dengan tidak formal, sepertinya sedikit sulit untuk Jinan.

Deva mengatakan jika ia harus mengubah cara bicaranya, agar tidak terlalu kaku. Dan yang terpenting, Cindy bisa sedikit nyaman bicara dengannya.

"Itu juga yang aku pikirin. Kenapa kamu inget semuanya? Kenapa aku gak inget sama sekali?" Cindy menoleh kearah Jinan yag fokus menyetir mobil.

"Mungkin karena aku sangat pembangkang dulu. Dan bisa aja ini hukuman buat aku" Jinan tersenyum tipis.

Kemarahannya dulu, membuat nya menjadi tidak terkendali. Ia bahkan lupa, jika ia adalah seorang Raja yang tidak seharusnya melakukan seperti hal itu.

Jinan tiba-tiba memelankan laju mobilnya. Suara petir itu membuat jantungnya berdegup kencang. Selalu seperti ini. Jika akan hujan dimalam hari, Jinan selalu merasakan perasaan yang sangat tidak nyaman itu.
Jika sudah seperti ini, perasaan Jinan akan semakin tidak jelas. Sedih, marah, dan khawatir. Ia tau penyebabnya, namun sampai detik ini, ia tidak bisa menghilangkan perasaan itu.

"Ji, bi-bisa sedikit lebih cepat gak? Aku pengen cepet sampai rumah." Jinan menoleh, ia melihat Cindy seperti orang yang ketakutan.

"Kamu kenapa?" Cindy menunduk lalu menggeleng pelan. Ia sangat tidak suka ketika hujan dimalam hari seperti ini.

Cindy selalu takut pada hujan dimalam hari. Terlebih jika ada petir menyambar, rasa takutnya semakin menjadi.

Jinan menginjak pedal gas nya agar segera sampai di rumah Cindy.

Setiba di depan rumahnya, Cindy langsung keluar dari mobil Jinan. Yang ada di pikirannya saat itu hanyalah masuk ke dalam rumahnya dan bersembunyi di dalam sana.

"Cindy" Panggil Jinan, namun Cindy tidak memperdulikannya. Ia tetap berlari masuk ke dalam rumahnya kemudian mengunci pintu rumahnya.

Jinan bertanya-tanya, apakah selama ini Cindy juga merasakan seperti yang ia rasakan, ketika hujan turun?

"Cindy"
Tidak ada jawaban dari Cindy, dan itu membuat Jinan semakin khawatir. Akhirnya Jinan memilih untuk menunggu di luar, ditengah derasnya hujan malam itu.

Di dalam kamarnya, Cindy sedang berusaha melawan rasa takutnya. Ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, menutup kedua telinganya dengan tangannya.
Ia merasa takut dan bersembunyi dari  seseorang. Namun ia tidak tau, bersembunyi dari siapa?

Jinan terkejut ketika mendengar suara teriakan Cindy. Tanpa pikir panjang lagi, Jinan langsung mendobrak pintu rumah Cindy.

"Jangan mendekat!" Jinan menghentikan langkahnya.

"Aku mohon jangan mendekat, tolong" Tangisan Cindy semakin terdengar.

Jinan tidak tahan mendengar suara tangisan Cindy, ia tidak perduli lagi jika Cindy akan marah padanya.
Jinan duduk di tepi ranjang Cindy kemudian menarik paksa selimutnya.

"Dia gak ada disini. Tenang, hanya ada aku disini" Ucap Jinan. Ia menarik Cindy kedalam pelukannya.

"Tenang,  kamu gak perlu takut. Aku akan memusnahkan siapapun itu yang berani mengganggumu" Ucap Jinan.

Cindy menggenggam erat baju Jinan. Rasa takutnya sedikit berkurang dengan adanya Jinan di dekatnya.

Cukup lama mereka ada di posisi itu, bahkan Cindy pun sudah terlelap dalam pelukan Jinan.

Hujan di luar pun sudah mulai reda. Perlahan Jinan melepaskan pelukannya dan membaringkan Cindy ke tempat tidurnya.

Dengan lembut dan sangat hati-hati, Jinan menghapus sisa airmata Cindy.

"Apa selalu seperti ini? Sudah berapa lama?" Lirih Jinan.

Kini Jinan tau, bukan hanya dirinya saja yang merasakan perasaan aneh itu. Kenangan buruk itu ternyata berubah menjadi rasa takut yang juga menghantui Cindy.

Jika Cindy masih mengingat tentang rasa takut itu, mengapa Cindy tidak mengingat satupun kenangan tentang mereka? Bahkan Cindy juga melupakan dirinya.
Sungguh tidak adil rasanya.

Jinan memakaikan selimut untuk Cindy, lalu ia keluar dari kamar itu.

"Ah, aku harus memperbaikinya besok." Ucap Jinan ketika melihat pintu rumah Cindy yang rusak.

Jinan mencoba menutup pintu itu kembali. Namun pintu itu sudah tidak bisa tertutup seperti semula. Setelah beberapa kali mencoba dan gagal. Rasanya, Jinan ingin menghacurkan pintu itu hingga menjadi serpihan yang akan lebih mudah ia lenyapkan.

"Ah, terserah" Jinan tidak ingin ambil pusing. Ia membiarkan pintu itu sedikit terbuka, kemudian ia berjalan kembali ke dalam mobilnya.

Sepertinya malam ini ia akan berjaga semalaman di dalam mobil itu.





😌 I'm Back 😎

Gimana?

Cukup lama ya update nya.. 😅
Ya gimana lagi, semua tergantung mood dan imajinasi gue enaknya nulis di mana.. 😂

Oh iya, yang nanyain With You..

Baru segitu gue nulisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru segitu gue nulisnya.. 😅😅
Mohon bersabar.. 😁😁

See Ya 🙋
Salam Team CiNan 

I Love You, StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang