2

1.8K 249 18
                                    

Air meruah, menghantam Alivia seperti binatang buas. Pada akhirnya dia memilih menyerah setelah berjuang menantang maut.

Roh-roh kesengsaraan menampilkan wajah berkerut; bibir-bibir busuk membisikkan rahasia ajal dan tangan-tangan menarik setiap senti tubuh tanpa ampun. Gelombang menghantam, memaksa Alivia menelan serta memuntahkan cairan. Kian lama arus pun membuai dan membujuk Alivia supaya berserah, dan dia tidak menolak tawaran tersebut.

Setidaknya dia bisa mati.

Mati secara terhormat.

Semakin dalam.

Terbenam bersama seluruh setan tak berwajah.

Meluruhkan kulit dari daging, otot-otot menjuntai dari tulang, darah merembes keluar membawa serta setiap tetes nyawa.

Eforia kelam melanda.

Dewa purba mengacungkan jemari kepada Alivia. Dia menitahkan hukuman bagi pendosa.

Jatuh ke neraka!

Alivia terapung-apung di antara batas realitas dan khayali. Sekuat tenaga mencoba meraih tangan-tangan keselamatan.

Tergelincir, tak mampu meraih satu pun keselamatan yang ditawarkan.

Semakin tenggelam.

Dalam.

Hening.

Hanya kekosongan.

"Bertahanlah!"

Dia mendengar. Suara yang terus menyemangatinya agar bertahan. Entah delusi maupun mukjizat, sekadar harapan yang tumbuh di saat kritis pun tampak menjanjikan. Dengan segenap ke kuatan dia mengumpulkan tenaga meraih tangan yang menawarkan keselamatan.

Dia masih ingin hidup!

Berkali-kali tangan Alivia tergelincir, tak sanggup meraih satu pun uluran tangan sang penyelamat. Namun, suara yang hadir itu terus menyemangati.

"Bertahanlah!"

Alivia meraih satu tangan yang terulur kepadanya. Kali ini dia berhasil menggenggamnya.

Erat!

Sampai kapan pun dia tidak akan melepaskannya.

***

Alivia tersentak, napas terengah- engah sementara detak jantung memburu-mengirim darah bercampur keresahan ke sepenjuru tubuh. Langit-langit bernuansa kelabu menjadi pemandangan pertama yang dilihat Alivia. Tubuh telentang sementara jemari sibuk meraba tekstur halus di bawahnya. Kali terakhir dia tidur di ranjang ialah saat masih di panti, tapi itu pun hanya berupa kasur berisi kapuk berbau apak akibat jarang dijemur. Keringat dingin menetes melalui pori-pori kulit-memadamkan serangan teror dari malam sebelumnya.

Satu, Alivia menarik napas.

Dua, kemudian mengembuskannya secara perlahan.

Maut membatalkan kunjungannya.

Alivia selamat!

Kedua mata Alivia memindai sekitar; permadani digelar menutupi lantai, lilin-lilin telah dipadamkan, jendela dibuka hingga menampakkan siluet pohon cedar, lukisan flora, poci keramik, dan seperangkat perabot yang terbuat dari kayu sonokeling.

Nyeri melanda begitu Alivia mencoba menggerakkan tubuh. Dia tahu "yang mati" tidak mungkin merasakan sakit sebab derita dalam wujud lainlah yang mungkin didapat. Tenggorokkan terasa kering hingga dia menelan ludah sekadar menghilangkan dahaga.

Derit pintu terdengar.

Alivia menoleh. Matanya bersitatap dengan sesosok wanita berambut hitam. Wanita itu membawa baskom dan handuk putih yang tampak kontras dengan gaun cokelat yang dikenakannya. "Syukurlah," katanya, nada suaranya dipenuhi kelegaan. Baskom dan handuk diletakkan di meja. Tanpa perlu diminta wanita itu membantu Alivia. Ditatanya bantal-bantal hingga Alivia bersandar, menatap langsung ke matanya. "Bagaimana keadaanmu?"

Nocturne (SELESAI)Where stories live. Discover now